Responsive Ads Here

Saturday 14 November 2015

Setelah Keluh Kesah, Para Guru Rebutan Selfi Bareng Abraham Liyanto



BAJAWA/FLORES, vigonews.com - Kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan bagi pengurus PGRI dan guru di kabupaten Ngada, Kamis (12/11/2015)  malah berubah jadi ajang menyampaikan keluh kesah bagi para pendidik. Setelah itu para guru minta selfi bareng Abraram Paul Liyanto, anggota DPD RI.

Kehadiran anggota DPD-MPR RI Abraham Paul Liyanto justru menjadi kesempatan untuk menyampaikan uneg-uneg para guru dalam menjalankan tugas. Bukan itu saja, Setelah menyampaikan uneg-uneg, para guru ramai-ramai minta selfi bareng anggota DPD - MPR RI  Abraham Paul Liyanto.

Abraham Liyanto memang diberi ruang dan waktu untuk menyampaikan empat pilar kebangsaan: Pancasila, UUD Republik Indonesia 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika. Namun saat sesi tanya jawab menjadi momen untuk menyampaikan keluh kesah yang rupanya sudah disimpan lama.

'Dijejali uneg-uneg para guru, Abraham Liyanto pun mendengar dengan senang hati. Karena sebagai wakil rakyat (DPD-RI) memang itu sudah tugasnya. "Justru kalau ada masalah begini, yang membuat kami bermanfaat dan berjuang untuk rakyat," kata Liyanto.

Tiga orang guru: Jeane Tandawatu, Wilibrodus Raga, Marsel Bele menyampaikan keluh kesah cukup  menohok, sebagai bukti kekesalan mereka  menyangkut persoalan-persoalan yang menggelisahkan para guru.

Jeane Tandafatu keluhkan proses UKG yang dinilai tidak ada manfaat. Guru yang tidak lulus tidak pernah ada pembinaan lanjutan seperti pelatihan. Kemudian diuji lagi begitu seterusnya kalau tidak lulus sampai tiga kali out.

"Ini sebenarnya bagaimana. Kita jadi bingung karena  seperti tidak ada kelanjutan. Tiga kali tidak lulus terancam out. Kok seperti tidak ada ujung ya? Tujuan dan manfaat dari UKG seperti semakin tidak jelas," katanya kesal.

Senada dengan Jeane Tandafatu, guru lainnya Wilibrodus Raga mengatakan terkait dengan urusan administrasi para guru sendiri justru semakin membingungkan para guru. "Kalu dicermati, guru seperti belum tahu dengan masa depan mereka yang ideal," tanya Wily sapaan akrabnya.

Para guru saat mengikuti sosialisasi empat pilar kebangsaan
Memang apa yang dikatakan Wily bukan tanpa alasan. Menurut dia, secara administrasi membingungkan para guru. Dari soal urusan UKG, Padamu Negeri, Dapodik hingga PUPNS, membuat waktu guru habis hanya urus hal-hal itu. "Semua guru disibukan dengan urusan barang itu, urusan cari sinyal untuk internet. Lalu kapan kami punya waktu urus siswa di kelas," tanya Wily.

"Kami hanya memerlukan  aturan praktis yang bisa dilakukan dengan simpel sehingga tidak mengganggu tugas pokok mendidik. Perlu sistem yang memberi kenyamanan dan sederhana sehingga  guru juga bisa bekerja nyaman," tambah Wily.

Sementara Marsel Bele menyoroti pelaksanaan Kurikulum yang kadang diberlakukan tergesa-gesa tanpa menyiapkan SDM terlebih dahulu, misalnya melalui pelatihan. Sehingga kata Marsel, pelaksanaan kurikulum jauh lebih siap. Yang dimaksud Marsel adalah para guru mesti diberi pelatihan terlebih dahulu.

Dia juga menyoroti, akibat pelaksanaan yang terkesan tergesa-gesa banyak sekolah tidak siap baik dari sisi SDM maupun infrastruktur pendukungnya. Kalau sudah sistem IT pelaksanaannya, dia mempertanyakan apakah sekolah-sekolah sampai di pelosok sudah siap infrastruktur pendukung seperti IT, listrik dan lainnya.

Sehubungan dengan keluhan para guru, Abraham Liyanto mengatakan persoalan-persoalan itu siap  dibawah dalam pembahasan paripurna.

Dia mengakui pelaksanaan apapun dalam bidang  pendidikan memang masih terkendala sistem. "Kami sedang bahas UU sisdiknas. Kita sdh dengar keluhan dari seluruh Indonesia. Kita harap dengan aturan ini semua bisa berjalan lebih baik, demikian juga dari sisi anggaran untuk pendidikan," katanya.

Soal kurikulum K-13 yang kemudian dipending karena memang masih mengalami banyak hambatan. Meski Liyanto sendiri mengakus, sebenarnya K-13 bisa membawa pendidikan kita sejajar dengan negara maju. "Anak tidak lagi belajar menghafal, tetapi belajar kreatif. Hanya karena semua masih ada kendala makanya dipending. Tetapi tahun 2019 mau tidak mau siap laksanakan," jelas Liyanto.

Terkait dengan keluhan pengurusan administrasi yang dinilai tumpang tindih, Liyanto mengaku "sebenarnya itu kelemahan tata negara kita. Kelemahan sistem pendidikan. Begitu juga dengan bidang lainnya seperti kesehatan. Itu sebabnya k-13 tidak boleh jalan dulu. Sistem kompetensi juga tidak boleh jalan dulu. Jadi sistemnya yang harus diciptakan dulu," paparnya.

Dalam hal sertifikasi, Liyanto minta para guru supaya motivasi dimurnikan. Apa tujuan sertifikasi? Apakah untuk kejar uang atau meningkatkan mutu pendidikan anak bangsa. "Sertifikasi jangan kejar uang, tetapi harus bertujuan memperbaiki mutu pendidikan. Jadi uang itu penghargaan akibat kerja-kerja profesional," katanya. (Laporan: Emanuel Djomba)*

No comments:

Post a Comment