Responsive Ads Here

Monday 18 January 2016

Kompetisi Mading Ciptakan Pengalaman Menulis Mahasiswa STKIP Citra Bakti


MATALOKO/FLORES, vigonews.com  – Majalah dinding (Mading) tidak sekedar kegiatan menempel tulisan-tulisan di papan. Tetapi Mading justru membawa pengalaman bernilai bagi mahasiswa calon guru di STKIP Citra Bakti, Ngada pada pengalaman menulis.

Sebagai calon guru sekolah dasar (SD) Prodi PGSD STKIP Citra Bakti, Semester VII mengembangkan proses kreatif melalui aktivitas Mading. Mading dengan beragam konten dinilai menjadi sarana bagi para calon guru SD itu untuk meningkatkan kompetensi menulis. Diharapkan proses kreativitas Mading itu menjadi bekal bagi para calon guru kelak nanti mengembangkan tugas mendampingi  anak di tempat tugasnya.

Terkait dengan itu, Prodi PGSD STKIP Citra Bakti Ngada menggelar kompetisi Mading antar kelompok mahasiswa diakhir kuliah semester VII lalu. Kegiatan itu dilaksanakan di ruang PG PAUD kampus setempat, Sabtu (09/01/2016).

Proses kreativitas itu juga sekaligus menjadi tugas akhir kuliah semester. Karena itu, 54 mahasiswa yang mengikuti kuliah jurnalistik pada semester VII secara berkelompok berkompetisi dalam ajang adu kreativitas menciptakan mading yang terbaik sekaligus untuk memperoleh nilai ujian akhir semester (UAS).

Menurut Dosen Pengampu mata kuliah Jurnalistik, Emanuel Djomba, S.S, Kompetisi Mading antar kelompok itu hanya sebagai kiat untuk pengembangan kompetensi menulis bagi para mahasiswa di lembaga pendidikan calon guru itu. "Ada banyak kiat yang bisa dibuat. Hanya saya melihat dalam mading kaya akan konten yang bisa jadi model untuk meningkatkan kemampuan menulis para calon guru," kata Djomba.

Konten Mading dengan berbagai jenis karya tulis, kata Djomba yang juga Pemimpin Redaksi Media CERMAT itu, dinilai cukup efektif untuk mengembangkan kemampuan menulis mahasiswa calon guru. Karena itu dia mencoba menggunakan Mading sebagai salah satu model untuk memulai pembiasaan menulis dan membaca di kalangan mahasiswa yang kelihatan lesu.

Selain itu, pengembangan Mading bagi mahasiswa calon guru dilatari pengalaman sejak dirinya terlibat mendampingi mahasiswa program D-2 PGSD saat PPL antara tahun 2010 hingga 2012. Dalam kunjungan ke sekolah-sekolah ternyata sebagian besar tidak memiliki mading. Kalau pun ada Mading dalam kondisi 'hidup enggan mati pun segan.' Bahkan ada sekolah yang tidak memiliki Mading. Dari pengalaman itu mendorongnya menjadikan proses kreativitas ini sebagai model pengembangan belajar menulis di lembaga pendidikan calon guru itu. Karena mati hidupnya mading tergantung pada gurunya. Hanya, niat itu baru kesampaian setelah lembaga ini menjadi sekolah tinggi dengan jurnalistik sebagai salah satu matakuliah wajib.

Menurut Djomba, Mading mestinya menjadi oase guna menyegarkan intelektualitas siswa mulai dari sekolah dasar. Dari sana siswa mulai belajar menulis dan membaca guna mengembangkan sikap kritis. Dari proses kreativitas ini setidaknya dapat meningkatkan budaya minat baca dan tulis bagi masyarakat. Budaya ini memang harus dimulai dari guru. Makanya ada ungkapan Guru itu digugu dan ditiru.

Sebagai calon guru, mahasiswa STKIP Citra Bakti menjadi kelompok strategis dalam menghidupkan budaya baca-tulis di lembaga pendidikan di masa depan ketika mereka menjadi guru. Karena budaya baca-tulis merupakan tradisi intelektual yang tidak tergantikan. Itu sebabnya, pengembangan model kemampuan menulis berbasih Mading dinilai cukup efektif, perlu dan harus dilakukan.

Dalam kompetisi mading itu diikuti 10 kelompok mahasiswa dengan berbagai tema aktual. Melalui proses kreativitas itu, tema yang diaktualisasi dalam berbagai bentuk tulisan kemudian ditempel di mading. Tema natal dan tahun baru masih menjadi perhatian mahasiswa. Tema aktual lainnya adalah gender, kenakalan remaja, komunikasi sosial, keindahan, kepahlawanan dan pariwisata yang secara khusus mengekplorasi pesona wisata 17 pulau Riung.

Dari tema-tema tersebut masing-masing anggota kelompok kemudian menulis konten mading, mulai dari salam redaksi, news, artikel/feature, opini, tips, puisi/pantun, cerpen, ilustrasi, karikatur dan jenis tulisan lainnya. Kemudian, tulisan yang sudah dihasilkan lantas dipresentasekan oleh penulisnya sendiri.

Presentase itu dilakukan secara berkelompok yang kemudian mendapat tanggapan dari kelompok lain sehingga semakin memperkaya isi mading. Selain kesesuaian karya dengan tema, masing-masing menampilkan mading sebagai karya seni dengan dekorasi, disain tata letak eksotik, sehingga tidak asal tempel. Mulai dari tata letak, nama mading, tema, edisi, salam redaksi, susunan redaksi, konten mading hingga tips dan pojok mading. Semuanya dikonfigurasikan dalam areal mading dengan ukuran tertentu. Dengan cara ini tampak mading menjadi menarik yang tentu saja dapat mendorong siswa untuk membaca.

Salah seorang mahasiswa, Dina Maria Hildegardis menilai kompetisi Mading sangat menginspirasinya terkait dengan tugasnya menjadi guru. Sebagai guru dia merasa tertantang untuk mengembangkan kreativitas menulis karena melalui kegiatan ini akan mendorong anak untuk membaca. Dina yang mengangkat tema 'Pesona Riung' pada mading kelompoknya, mengakui di sekolah tak jarang mading hanya nama. Tetapi dengan kompetisi ini memacu dirinya untuk mewujudkan dan menghidupi mading di sekolah dasar, sehingga memberi manfaat bagi siswa. "Menghidupi mading sama dengan menghidupi budaya intelektual pada siswa sejak dini," ujar Dina. 

Di bagian lain Waket bidang Kemahasiswaan STKIP Citra Bakti, Maria Patricia Wau merespons dan selalu mendukung setiap kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan kompetisi mahasiswa calon guru, termasuk menulis. Terkait dengan kompetensi menulis, pihaknya sudah membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) jurnalistik. "Ke depan kegiatan akan diprogram secara baik dengan melibatkan mahasiswa minat khusus dan didampingi dosen pengampu MK Jurnalistik," katanya.(ch)*

Insert foto: Mahasiswa Prodi PGSD STKIP Citra Bakti Ngada

No comments:

Post a Comment