Responsive Ads Here

Monday 29 February 2016


BAJAWA/BERITA FLORES, vigonews.com - Baru pernah terjadi di Malanuza, Mataloko, Ngada terendam banjir hebat, Senin (29/08/2016). Tapi jangan kaget, dulu kawasan ini memang  hutan pohon, namun satu dekade terakhir berangsur berubah jadi hutan 'beton' karena pemukiman mulai merambah.

Ketika pemukiman belum berkembang, Malanuza yang sudah menjadi satu desa ini merupakan daerah pertanian. Wajahnya berubah drastis dengan kehadiran sebuah perguruan tinggi STKIP Citra Bakti yang kini berdiri megah persis di Hobosara, sejak  satu dekade yang lalu.


Banjir hebat terjadi setelah hujan lebat mengguyur kawasan itu  selama dua hari, Minggu dan Senin (28-29/02/2016). Meski hujan hanya terjadi kira-kira dua jam lebih di dua hari itu, namun menyebabkan banjir hebat. Salah seorang mahasiswa semester akhir STKIP Citra Bakti,  Wily Nggoi mengaku heran, selama dirinya kuliah di sana sejak empat tahun lalu baru kali ini terjadi banjir. Sementara warga lorong Hobosara, John Lobo kaget dengan musibah banjir hebat yang telah merendam rumahnya hingga setinggi 50 cm. "Ini baru pernah terjadi. Dulu-dulu tidak pernah begini," katanya.


Akibat banjir itu,  sejumlah rumah kos mahasiswa terendam. Kompor sepatu dan barang lainnya terapung-apung. Willy Nggoi mengaku  laptopnya yang baru dibeli dua bulan lalu juga terendam. Dia stres karena di laptop itu ada skripsinya yang kini sedang bimbingan.


Salah satu rumah kos yang ditempati tiga mahasiswi juga tak luput dari amukan banjir. Hendrika Mina, mahasiswa semester VI itu ketika pulang dari kampus kaget karena mendapati rumah kosnya sudah terendam dan barang-barang seperti kompor sudah terapung-apung. Buku, sepatu, dan lemari juga tidak luput. Menurut Hendrika, banjir ini baru perah terjadi. "Saya sudah dua tahun kos di sini tidak pernah banjir. Bahkan saya dengar orang bilang, dari dulu juga tidak pernah," katanya sambil mengeringkan lantai rumahnya karena air sudah mulai surut.


Sementara, Yohana Stefania Lobo yang biasa disapa  Jein juga kaget bisa terjadi banjir hebat. Ia, terpaksa kerja bakti keringkan lantai membersihkan rumah setelah surut. Salah seorang ibu rumah tangga, Maria Wendelina Ngoni malah baru tahu kebanjiran sekitar pkl. 18.00 wita ketika pulang kerja di kantor desa Malanuza. Sekretaris PKK ini terlihat tergopo-gopo sampai di depan rumahnya ingin mengetahui kondisi di rumah pasca air surut. Barang-barang rumah tangga miliknya juga tak luput direndam  banjir.

Meski hujan sejak pkl. 11.00 wita sudah redah sekitar pkl. 14.00, namun hingga pkl. 19.00 wita banjir belum juga surut di kawasan Hobosara, kecuali di sejumlah rumah penduduk. Akibat banjir itu salah seorang warga, Pius Ngani mengaku anak babinya juga ikut hanyut satu ekor. Sementara pantauan dari  vigonewsa.com, kuburan di Hobosara juga terendam banjir berjam-jam.


Menurut warga,  banjir yang baru terjadi ini disebaban juga merambahnya pemukiman penduduk baik di kawasan perbukitan hingga ke lembah. John Lobo membenarkan hal itu, apalagi perkembangan pemukiman tidak diikuti dengan penyediaan drainase yang memadai. "Saya berharap perkembangan pemukiman harus menjadi perhatian pemerintah dengan membangun drainase. Belum lagi semakin berkurangnya ruang resapan akibat bertambahnya  pemukiman juga jadi penyebab," kata John.


Otoritas kampus STKIP Citra Bakti sebagaimana dikemukakan Ketua Yayasan Citra Masyarakat Mandiri, Wilfridus Muga juga mengakui perkembangan pemukiman menjadi salah satu penyebab, sementara perkembangan yang cepat itu tidak disertai pembangunan drainase.


Wilfridus kepada vigonews.com mengatakan akibat tumpahan air yang hebat menyebabkan gorong-gorong depan kampus tak mampu menampung air yang mengalir ke sungai. Akibatnya, banjir meluap di jalan keluar-masuk kampus. Ratusan mahasiswa pun harus menunggu hingga surut untuk lewat baik yang akan keluar maupun yang pulang dari kampus, meski rela menenteng sepatu masing-masing.


