Responsive Ads Here

Wednesday 10 January 2018

Obituary: RD Arnold Dhae, ‘SOSOK LITERAT’


Oleh: Emanuel Djomba - 
Pegiat/Tuan Rumah Literasi Cermat Ngada -  


Mengenal dekat RD Arnold Dhae,  waktuku tiga pekan, antara pekan pertama hingga pekan ketiga Agustus 2016. Saat dimana saya bersama dua teman dan beberapa tokoh di Soa berjibaku dengan waktu merampungkan buku ‘Jejak Salib di Ebu Pu’u’ – Jejak pengalaman Iman 75 Tahun Gereja Katolik Paroki Soa dan 99 tahun pekabaran Injil di tanah Soa. Buku ini dikejar momen peluncuran bertepatan dengan perayaan Intan Paroki ini, sebulan kemudian tahun itu.

Untuk merampungkan buku tersebut, saya bersama dua sahabat harus ‘dikarantina’ di Susteran FMM, Soa oleh pastor yang murah senyum ini. Hari-hari kami selama tiga pekan itu, adalah hari-hari menulis semata. Meski dengan berat hati merampungkan buku hingga naik cetak karena waktunya sangat singkat, namun  RD. Arnold Dhae dan Wakil Ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) Martinus Meo yang kini juga sudah berpulang meyakinkan saya bersama tim mampu menyelasaikan tugas itu.

Sejak Mey, Juni dan Juli tahun itu, RD Arnold Dhae, Pr selalu mengikuti seluruh proses penulisan buku mulai dari mengumpulkan data dan berbagai informasi yang tercecer terkait dengan sejarah perjalanan iman umat di Soa hingga menjadi sebuah Paroki besar seperti saat ini. Agar lebih efektif, maka pastor kelahiran Waca, Nagekeo 16 Oktober 1954 ini mempertimbangkan agar proses penulisan dirampungkan di Susteran FMM karena suasananya  nyaman.

Dalam sepenggal  waktu, hari-hari kami berada di antara Susteran FMM dengan Pastoran Paroki Soa yang hanya terlampau jarak sekitar  300 meter. RD Arnold Dhae selalu mengunjungi susteran entah pagi sekaligus misa pagi, entah siang maupun malam. Begitu proses ‘karantina’ dimulai,  dia berpesan, “Jangan sampai lupa makan, supaya tidak sakit.”  Selanjutnya pastor yang pernah bertugas di Paroki MA. Maronggela, Maunori, dan Mataloko itu selalu nelpon jika jam makan tiba dan menunggu di meja pastoran Soa untuk makan bersama. Jika tidak berada di tempat, dia selalu berpesan kepada karyawannya agar tim penulis buku makan tepat waktu.

Ketika tim merampungkan penulisan buku “Jejak Salib di Ebu Pu’u”, RD Arnold Dhae juga merampungkan tiga tulisan yang menjadi bagiannya. Dia menulis prolog buku ini dengan judul “Jangan Meninggalkan Sejarah”, bab II dengan judul “Soa  Se Roga” –gambaran tentang masyarakat Soa dan pada epilog dengan judul: “Bangsa Peziarah”.

Melalui tulisan prolognya, RD Arnold Dhae menggambarkan sejarah nenek moyang orang Soa yang datang hingga ke Cekungan Soa sebagai bangsa Nomaden (pengembara) dan pemburu, selanjutnya mulai hidup menetap dalam komunitas. Dia juga menggambarkan kondisi geografis dan mata pencaharian orang Soa di hamparan yang subur di kelilingi gunung api dan sungai, gambaran tentang etos kerja orang Soa hingga kebudayaan orang Soa. Namun pada epilog buku ini, RD Arnold Dhae menggambarkan orang Soa sebagai ‘bangsa’ peziarah bersama Tuhan dalam komunitas basis hingga terbentuk dalam komunitas paroki. Ziarah ini bermuara pada satu simpul menuju Rumah Bapa.

Dari tulisan-tulisannya, saya mengenal lebih dekat dengan RD Arnold Dhae,  sebagai sosok yang cerdas, berkarakter, sederhana dan humanis. Tulisan-tulisannya bernas yang lahir dari pemikiran yang jernih dan kazanah pengetahuan yang diperkaya dengan pengalamannya dalam karya pastoral hingga menutup mata.
 
RD Arnold Dhae di antara pengurus DPP Paroki Soa
Sosok Literat

Di sela-sela kegiatan menulis buku, saya kadang sedikit ‘nakal’ mengintip aktivitas RD Arnold Dhae di ruang kerjanya – di pastoran Soa. Ruangan sekitar 4 x 4 meter itu ‘bak berdinding rak buku. Karena memang dalam ruangan segi empat itu berjejer rak yang dipenuhi ratusan bahkan mungkin 1000 judul buku. Mungkin perkiraan saya keliru, tetapi memang ruangannya penuh dengan buku-buku. Di atas meja kerja bertumpuk beberapa buku terbuka. Sebuah laptop selalu dalam keadaan terbuka. Menunjukkan bahwa dia sosok pembelajar. Tiada hari tanpa membaca, menulis. Meski begitu, tugas pastoral tak pernah dilalaikannya. Semua pelayanannya dituntaskannya hingga ke KUB.

