Responsive Ads Here

Wednesday 28 December 2016

Gerakan Yayasan Puge Figo - ‘Segenggam Biji Menimbulkan Mata Air’


Vigonews.com,  KURUBHOKO - Guna menanggulangi kebakaran di Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze, yang berlangsung dari tahun ke tahun, Yayasan Puge Figo mencanangkan gerakan reboisasi dan 'Pembangunan Benteng Api' di kawasan rawan kebakaran.

Fasilitator Yayasan Puge Figo, Nao Remon menjawab MEDIA CERMAT belum lama ini di Kurubhoko mengatakan, guna menangani masalah kebakaran di wilayah itu yang sistemik maka perlu tindakan dan gerakan yang sistemik pula.

Terkait dengan gerakan ini, kata Nao Remon yang didampingi fasilitator lainnya Lodofikus Ditgons, gerakan reboisasi  dipusatkan di gunung Nanggemba’a. Bukit dengan ketinggian sekitar 700 dpl itu dari tahun ke tahun tidak pernah luput dari jilatan api yang disebabkan oleh ulah manusia dan telah menyebabkan tanah di kawasan ini menjadi tandus dan potensi mata air menjadi kering.

Kegiatan perdana reboisasi di bukit ini sudah dilaksanakan sejak tanggal 15 November 2016 yang lalu, dan akan dilanjutkan hingga tiga tahun ke depan. Diharapkan dengan gerakan yang tersistem dalam jangka waktu tersebut, bencana kebakaran sudah dapat diatasi. Gerakan  Ini menjadi perhatian serius Yayasan Puge Figo guna membebaskan kawasan ini dari bencana kebakaran hebat.

Pada tahap awal, areal yang menjadi sasaran kegiatan seluas 100 hektar – dan akan dilakukan secara bertahap dalam tiga tahun berturut-turut. Sehingga, diharapkan dalam waktu yang sudah direncanakan itu, bukit ini sudah rimbun dengan berbagai jenis tumbuhan dan masalah kebakaran hutan pun teratasi.

Kegiatan mulai dikerjakan di puncak bukit dan bukan dari lembah. Dengan sasaran pembersihan rumput kemudian dilanjutkan dengan pembuatan terasering. Dari kegiatan ini diharapkan ada regenerasi tanah dan reboisasi, mengingat kebakaran hutan selalu terjadi setiap tahun sehingga bila musim hujan akan terjadi erosi. Karena itu gerakan reboisasi ini merupakan upaya untuk mngembalikan kesuburan tanah dan menjaga siklus air. Kalau itu bisa dilakukan, tidak tertutup kemungkinan muncul mata air.

Kegiatan ini dimulai dengan merintis rumput, pembuatan teras, penaburan benih pohon dari rumpun keluarga Fabaca. Manfaatnya mengembalikan kesuburan tanah dari daun dan akar. Estimasi, dari waktu penanaman, benih yang ditabur setahun sudah bisa berbuah. Selanjutnya buah/biji dari pohon-pohon itu mengering dan tersebar secara alami ke areal sekitar (areal lebih rendah). Biji yang merekah dan tersebar itu akan tumbuh lagi secara alamiah dan sistematis.

Menurut Nao Remon, pilihan jenis tumbuhan ini karena daya tahan terhadap api. Tantangan dilokasi ini adalah bagaimana melawan api yang selama ini dari tahun ketahun selalu menjadi agenda wajib terjadinya kebakaran.

Jenis tumbuhan yang ditanam diambil dari keluarga Fabaca, seperti:  lamtoro, turi, albesia, dimana masing-masing punya fungsi tersendiri. Lamtoro untuk reboisasi dan tahan api. Albesia adalah  pohon yang tinggi akan mengundang datangnya awan yang berpotensi hujan. Selain itu, ada juga kaliandra putih. Jenis ini ‘ganas’  (cepat menyebar) dan cepat berbuah pula. “Makannya dia menjadi benteng hidup terhadap bahaya api. Sedangkan jenis turi untuk keseburan tanah,” jelas Nao yang menambahkan, selain jeis tanaman dari keluarga Fabaca, juga ditanam pohon yang bermanfaat seperti mangga, nangka dan sere wangi.

Tahap pertama gerakan reboisasi – penanaman  pohon untuk benteng api –dilakukan dari puncak bukit menuju lembah. Cara ini dinilai cukup efektif memperhatikan faktor grafitasi. Kalau pohon-pohon itu sudah berbuah dan berbiji akan jatuh ke bawah/tempat yang lebih rendah, bukan ke atas. Nah ini akan berbeda jika proses reboisasi di lakukan dari bawah (lembah) karena buah dan biji dari pohon yang ditanam tidak akan jatuh ke atas. Dengan menanam dari atas, maka proses reboisasi juga akan berlangsung alami di samping intervensi manusia.

Reboisasi yang didanai oleh Yayasan Puge Figo diharapkan mampu mengatasi masalah kebakaran yang menjadi ‘agenda’ setiap tahun itu. Memang, kalau ditelisik, reboisasi di kawasan ini sudah beberapa kali dilakukan dengan menyedot biaya uang negara, tetapi tidak ada hasil sama sekali. Itu terbukti sampai saat ini kawasan bukti dan sekitarnya masih ditumbuhi rumput dan ilalang.

Yayasan Puge Figo yang bergerak di bidang lingkungan hidup prihatin dengan kondisi ini. Yayasan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup dan membudidayakan kembali tanaman-tanaman lokal endemik itu, bersinergis dengan sejumlah elemen dalam menyukseskan program ini, antara lain pihak Gereja (Kuasi Paroki) Kurubhoko, Desa Nginamanu, OMK Kuasi Paroki Kurubhoko, aparat keamanan, tokoh masyarakat dan elemen masyarakat lainnya.

Yayasan Puge Figo berharap program ini sudah menunjukkan hasil pada tahun kedua dan ketika. Nao Remon optimis jika dilakukan dengan baik maka tiga tahun mendatang bukit ini sudah ditumbuhi pepohonan yang rimbun dan menimbulkan mata air baru. Karena di sekitar bukit ini sejak dulu ada sumber mata air tetapi sangat kecil. Mungkin karena itu, Yayasan Puge Figo menyemangati gerakan ini dengan tagline “Segenggam Biji Bisa Menimbulkan Mata Air. (Emanuel Djomba)***

No comments:

Post a Comment