Responsive Ads Here

Sunday 15 November 2015

Tahun 2015 Penerimaan Petani dari Usaha Kopi AFB Rp 8,6 Miliar


BAJAWA/FLORES, vigonews.com – Nilai penerimaan petani dari usaha kopi olah basah di kabupaten Ngada pada tahun 2015 mencapai Rp 8,6 M, dengan peningkatan industri hilir 10.000 kg green been/tahun.

Demikian dikemukakan Peneliti dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia Djoko Soemarno dalam work shop Pendampingan Pengelolaan Kopi Arabika Flores Bajawa (AFB), kerjasama antara pemerintah kabupaten Ngada dengan Puslitkoka  Indonesia, di Cafe Maidia, Rabu (11/11/2015)

Menurut Djoko, Setelah melakukan pendampingan selama kurang lebih 12 tahun ada peningkatan harga jual kopi gelondong merah Rp 5.000 – 6.000/kg. Peningkatan produksi kopi gelondong merah di tingkat petani 2.500 ton ke UPH. Peningkatan produksi kopi gelondong merah di tingkat petani 2.500 ton ke luar UPH. Pada tahun 2015 nilai penerimaan petani dari usaha kopi olah basah ini sebesar Rp 8,6 M, dengan peningkatan industry hilir 10.000 kg green been/tahun.

Dikatakan Djoko, pada tahun 2015 petani kopi arabika di Ngada berhasil memproduksi kopi mutu baik 780.000 liter HS basah dan telah dijual langsung ke eksportir dengan harga Rp 12.000/liter. Jadi, mutu kopi yang dihasilkan UPH sudah lebih baik dan relatif konsisten baik antar waktu maupun antar UPH. Oleh karena itu perlu dipertahankan dan ditingkatkan pada tahun-tahun yang akan datang.Kegiatan pembinaan mutu dan sistem pemasaran kopi AFB telah memberikan dampak yang positif baik yang terukur maupun yang tidak terukur.

Terkait dengan work shop, tambah Djoko, maka fokus pandampingan Puslitkoka pada tahun 2016, yaitu pembangunan laboratorium Mini UCK AFB; gerakan pemangkasan 100 ribu pohon kopi Arabika (tim pangkas kopi AFB; konversi Robusta ke Arabika kawasan IG; pemangkasan dan pemasaran Kakao, lanjutan pembangunan kebun dinas Ogi dan turekisa; penguatan kelembagaan; manajemen pemasaran online; pengawalan Perda kopi AFB.

Pada acara work shop mencul sejumlah pertanyaan dari peserta. Pit Tay soroti kesesuaian harga kopi dengan harga dolar sebagaimana pembicaraan awal. Selain itu, Pit juga menyoroti masalah jalan tani sehingga menyulitkan petani mobilisasi hasil dari kebun, dan juga
masih banyak petani menjual kopi ke pasar 'gelap'.

Daud L. Bara berharap perda tentang kopi bisa lebih cepat direalisasikan karena banyak hal yang bisa diamankan. "Salah satu contoh, ada yang memanfaatkan kopi Bajawa dengan nama lain. Harapan kita perda ini bisa protek," katanya.

Terhadap dua sorotan dari para pelaku kopi, Djoko menjelaskan soal harga kopi dunia."Di pasar internasional, harga kopi kita tinggi meski dolar tinggi. 38.000 green been. Harga kita ini sudah di atas New York. Harga dari tahun ke tahun bagus," paparnya.

Hanya memang produksi kita belum bisa memenuhi kebutuhan pasar dunia yang cenderung terus meningkat. "Yang penting produksi tinggi. Mutu sudah oke, pemasaran sudah ada. Hanya perlu produksi tinggi. UPH harus siap tampung. Jangan sampai kemampuan tertolak, misalnya karena proses dan permodalan. Ini yang harus diantisipasi," katanya.

Djoko juga mengingatkan bahwa promosi menjadi elemen penting, bukan hanya keluar tetapi juga promosi di tingkat lokal. Karena itu perlu kerja sama dengan media yang ada.(ch)*

Insert foto: Work shop pendampingan pengelolaan kopi Arabika Flores Bajawa (AFB).

No comments:

Post a Comment