Responsive Ads Here

Tuesday 12 September 2017

Uskup Vincentius Sensi Potokota, Pada Peresmian Paroki Kurubhoko: Gereja Harus Tumbuhkan Budaya Kemandirian


KURUBHOKO - Uskup Keuskupan Agung Ende, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr, secara resmi mengukuhkan Kuasi Paroki Kurubhoko,  menjadi sebuah paroki defenitif, Senin (11/09/2017). Dan paroki baru ini, kata Uskup Sensi diberi nama pelindung Santa Maria Ratu Para Malaikat.

Peresmian paroki kata Uskup Sensi bukan untuk gagah-gagahan, apalagi saat ini ramai juga pemekaran desa, tetapi meminjam terminology yang fasih pada lembaga pemerintahan – pendekatan pelayanan, supaya pelayanan lebih efektif. Maksudnya bukan sekedar dekat karena esensinya gereja senantiasa dekat dengan umatnya di daerah paling sulit sekaligupun sepanjang sejarah.

Dia menegaskan, “Jangan jadi umat Katolik yang minta-minta. Minta pada pemerintah, karena pemerintah pun harus memikirkan banyak hal dengan APBD yang terbatas. Itu sebabnya butuh kemandirian. Gereja paroki baru Kurubhoko harus menjadi pelopor kemandirian, karena kita bermartabat. Tuhan tidak butuh yang mewah yang mahal, tetapi Tuhan hanya butuh kesetiaan dan kesanggupan anda.”
 
Penyerahan Salib menandai peresmian/pengukuhan Paroki Santa Maria Ratu Para Malaikat
Uskup Sensi sempat menyoroti pembangunan gereja megah dan mewah yang telah menelan dana miliaran rupiah di banyak tempat, tetapi hanya digunakan oleh umat seminggu sekali setiap hari minggu. Enam hari gereja yang megah dan mahal itu kosong, hanya hari minggu umat datang berkumpul berdoa itu juga hanya beberapa jam saja. Selebihnya gereja kembali kosong. “Kita ke kebun atau kemana saja lewat sekitar gereja, tetapi lewat saja tidak ada yang singgah untuk berdoa. Mestinya bangun gereja megah sebagai sarana yang mengantarkan umat berjumpa dengan Tuhannya dan bersyukur atas kebaikannya.

Gereja harus menjadi pelopor dalam membangun budaya baru yakni kemandirian baik kemandirian personal maupun komunitas. Terus memperkuat budaya kemandirian. Selain itu menumbuhkan budaya kesalehan. Ajak anak tahu hari minggu. Jangan sampai anak ke gereja tetapi orang tua ke tenpat lain. Hidupkan kembali budaya kesalehan! Kalau pasangan anda bermasalah doakan dia dan pertobatkan dia demikian sebaliknya.

Seraya menyampaikan keterlibatan semua pihak, Uskup Sensi mengatakan “Kita harus mandiri. Kemandirian yang ditunjukkan adalah semua umat di paroki ini terlibat. Mereka sumbang kemampuan mereka dengan merehap gereja sederhana, bangun pastoran, mempersiapkan peresmian, mereka jadi anggota koor, mereka juga itu pelayan tamu hingga kemudian meriahkan acara, membereskannya kembali. Karena ini rumah mereka sendiri, melakukannya sendiri dengan kesanggupannya.

Uskup minta agar jangan lestarikan sesuatu yang keliru, yang kalu mau bikin kegiatan panitia datang dari luar, dana dari bantuan pemerintah dan suksesnya pesta karena campur tangan dari luar. Lalu ‘pidato’ tentang pemberdayaan, tetapi tanpa diwujudnyatakan dalam tindakan.
 
Uskup Sensi memberi berkat kepada anak-anak dan keluarga di sela-sela acara presmian Paroki Kurubhoko
Kulitas Manusia

Uskup Sensi minta umat mengambil bagian secara aktif dan bersinergis dengan berbagai lembaga dan agama lain dalam membangun masyarakat menuju sejahtera lahir dan batin. Menurut Uskup Sensi pembangunan kualitas manusia sangat penting karena martabat manusia terlalu tinggi.  Sehingga semua komponen bangsa perlu bersinergis untuk membangun kualitas manusia.

“Gereja harus hadir untuk Indonesia dan terus membangun kulitas manusia berbasiskan kemandirian. Gereja hadir bukan hanya untuk Katolik, tetapi juga hadir untuk Indonesia demi meningkatkan kualitas hidup manusia menuju masyarakat sejahtera,” tegas Uskup Sensi.

Dikatakan, dalam kaitan dengan peresmian paroki, gereja hadir secara struktural jauh dari pretensi negara dalam Negara. Kalau ada satutus bukan semacam pemerintahan dalam pemerintahan. Tetapi kehadiran gereja secara lembaga lebih sebagai komunitas beriman  dalam bermitra dengan lembaga lain seperti agama lain, pemerintah dan berbagai eleme lainnya membangun masyarakat menuju hidup yang lebih baik.