Dibagian lain, John Lobo menyesalkan pihak kampus membangun tembok tanpa memperhitungkan aliran sungai sehingga air dari Selatan, Timur dan Utara  terbendung hingga tinggi. "Masih untung tembok jebol. Kalau tidak di rumah air bisa naik hingga lebih dari satu meter.


Terkait dengan hal itu, pihaknya akan bicara dengan pihak kampus agar dibangun drainase lebih besar menuju aliran sungai di sebelah barat. Kalau hanya got kecil seperti sekarang dijamin tidak akan mampu menampung air, dan kondisi nanti bisa lebih buruk.


Salah seorang warga yang tak menyebutkan namanya mengatakan, perlu kerja sama yang baik antara desa dan kampus terutama dalam membangun drainase di depan kampus agar lebih besar. Karena menurut sumber itu, penyempitan di depan kampus menyebabkan banjir hebat tak dapat mengalir cepat. "Baik kampus mapun masyarakat sekitar sama-sama aset jadi kita baku-baku mengerti saja," kata sumber itu.


Di bagian lain, Kaur  Pembangunan Desa Malanuza, Hubertus Reghu mengatakan banjir ini baru pertama terjadi. Akibatnya tananam seperti jagung, tananam pekarangan dan pala milik warga yang baru dibagi untuk ditanam pun hanyut. Tidak kurang  dari 10 rumah warga terendam dan kuburan warga juga tak luput dari terjangan banjir.


Rumah warga yang terendam,  kata Hubertus terdapat di RT 1 Desa Sarasedu, RT 10 dan 11 Desa Malanuza. Terkait dengan itu, pihak desa merasa membangun drainase harus menjadi prioritas. Alasannya,  saat ini kawasan Hobosara sudah mulai dipadati pemukiman sejak berdirinya kampus. Karena itu perlu dibangun sistem drainase yang memadai sehingga dapat menampung curah hujan yang mengalir tanpa ada hambatan akibat daerah resapan juga mulai berkurang. "Upaya desa akan  bangun drainase besar dari Wolokela ke Soa Banga, hingga depan kampus Citra Bakti," beber Hubertus.


Hobosara terdiri atas lembah yang dikeliling perbukitan seperti Wolokela, Wolowuju di timur, Pileza di selatan dan Warikeo di utara yang juga menjadi bagian kampus STKIP Citra Bakti. Air dari bukit-bukit itu yang juga mulai bertebaran pemukiman penduduk mengirim banjir ke  kawasan lembah yang kini juga sudah banyak dibangun pemukiman hunian penduduk dan kos  mahasiswa. Banjir hebat itu menyatu di daerah lembah yang belum memiliki drainase. Gorong-gorong kecil di depan kampus tidak mampu menyalurkan air, sementara tembok kampus seperti menghalangi air di utara dan timur. Akibatnya air terbendung hingga makin tinggi menggenangi rumah-rumah penduduk di sekitar Hobosara. Meski begitu tembok kampus pun tak kuasa menahan dahsyatnya banjir, hingga tembok kampus di utara roboh sepanjang kira-kira 50 meter.


Beberapa saat setelah kawasan itu terendam banjir, pimpinan DPRD Ngada, Selly Raga Tua langsung turun ke lokasi. Selly sempat mengunjungi beberapa rumah yang terendam. Dia langsung menelpon PNPB agar segera menuju lokasi.


Menurut Selly, banjir terjadi disebabkan oleh curah hujan tinggi. Sementara pesatnya pertumbuhan pemukiman penduduk dan mulai berkurangnya ruang resapan juga menjadi penyebab lain. Sudah begitu, pertumbuhan pemukiman tidak disertai penyediaan drainase yang memadai.Banji Senin memang cukup hebat yang disebabkan penyeimpitan saluran di depan kampus Citra Bakti. Hal ini perlu segera diantisipasi, sebab jika tidak akan menjadi agenda rutin tahunan. Ini bisa merugikan warga dan aset pendidikan yang ada di situ.


Untuk mengantisipasi hal itu, selaku pimpinan dewan,  Selly Raga minta pemerintah segera merespons. Memang saat ini APBD sudah ditetapkan dan hanya mungkin di perubahan. Tetapi, tambahnya bisa diantisipasi dulu dengan dana penanggulangan bencana."Saya minta pemerintah segera respons, karena di sana ada aset pendidikan dan pemukiman masyarakat. Jangan sampai aset itu terendam setiap kali hujan," katanya.***


Insert foto: Banjir melanda Hobosara, Desa Malanuza, Mataloko Ngada. Setidaknya 10 rumah warga terendam banjir, kuburan juga tak luput dari terjangan. Jalan keluar masuk kampus STKIP Citra Bakti juga 'blokir' banjir sekitar 7 jam