Responsive Ads Here

Friday 1 December 2017

Gelar Sosialisasi Tahapan Pemilu, Komisioner KPUD Ngada Diingatkan Tidak ‘Main Api’


BAJAWA, vigonews.com – Kegiatan sosialisasi tahapan pemilu yang digelar KPUD Ngada, Selasa (28/11/2017) hangat. Peserta tegas mengingatkan lembaga penyelenggara dari tingkat desa sampai kabupaten tidak ‘main api’.

Beberapa tokoh muda minta KPUD Ngada tidak lentur menghadapi pilgub hingga pileg dan pilpres mendatang. Penegasan disampaikan beberapa tokoh muda, antara lain Ketua Ampera Ngada Yohanes Donbosco Ponong, Ketua PMKRI Cabang Ngada St. Stefanus, Sekretaris Partai Nasdem Jefri Beu dan Agustinus Lando dari ‘Rumah Literasi Cermat’ Ngada.

Keempat tokoh muda dari berbagai elemen itu minta penyelenggara benar-benar menunjukkan sikap independensi, berintegritas, konsisten dengan regulasi yang ada, dan terus melakukan pendidikan politik.

Ketua Ampera Yohanes Donbosko Ponong menegaskan  dalam mewujudkan pemilihan gubernur 2018 yang aman dan damai, salah satu alat ukur menakar kualitas demokrasi adalah integritas penyelenggarah Pemilu mulai dari tingkat Komisi pemilihan Umum Daerah (KPUD), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa, dan Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di tempat pemungutan suara.

Jika para penyelenggara pemilu tidak bekerja secara profesional dan sering terlibat dalam kegiatan menyukseskan kemenangan partai politik tertentu, kata Don Bosco, maka independensi penyelenggara pemilu dipertanyakan dan berpotenai menimbulkan sengketa Pemilu. "Terkait dengan itu, kami minta komisioner KPUD Kabupaten Ngada agar terus melakukan Bimtek kepada PPK dan PPS," Kata Bosko mengingatkan.

Sementara, Sekretaris Partai Nasional Demokrat (NASDEM) Kabupaten Ngada Jefri Beu kembali menambahkan, penyelenggarah pemilu harus berkpribadian profesional, indepen, jujur, akuntabel, dan berintgritas tinggi.

Jefri menunjuk pada  pengalaman penyelenggaran pemilu 2015 lalu, dimana penyelenggara pemilu di tingkat bawah (PPK, PPS, dan KPPS) teridikasi punya trik dan intrik tertentu untuk memenangkan sala satu calon, atau Calon legislatif dari partai tertentu. "Saya harapkan agar penyelenggarah pemilu harus memiliki integritas tinggi agar demokrasi kita benar-benar berkualitas" Ujar Jefri

Pendidikan Politik

Ketua PMKRI Cabang Ngada Santo Stefanus, Arigius Belo dalam sesi dialog mengatakan, lembaga penyelnggara Pemilu perlu terus menerus melakukan edukasi politik kepada masyarakat sampai ke tingkat desa. Seperti manajemen kepemiluan serta menerjemahkan setiap regulasi yang mengatur soal kepemiluan demikian juga dengan peraturan komisi pemilihan umum yang mengatur soal kepemiluan, sehingga jelas dan tidak menimbulkan keraguan dalam mengambil keputusan.

Dia mencontohkan ada beberapa klausul yang menimbulkan ambiguitas dari masyarakat umum seperti tentang syarat-syarat menggunakan hak pilih yaitu genap berusia 17 tahun pada hari pemilihan, dan tidak sedang ganggu ingatan/kejiwaannya. Arigius juga mempersoalkan bukti administratif secara material yang harus dikantongi oleh calon pemilih pada saat hari pemilihan."Mohon penjelasan dari KPUD Ngada terkait dengan orang yang pada saat pemilihan genap usia 17 tahun, dan tidak sedang ganggu ingatan atau kejiwaan," tandas Belo Arigius.