“Yang penting bukan status dalam pendirian gerejawi, tetapi lebih sebagai langkah efektif untuk mengokohkan persatuan. Meski peresmian paroki ini persyaratan fisik belum terpenuhi, tetapi yang paling penting umat sudah siap berziarah dalam kebersamaan,” kata Uskup Sensi.

Di hadapan umat dan para undangan yang hadir, Uskup sensi menegaskan, Gereja adalah komunitas beriman menuju Jesus dan sebagai sebuah lembaga bermitra bersama lembaga lain dalam membangun masyarakat dan tata dunia. Karena itu berbagai elemen yang ada dalam bangsa ini termasuk gereja perlu menjalin kerja sama tanpa terganggu dengan sekat-sekat struktural yang kaku.  Semua membangun sinergis mempererat persatuan membangun masyarakat dunia yang lebih baik dan sejahtera lahir dan batin dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
 
Anggota Dewan Pastoral Paroki Kurubhoko

Karisma Fransiskan

Terkait dengan itu maka saya gandeng OFM untuk masuk di Keuskupan Agung Ende agar bersama-sama dengan komponen lain dalam gereja lokal untuk bersama-sama membangun kualitas manusia dan kualitas lingkungan hidup, dan kita menjadi alat di tangan Tuhan untuk mengabdi. Terima kasih kepada Provinsial OFM yang sudah menjawab dengan turut serta mengambil bagian dalam pekerjaan Allah ini. Uskup Sensi juga menyampaikan atas apresiasi dan kerja sama penuh persaudaraan antar umat beda keyakinan yang sudah ditunjukkan di wilayah ini.

Sementara, Provinsial OFM Provinsial St. Mikhael Indonesia Pater Mikhael Peruhe, OFM pada kesempatan itu menyampaikan terima kasih kepada Uskup Sensi yang telah memberikan kepercayaan kepada OFM untuk berkarya di keuskupan Agung Ende, antara lain di Aeramo dan Kurubhoko. “Di Kurubhoko kami dianugerahi umat sebagai saudara kami dalam pelayanan,” ujarnya.

Dia berharap dengan berkarya di Keuskupan Agung Ende, khususnya di Kurubhoko akan menumbuhkan panggilan menjadi misionaris dari daerah ini yang bisa diutus ketempat lain. Di sini, OFM mengembangkan karisma Fransiskan, yakni  keberpihakan pada orang kecil, dialog budaya dan agama, serta isu kelestarian lingkungan hidup.
 
Uskup bercengkrama dengan tokoh lintas agama di Nginamanu, Kecamatan Wolomeze. Tampak Provinsial OFM Indonesia Pater Mikhael (kedua dari Kiri), Camat Wolomeze Kasmin Belo (ketiga dari kiri) dan Imam Mesjid Kurubhoko Ahmad Damu (keempat dari kanan) Ny. Nurhayati Belo (ketika dari kanan).
Membangun Masyarakat
Pada kesempatan itu Bupati Ngada Marianus Sae dalam sambutannya yang disampaikan Staf Ahli Agnes Dula menyampaikan apresiasi dan profisiat atas diresmikannya Paroki Kurubhoko. Gereja, kata Marianus ikut berperan besar dalam membangun masyarakat daerah ini demi mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Peran itu ditunjukkan dalam melalui gerak pelayanan dan ikut serta membangun kualitas hidup manusia. Peran itu ditunjukkan oleh para imam, biarawan dan biarawati untuk membentuk manusia unggul yang beriman.

Imam Mesjid Kurubhoko Ahmad Damu ketika dimintai komentar mengatakan selama ini kehidupan beragama di wilayah kecil ini sudah terjali dengan baik. Dalam pergaulan sehari-hari antar umat tidak pernah mempersoalkan apa agama masing-masing, tetati semua komponen bersama-sama membangun di Nginamanu Raya ini. Ahmad  yang juga terlibat dalam panitia mengaku senang bisa bertemu dan bercengkaram dengan Uskup Sensi di sela-sela kegiatan ini.

Sementara Camat Wolo Meze Kamis Belo dan Nyonya Nurhayati Belo juga tampak bercengkrama dengan Uskup Sensi pada kesempatan itu, bahkan baru bubar bersama-sama menjelang Uskup Sensi pamitan kembali ke Ndona. Dikatakan Kasmin, kehidupan antar umat di Kurubhoko, desa Nginamanu sangat baik dan rukun.

