Responsive Ads Here

Thursday 21 July 2016

Para Uskup Regio Nusra Ungkap 12 Tantangan Kehidupan Keluarga


Vigonews.com, BAJAWA/FLORES – Refleksi Pertemuan Pastoral (Perpas) X para Uskup Regio Nusra mengungkap 12 tantangan kehidupan keluarga. Menurut Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota, masalah kehidupan keluarga menjadi isu trendy baik Gereja universal maupun gereja lokal.

Uskup Sensi mengungkapkan hal itu di sela-sela kegiatan penutup Perpas X, Kamis (21/07/2016) malam di Bajawa. Perpas X ditutup dengan misa kudus dengan selebran utama Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang, didampingi para konselebran Uskup Denpasar Mgr. Silvester San, Uskup Maumere Gerulfus Kerubin Parera, Uskup Larantuka Mgr. Frans Kopong Kung, Uskup Atambua Mgr. Dominikus Saku, Uskup Ruteng Mgr. Hubert Leteng, dan tuan rumah Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota.

Tantangan kehidupan keluarga, Kata Mgr. Sensi menjadi perhatian serius Gereja di Regio Nusra, dalam pertemuan yang mengangkat tema: “Pendidikan Iman dalam Keluarga Sebagai Wujud Kerahiman Ilahi”,  Tema ini merupakan sebuah refleksi atas berbagai persoalan di tengah umat dan biasanya pilih satu yang dinilai cukup trendy. “Jadi kami tidak hanya urus masalah kesalehan tetapi juga persoalan kemanusiaan,” katanya.

Karena itu, jelas Mgr. Sensi, Perpas juga melibatkan tidak hanya para uskup, tetapi juga pastor dan awam. Perpas yang dipusatkan di Kemah Tabor, Mataloko itu dihadiri 85 peserta yang terdiri dari utusan fungsionaris pastoral keluarga dari keuskupan-keuskupan, wakil pasutri dan kaum muda.

Masalah kehidupan keluarga direfleksi dalam 12 point sebagai tantangan keluarga-keluarga zaman ini, dibacakan pada misa penutup yang disampaikan oleh Christin Herman dari Keuskupan Denpasar . Disebutkan selain sukacita dan kegembiraan keluarga Kristiani, para peserta Perpas X menemukan sejumlah hal yang menjadi tantangan dan kendala dalam hidup keluarga.
 
Para Uskup Regio Nusra Ja'i bersama pada acara penutupan Perpas X di Bajawa
Tantangan-tantangan itu antara lain: masih banyak keluarga yang berpendapatan rendah dan bergaya hidup boros: Data BPS 2016: angka kemiskinan Propinsi NTT 1.160,530 (22,58%), NTB: 802,290 (16,54%), Bali 178.180 (4,25%); adanya anggota keluarga mencari kerja di luar daerah (migrasi) yang menimbulkan keretakan hidup berkeluarga; Kesibukan anggota keluarga baik akibat tuntutan hidup ekonomi maupun pengaruh teknologi modern yang menyebabkan jarangnya anggota keluarga untuk berkumpul dan berdoa bersama.

Tantangan lainnya adalah relasi suami istri kurang harmonis yang disebabkan berbagai faktor pemicu internal dan eksternal;  masih kuat tuntutan adat yang membebani hidup keluarga, seperti belis yang besar, ritus/perayaan dengan biaya mahal; adanya pasangan suami-istri yang terlibat dalam penyakit sosial (judi, narkoba, miras, pelacuran/perselingkuhan, dll).

Melemahnya kaderisasi dan pewarisan nilai-nilai kristiani kepada generasi muda; kurangnya persiapan calon nikah (pengatahuan, kemauan, fasilitas) dan kurang efektifnya pelayanan pastoral KPPK; perkawinan beda gereja dan beda agama yang berdampak negatif  pada pendidikan nilai kristiani bagi anak-anak.

Fanatisme agama berlebihan (menganggap agamanya paling benar dan merendahkan agama lain); mengalami lilitan budaya mayoritas karena menjadi minoritas di tengah mayoritas bukan Katolik; dan praktik perkawinan lokal yang bertentangan dengan perkawinan gereja, seperti kawin lari, kawin pintas, dan poligami.

Kegiatan penutup Perpas di Bajawa dimeriahkan dengan paduan suara dan tarian yang merepresentasekan daerah NTT dari SMAK Regina Pacis Bajawa. Dihadiri Bupati Nagekeo Elias Djo, Bupati Ende Marsel Petu dan Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa selaku Ketua Panitia Pelaksana. Perpas yang berlangsung tiga tahun sekali itu berakhir dengan penyerahan cinderamata dan tarian ja’i bersama. Perpas berikutnya akan digelar di Keuskupan Atambua pada tahun 2019 mendatang. (ch)

Insert foto: Para Uskup foto bersama usai penerimaan cinderamata berupa lega dan parang khas Bajawa

No comments:

Post a Comment