Semantara itu, salah satu peserta dari ‘Rumah Literasi Cermat’ Ngada, Agustinus Lando, meminta KPUD Ngada konsisten dengan setiap produk hukum yang mengatur tentang kepemiluan. Berkaca dari penyelenggaraan pemilu selama ini, tambah Agustinus, semua aturan KPU seperti hanya retorika belaka.

Tokoh muda kecamatan Wolomeze ini mencontohkan, dalam aturan KPU sudah jelas-jelas bahwa kepala desa, perangkat desa dan Badan Permusyawaratan desa tidak boleh terlibat sebagai tim sukses atau juru kampanye partai tertentu. "Tetapi yang terjadi, Kepala Desa, BPD, dan Perangkat desa secara terang benderang bekerja untuk memenangkan calon atau caleg dari Partai tertentu," Kata Us Lando.

Agustinus Wasek dan Komisioner KPUD Ngada lainnya
Tindak Tegas

Menanggapi peringatan dari sejumlah elemen, Ketua KPUD Ngada Stanislaus Neke mengatakan KPUD kabupaten Ngada selalau bekerja sesuai dengan undang-undang dan koridor regulasi yang mengatur tentang kepemiluan. KPUD bekerja profesionalisme, objektif, jujur, akuntabel, dan independen. "Kami pastikan kalau suara bapak ibu dari TPS 1000 pasti sampai KPU juga 1000. Kami tidak akan tambah kurang atau utak atik suara tersebut,” ujar Hans Neke.

Menanggapi pertanyaan social usai memasuki 17 tahun pada saat pemilu, Divisi sosialisasi KPUD Ngada Agustinus Wasek mengatakan, maksud dari genap berusia 17 pada saat hari pemilihan yaitu jika sampai dengan pemilihan gubernur 2017 seseorang akan memasuki usia tuju belas tahun, maka saat ini yang bersangkutan boleh mengurus EKTP atau Surat keterangan dari dinas kependudukan dan Catan Sipil.

Semantara itu maksud dari seseorang yang tidak sedang ganggu ingatan atau kejiwaannya yaitu seseorang dikatakan gila atau mengalami gangguan jiwa apabila dibuktikan dengan surat keterangan dokter. "Bagi seseorang yang pada saat hari pemilihan dia genap usia 17 tahun maka yang bersangkutan bisa gunakan hak pilih dengan menunjukan EKTP. Sedangkan bagi yang gila atau gangguan jiwa harus ada surat keterangan dari dokter," kata Agus.

Terkait dengan independensi, Divisi verifikasi KPUD Ngada Tomi Siko menjelaskan pada saat penyelenggaraan Pemilu tentunya ada lembaga kembar KPUD yaitu PANWAS yang akan mengawasi jalanya Pemilu. Jika diketahui ada keterlibatan kepala desa, BPD, dan Perangkat desa bisa dilaporkan ke panitia pengawas desa selanjutnya ke Panwascam tingkat kecamatan dan sampai panitia pengawae tingkat kabupaten. "Yang penting bisa dibuktikan scara formal dan material, biar diambil tindakan sesuai regulasi yang berlaku" kata Tomi.

Komisioner lain KPUD Ngada Aloysius Raubata mengatakan ketika komisioner KPU berada di ruang public memang selalau dicuriga oleh pihak lain, misalnya kebetulan bersalaman dan berdiskusi dengan orang dari partai politik. Lihat saja kejadian yang menimpa ketua KPUD DKI ketika terpaksa bersalaman dengan calon gubernur pada saat itu Anies Baswedan karena pada saat itu tidak ada jalan alternatif bagi dirinya.

"Memang kami sebagai komisioner KPU terkadang dilematis. Karena setiap tutur kata dan gestur kami dimaknai secara politik. Misalnya kami tiba duluan di warung makan, lalu kemudian secara kebetulan datang juga pimpinan Parpol dan mereka yang bayar semua  karena faktor pertemanan, namun  kadang dimaknai secara politik," kata Wies Raubata. (YDP)***

No comments:

Post a Comment