Lintas Iman

Persemian paroki Kurubhoko menjadi special karena di pusat paroki dalam suasana desa itu selama ini umat Katolik hidup berdampingan secara damai dengan umat dari jemaat Protestan dan Komunitas Muslim. Itu sebabnya, sehari sebelum peresmian kedatangan Uskup Sensi disambut oleh tokoh adat dan tokoh Katolik, tokoh Kristen dan Tokoh-tokoh Muslim. Tampak hadir dari Pendeta Yohanes Gara, Pimpinan dari Muslim Ahamad Damu, Usman Lay, Camat Wolomeze Kasmin Belo yang juga hadir pada saat misa kudus hingga berakhirnya acara pada pukul 17.00 wita.

Keterlibatan umat dari agama Kriten Protestan dan Muslim  juga terlihat dalam panitia peresmian dan ikut ambil bagian memberi donasi dalam merehap kapel yang akan menjadi gereja Paroki. Sejumlah anak dari dua agama ini juga mengambil bagian dalam atraksi pementasan meriahkan peresmian paroki yang dilayani oleh imam-imam OFM itu.

Hadir pada persemian itu sejumlah pastor Paroki yang pernah bertugas di Paroki M.A Maronggela yang wilayahnya meliputi Kurubhoko dan sekitarnya, di antaranya Rm. Basilius Lewa, Pr, Rm. Filter Pendi, Pr, Rm. Gabriel Idrus, Pr dan Rm. Peter Day, Pr. Di antara pastor ini yang pernah menetap di Kurubhoko antara 1996 – 1998 Rm. Peter Day,  memberi apresiasi dan profisiat kepada umat di Kurubhoko yang kini boleh berguyup dalam satu paroki secara mandiri.

Era Rm. Peter dengan  Pastor Paroki M.A Maronggela Rm. Arnold Dhae, Pr, Rm. Peter memilih menetap di Kurubhoko dengan sebutan wilayah pelayanan Lantai I mencakup Kurubhoko hingga Lindi dan Mbazang, karena kala itu Rm. Peter mendapat Tugas Uskup Longginus Da Cunha (Almr) sebagai Pastor pembantu Paroki Soa dan Paroki Maronggela. Sedangkan Maronggela dan sekitarnya masuk dalam wilayah pelayanan Lantai II. Mimpi menjadikan Kurubhoko sebagai pusat pelayanan paroki sudah mulai diwacanakan sejak era Rm. Peter Day, Pr dan m. Arnold Dhae, Pr.


Kilas Balik
Ketua Panitia Peresmian, Kornelis Nuwa dalam sambutannya mengatakan‎, sebelum menjadi sebuah kuasi paroki, umat Kurubhoko telah melewati perjalanan dan kisah yang sangat panjang. Pa‎da tahun 1950, wilayah Kurubhoko wilayah Tanawolo itu meliputi; Tajo, Turenelu, Malafai, Nangge dan Malabaka. Kala itu kata dia, Kurubhoko merupakan salah satu wilayah pastoral Paroki Salib Suci Soa. Kemudian, pada tahun 1957 wilayah Tanawolo menjadi wilayah Pastoral Paroki Hati Kudus Cor Yesus Wangka. Selanjutnya, sekitar tahun 1959 wilayah Tanawolo menjadi bagian dari wilayah Paroki St. Maria Asumpta Warukia.

Antara tahun 1980 dan 1983 wilayah pastoral Tanawolo dibagi menjadi tiga stasi, yakni stasi Nangge-Kurubhoko, stasi Tajo, dan stasi Malafai. Akan tetapi karena jarak antara ketiga wilayah tersebut dengan pusat paroki sangat jauh, maka pada tahun 2012 umat bersama Pastor Paroki mengajukan permohonan pemekaran wilayah paroki. 

Keinginan umat dari ketiga stasi tersebut disambut baik oleh Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr. Hal ini disampaikan melalui Vikep Bajawa RD. Yosef Daslan Moang Kabu, Pr. Kemudian pada 2 September 2012 dibentuklah panitia pemekaran. Panitia ini mempersiapkan umat untuk memulai sebuah paroki. Kerja panitia ini sudah mulai mendapat titik terangnya pada 29 Mei 2014. Pada hari raya kenaikan Yesus Kristus itulah, wilayah Kurubhoko ditetapkan sebagai paroki persiapan (Quasi Paroki) dan dilayani oleh para imam dari ordo Saudara-saudara Dina OFM.

Lanjut Kornelis, sejak ditetapkan sebagai kuasi paroki, panitia persiapan bekerja siang dan malam bersama umat untuk mempersiapkan kuasi paroki menuju yang definitif. Kerja keras umat ini mendapat tanggapan dari Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr. Dalam pertemuan pastoral di Mbay. Pada saat itu Uskup Agung Ende menetapkan tanggal 2 Agustus 2017 sebagai hari peresmian Paroki Kurubhoko. Namun karena persiapan belum matang maka peresmian ditunda waktunya hingga digelar pada Senin (11/09/2017).(ch)***
x

No comments:

Post a Comment