Responsive Ads Here

Thursday 22 October 2015

Menyingkap Pesona Wisata di Kaki ‘Sang Ine’


BAJAWA/FLORES, vigonews.com - Bagi para petualang, Gunung Inerie 2.400 meter di atas permukaan laut  adalah puncak yang selalu siap untuk ditantang.Ternyata ada yang terlupa.  Hamparan  (dataran rendah di kaki gunung) sebelah utara juga menanti untuk ditantang. Ratusan bahkan ribuan hektar lembah yang mengelilingi ‘Mama yang Cantik’ – julukan Inerie - ini belum terjamah.

Ketika pejabat publik  darah ini bicara Bajawa miskin ruang publik – tempat bagi warga kota untuk melepas suntuknya kehidupan – ingatan penulis tiba-tiba berkiblat ke ruang terbuka di kaki  Inerie yang kini dirimbuni kayu putih dan cemara itu. “Kalau di Bali ada Kebun Raya Bedugul  yang eksotik – Mungkinkah di Bajawa ada Kebun Raya Inerie?” kayalku menjulang.


Ini inspirasi, ketika dengan sejumlah jurnalis melepas lelah setelah perjalanan dari Tololela menyaksikan festival musik tradisional  Bombardom  awal September 2015 lalu. Di atas rerumputan hijau, di bawah rimbun kayu putih,  mata nyaris terpejam dihembus sepoi senja itu.  Di bawah rindangan kayu putih yang mirip pinus itu, beronggok satu dua bongkahan batu alam, semakin membuat tempat ini terlihat eksotik.


Kebun Raya Bedugul di Bali yang rimbun dengan hamparan dihiasi rumput hijau, kini sudah disulap oleh Pemda Bali, laiknya sebuah taman. Tempat jutaan warga Bali, Nusantara, bahkan mancanegara melepas kejenuhan hidup, menimba kesegaran dan semangat baru di ruang terbuka yang asri itu.

Rerimbunan pohon kayu putih di  kaki gunung Inerie
Kalau hamparan  Inerie suatu saat  disulap laiknya sebuah kebun raya semacam itu, tentu saja ruang-ruang yang terasing akibat suntuknya kehidupan akan dapat dipulihkan dengan kesegaran taman ini. Dan bukan tidak mungkin – meski dengan investasi lumayan besar – tempat ini akan menjadi tujuan wisata bagi masyarakat di daratan Flores. Karena letaknya di mata jalan antara Kota Bajawa dengan  kawasan wisata budaya Jerebu’u, maka kehadirannya kian strategis. Sehingga, bukan saja menyedot wisatawan lokal tetapi juga wisatawan nusantara bahkan manca negera ketika mereka sedang berada di kabupaten dan kota ini.

Kalau sudah disulap laiknya sebuah taman, dan menyedot pengunjung  setiap saat,  manfaat ikutan akan datang dengan sendirinya. Kawasan ini sudah pasti menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang mendatangkan rupiah dan dolar bagi masyarakat lokal. Di Kabun Raya Bedugul, Bali, omset dari tiket masuk saja mencapai ratusan juta perhari. Belum terhitung omset keuntungan masyarakat yang bergerak di sektor nonformal dan dampak ikutan lainnya akibat kehadiran taman itu. Penginapan pun bukan tidak mungkin menjadi bisnis yang dapat diwujudkan oleh masyarakat sekitarnya.


Meski tidak tergolong tempat wisata resmi, namun secara diam-diam ternyata  hamparan ini sering menjadi tempat tujuan para pelesir bagi banyak orang, bahkan wisatwan mancanegara.  Apakah tempat ini hanya sekedar hamparan luas dengan rimbunnya pohon kayu putih dan cemara? Ternyata tidak. Beberapa situs yang dipercaya masyarakat ssetempat dan menjadi cerita bermakna penuh kearifan berada dihamparan ini.

Kampung tradisional 'Bela' sudah menjadi daya tarik yang dikunjungi wisatawan - tak jauh dari kaki gunung Inerie
Di lereng gunung ini tersembunyi berbagai  situs menarik untuk kegiatan wisata. Bahkan jika mendapat sentuhan investasi  akan mampu menarik minat pengunjung. Orang-per orang memang mulai membidik tempat ini sebagai tempat rekreasi yang menyenangkan dan sering datang sendiri-sendiri menikmati alam sekitar.  Sebut saja sebuah sekolah di Langa – SMP St. Agustinus – sudah beberapa kali menggelar kamping di areal yang masih menawan ini.

Letaknya yang dekat dengan ibu kota Kabupaten Ngada, Bajawa memang membuat tempat ini dipandang sangat strategis. Dengan demikian menjadi tujuan bagi warga kota untuk berekreasi di situ.  Jarak dari kota Bajawa ke arah selatan melewati kampung Langa sekitar 8 km. Tepatnya di kaki gunung Inerie.


