Responsive Ads Here

Sunday 14 May 2017

Forum Masyarakat Bowali, Kabupaten Ngada, Tolak Penggunaan Dana Desa untuk Kontrak Lapangan Sepak Bola


BAJAWA – Forum Masyarakat Peduli Bowali (FMPB) menolak penggunaan dana desanya untuk kontrak lapangan sepak bola. Aksi penolakan akan digelar, Senin (15/05/2017) besok, di Kantor Kepala Desa Bowali. Guna menyampaikan aspirasi sebagian besar warga, FMPB melayangkan surat pemberitahuan kepada  kepala desa sekaligus minta kesediaan menerima masyarakat yang tergabung dalam forum ini.

Surat pemberitahuan penyampaian aspirasi yang juga diterima redaksi vigonews.com, Minggu (14/05/2017) petang itu,  ditandatangi Ketua FMPB, Agustinus M. Th. Bhae. Surat tersebut ditembuskan juga kepada Bupati Ngada, Ketua DPRD Ngada, Kepala BPMD PP, Danramil 1625-01, Kapolres Ngada, Camat Bajawa, Babinsa Desa Bowali, Babinkam Desa Bowali, dan tokoh masyarakat desa Bowali.

Sesuai perihal surat tersebut, FMPB akan menyampaikan aspirasi penolakan pembangunan lapangan sepak bola dengan sistem kontrak tanah milik suku Gero yang berlokasi di RT 07, Dusun 04, Boba, Desa Bowali. Kontrak dimaksud menggunakan dana desa tahun anggaran 2017.

Forum ini menduga ada yang tidak beres dengan rencana kontrak lapangan menggunakan dana desa. Karena, ketika pramusrembangdes, program yang diprioritaskan pertama adalah pembangunan infrastruktur jalan yang menghubungkan beberapa kampung dan ke kantong-kantong ekonomi desa, pembangunan deker, pendidikan dan kesehatan. Namun anehnya ketika penetapan malah yang jadi P1 (prioritas satu) kontrak lahan untuk lapangan sepak bola.

Menurut Agustinus, kontrak lahan untuk lapangan sepak bola yang sudah ditetapkan itu terlebih dahulu dilakukan pengusuran lahan dengan biaya yang direncanakan dari dana desa lebih dari Rp 320 juta. Namun mekanisme kontrak hingga saat ini belum pernah dibicarakan. Hanya, dana yang dialokasikan Rp 320 juta itu untuk gusur saja.

Mekanisme kontrak juga tidak dijelaskan, akan seperti apa? Karena dalam ketentuan penggunaan dana desa tidak mengatur hal itu. Kecuali jika ada pihak ketiga mengontrak aset desa itu memang diatur, sebagaimana diatur dalam Permendagri No 1 tahun 2016 tentang pengelolaan aset desa, pasal 1 poin 11. “Tetapi desa mengontrak aset publik – itu sudah kami cari referensinya tidak ada,” katanya.

Selanjutnya, jelas Agustinus, pihaknya juga keberatan berdasarkan pertimbangan, bahwa usai masa kontrak, aset itu tidak bisa menjadi milik desa. Padahal dana desa yang dikeluarkan sangat besar. Tahun pertama saja Rp 320 juta hanya untuk gusur, tahun berikut masih harus keluar dana lagi untuk fasilitas lain yang dikabarkan akan bangun lapangan voli dan kolam renang serta penataan lingkungan sekitar. Air saja susah kok bangun kolam renang.

Kontrak dengan sistem bagi hasil 40 – 60 persen dinilai forum ini, hal yang mustahil. Siapa yang akan menyewa lapangan sepak bola itu?  Lalu perjanjian bagi hasil masuk akal tidak? Bagi warga, lapangan sepak bola bukan urusan yang urgen, karena saat ini latihan sepak bola masih bisa menggunakan lapangan di SDN Radha di desa itu. “Jadi bagi kami pembangunan lapangan sepak bola ini tidak ada hal yang urgen. Kita masih lebih membutuhkan saarana/prasarana jalan, bidang pendidikan, dan kesehatan.

Masyarakat, sebagaimana dikemukakan salah seorang tokoh yang juga panasehat FMPB, Arnoldus Naru, jadi bingung. Ini sisitemnya bagaimana? Semuanya tidak jelas. Kontrak berarti setiap tahun harus mengeluarkan dana desa selama 25 tahun dari rencana kontrak. Atau bagaimana? Kemudian diperoleh informasi nanti ada pembagian hasil dari penyewaan lapangan  60 persen untuk suku Gero (pemilik tanah) dan 40 persen untuk desa.  

“Lapangan sepak bisa menjadi salah satu kebutuhan masyarakat tetapi bukan yang utama. Jadi tidak perlu buru-buru. Apalagi pakai sistem kontrak. Kami lebih bisa terima kalau tanah dibeli sehingga kemudian menjadi aset desa. Bukan kontrak dan setelah desa bangun, besok lusa tidak jadi aset desa. Ini yang untung siapa?,” jelas Arnoldus.

Sesuai surat yang diterima redaksi vigonews.com, 84 warga yang merupakan representase 84 kk menandatangani pernyataan dukungan kepada forum guna menyampaikan aspirasi secara terbuka di kantor desa. Meski begitu, FMPB sudah menyiapkan pernyataan penolakan secara tertulis, dan siap melakukan dialog dengan pemerintah desa. “Siap atau tidak siap, kami tetap akan datang untuk menyampaikan aspirasi ini,” kata Agustinus.

Ketika melayangkan surat, kata Agustinus, Kepala Desa Bowali  Fransiskus Ana Meo berkeberatan untuk melayani FMPB yang akan menyampaikan aspirasi, Senin besok. Malah Fransiskus mempertanyakan legalitas FMPB.  Namun, forum tetap akan melakukan aksi mereka Senin. “Surat tembusan sudah kami sampaikan ke instansi terkait. Jadi diterima atau tidak, Senin kami tetap melakukan aksi untuk menyampaikan aspirasi masyarakat menolak kontrak lahan untuk lapangan sepak bola itu,” jelas Agustinus.

Sehubungan dengan rencana tersebut, redaksi vigonews.com, Minggu petang menghubungi Kepala Desa Bowali,  Fransiskus Ana Meo melalui ponselnya. Namun beberapa kali dihubungi, ponselnya sedang tidak aktif. (ch)***

Foto: Lapangan sepak bola yang ada di SDN Radha, Desa Bowali, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada. Selama ini jadi tempat untuk orang muda berolah raga.

No comments:

Post a Comment