Tidak berlebihan jika dikatakan dia sosok pembelajar. Dari tulisannya sangat kaya diksi sehingga dengan mudah merakit kata yang satu dengan kata yang lain. Itu juga tampak dalam komunikasi lisan, dia terlihat fasih namun diksinya sederhana sehingga mudah dicerna oleh berbagai lapisan umat. Tampilan yang sederhana menampakkan kesahajaan sosok yang gemar menggantung lega menyilang di posturnya yang tampak agak gemuk.

Saya seperti mendapat chemistry dengan pastor yang tak banyak mengeluh ini. Chemistri karena memiliki hobi membaca dan menulis. Tak heran jika dalam diskusi-diskusi santai di meja makan  banyak hal bisa diartikulasikan dengan baik dan mudah dicerna karena kaya akan pengetahuan.

Sekarang RD Arnold Dhae, sudah berpulang ke rumah Bapa di Surga. Raganya tak tampak lagi. Karenya, semua orang akan merasa kehilangan, khususnya umat di Soa. Namun bagi saya dia ada di sini. Sebagai manusia RD Arnol Dhae sudah tiada, namun melalui karya tulisnya semangat dan spiritnya tetap hidup sehingga membuat orang akan tetap mengenangnya. Melalui tulisan dia hidup, bahkan tidak akan ‘tenggelam’ dalam sejarah sebagaimana para pujangga. Hal ini mengingatkan saya pada ungkapan sastrawan Indonesia Pramudya Ananta Toer yang mengatakan, “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi jika ia tidak menulis maka dia akan tenggelam dalam sejarah dan masyarakat.” Dia cerdas, karenanya dia memiliki kemampuan menulis.

RD Arnold Dhae adalah sosok imam yang kaya akan ilmu dan terus belajar hingga Tuhan menentukan waktu baginya untuk kembali. Manusia yang berilmu bisa dikatakan sebagai manusia yang literat. Ilmu yang didapatkannya adalah hasil dari membaca, observasi, diskusi dengan orang yang menurutnya bisa dijadikan sebagai sumber informasi. Sosok yang literat haus akan informasi dan pengetahuan terbaru. Bisa menjadikan setiap situasi dan kondisi sebagai sumber belajar, dan setiap orang dimintai pendapat, tanggapan, atau jawaban sebagai gurunya. Dengan demikian, sosok literat adalah sosok pembelajar.
Sosok literat merupakan  hasil dari aktivitasnya dalam bidang literasi. Literasi bukan hanya diartikan sebagai aktivitas membaca dan tulis saja, tetapi juga mencakup keberpahamannya pada bidang-bidang tertentu, mampu memilih dan memilah informasi, berbudaya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
DPP Paroki Soa
Sosok  literat memiliki ketenangan dan kebijaksanaan dalam menyikapi sebuah masalah. Sosok literat itu berkarakter kuat, antara lain karakter sebagai pembelajar, rasa ingin tahu, berbagi ilmu pengetahuan.
Karena memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman dia bagai samudera yang dalam. Bagai cahaya yang menerangi dalam kegelapan, mampu menjadi penjelas bagi yang kurang jelas, mampu memberikan jawaban yang bagi yang bertanya. Jadi sosok literat  pada intinya mampu menjadi bagian dari penyelesaian masalah.
Dalam kaitan dengan sosok literat, tentu sangat dibutuhkan dalam membangun masyarakat. Karena RD Arnold Dhae seorang Imam, maka dia dibutuhkan oleh Gereja untuk membangun iman umat di manapun dia ditugaskan. Kekuatan sosok literat karena  dia memiliki daya kreatif, inovatif, kompetitif, sekaligus mampu mengembangkan sikap kolaboratif dengan berbagai pihak dalam menjalankan karya pastoralnya.
Sosok literat secara spesifik menggemari berbagai literatur dan memiliki kemampuan menulis. Kehidupannya diwarnai dengan aktivitas literasi sepanjang hayat. Secara umum makna literasi juga menunjuk pada sosok pembelajar. Dan hanya sosok-sosok pembelajar – manusia pembelajar – yang mampu membawa perubahan.
Di tengah rendahnya aktivitas berliterasi (belajar-membaca/menulis) saat ini, kita sebenarnya membutuhkan sosok semacam RD Arnold Dhae, melalui teladan-teladan positif tanpa kata. Kita kehilangan sosok literat itu setelah dia berpulang ke pangkuan Bapa di Surga. Meski begitu spiritnya ada di tengah-tengah kita. Dia sosok literat yang patut diteladani dan digemakan dalam aras zaman.

Tangal 9 Januari 2018 yang lalu RD Arnold Dhae,  berpulang ke pangkuan Bapa di Surga. Sosok yang dikenal ramah ini meninggal dunia setelah sempat dirawat di Semarang sejak Oktober 2017 lalu. Selamat jalan RD Arnold Dhae, - berbahagialah bersama para kudus di Rumah Bapa.***

1 comment:

  1. Selamat jalan sosok literat, Doa kami mengiringi kepergianmu..Teriring duka dan air mata dari kami umat paroki Soa..Semoga arwahmu tenang di sisi Sang Ilahi..RD Arnoldus Dhae,Pr..
    Salam Bung Eman Djomba tuan rumah literasi Ngada (Agent of literacy movement)

    ReplyDelete