Sebelum masuk kawasan potensial ini, pengunjung melewati kampung tradisional Bela. Kampung ini menjadi daya tarik wisata yang sering dikunjungi wisatawan mancanegara. Kampung ini membelakangi bukit ‘Gedha Tiza.’ Dari bukit ini mengalir air terujun ‘Wae Longa’. Namun uniknya air terjun ini  hanya ‘muncul’ dalam waktu tertentu. Kalau ingin menyaksikan indahnya air terjun ‘Wae Longa’ datanglah pada musim hujan, karena musim kemarau bukit ini tidak lagi mengeluarkan air akibat kemarau. Air terjun musiman ini juga bisa menjadi suatu keunikan yang layak dijual.


Sekitar  kawasan ini terdapat situs ‘Kapal Karam’. Masyarakat setempat menyebutnya ‘Alo Rajo Boat’, yang katanya merupakan peninggalan para pelancong dari zaman dahulu.  Cerita ‘Alo Rajo Boat’ berkembang di masyarakat sebatas itu saja.


Tidak jauh dari situ, pengunjung  dapat menjumpai situs alat music  ‘Batu Gong’. Cerita yang melegenda di masyarakat setempat bahwa di situs itu  jika dipukul dengan benda lain akan menghasilkan nada tertentu. Dan ‘Batu Gong’ ini jika dipukul menghasilkan nada:  do, mi, sol. Unik bukan? 


Hamparan di kaki gunung Inerie bukan hanya dihiasi rerimbunan pohon yang memberi kesejukan, tetapi juga mengonggok bongkahan batu alam yang memberi pesona lain tempat ini sehingga tampak eksotik

Di bagian lain dekat kaki gunung Inerie juga terdapat sebuah bukit yang amat terjal, dalam bahasa lokal disebut ‘Bedhi me Luna’. Tempat ini dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tempat menghukum seorang pria bernama Luna. Konon, Luna digantung di tempat itu karena melanggar aturan adat dalam kampung itu.

Antara kaki gunung Inerie dan bukit ‘Bedhi me Luna’ juga tempat yang unik, dan selalu menarik dikunjungi banyak orang. Lantaran di tempat yang tidak terlampau itu  menghasilkan ‘gema’ jika bersuara. Bagi siswa SMP St. Agustinus yang ada di Langa – dan letaknya tidak jauh dari tempat itu – selalu dijadikan tempat untuk praktik mata pelajaran fisika untuk materi Gaung dan Gema. Suara seseorang seperti terpantul kembali dan dipancar ulang berkali-kali.


Inerie memang  menyimpan misteri kepada banyak orang dan selalu ditantang untuk mengungkap. Puncaknya menggoda para petualang untuk menaklukan  guna ‘merubut’ keindahan dan pesona dari ketinggian 2.400 di atas permukaan laut. Dan, lereng serta hamparan di kaki ‘Mama yang Cantik’ ini menyimpan sejuta misteri yang menanti untuk disingkap. Kalau ada pepatah mengatakan: “Surga ada di bawah telapak kaki ibu,” – maka di bawah kaki Inerie – sang Mama yang Cantik – ada surga yang harus disingkap.


Hamparan luas ini berlum terjamah. Potensi yang ada belum dikemas. Jika dikemas, maka tempat ini bisa menjadi sebuah  taman atau kata lain yang lebih keren – Kebun Raya – yang dapat digunakan untuk rekreasi para wisatawan, baik lokal, nusantara maupun mancanegara. Daya dukung  agar  tempat ini menjadi daya tarik wisata pun tidak sedikit tersedia di sana. Mungkin perlu tangan-tangan bijak yang terulur agar pesona  yang ada di bawah kaki  Inerie itu dapat tersingkap untuk kesejahteraan anak cucu. (Emanuel Djomba)*

Insert foto: (Utama) Lembah di kaki gunung Inerie juga dihiasi bunga yang membuat tempat ini berwarna

1 comment:

  1. Terimakasih Pak Eman, sudah menulis potensi Inerie. Memang Inerrie itu bagaikan dara manis yang dikelilingi oleh situs-situs budaya dan sumber daya alam yang luar biasa. Banyak legenda yang dapat digali dari tempat ini. Misalnya Legenda Wae Rongo (kisah kiamat/kora bere) yang menyebabkan terjadi bukit-bukit menantang di Wae Rongo itu. Mengapa muncul nama-nama Watu Meze, Watu Dake, Watu Dhidi Laba, dll itu semua ada legendanya. Di kaki bukit Wae Rongo itu terselip legenda Ngora Segu, kisah terjadinya padi (bu'e pare) mirip kisah Dewi Sri di Jawa. Gunung Inerie itu sangat potensial untuk tempat wisata penuh tantangan: Panjat tebing, pacuan kuda, motorcross, dll. Juga wisata traking, jalan kaki menyusuri lereng gunung hingga masuk ke areal hutan df bagian selatan. Sayang, orang-orang di selatan itu dibolehkan untuk merambah hutan di gunung itu sehingga pohon eukaliptus (Pu'u Lui) dibabat.

    ReplyDelete