Responsive Ads Here

Saturday 29 April 2017


BAJAWA – Ini momen terakhir sarat makna bersama sang inspirator dan motivator, Thomas Dola Radho. Ketua DPRD Ngada periode 2004 – 2009 ini memenuhi undangan Kooperasi Media & Literasi, dalam gelar Launching kooperasi ini dan Relaunching MEDIA CERMAT,  Selasa (11/04/2017) di Rumah Pintar KPU Ngada.  Sosok yang bila berjumpa dengan siapa saja selalu memberi semangat dengan menepuk pundak itu tampak bersemangat dan segar bugar.

Begitu tiba di Rumah Pintar KPU, Thomas disambut hangat para undangan dan duduk bersebelahan degan Ketua KPU Ngada Thomas Jawa. Sebelumnya, sosok yang gencar mengampanyekan budaya literasi – membaca & menulis – sejak  lama ini,  memilih duduk di kursi paling belakang. Namun beberapa pejabat yang hadir termasuk Ketua KPU Thomas Jawa menyongsongnya mengantarnya duduk di barisan kursi paling depan.

Dia juga menyalami Pemimpin Umum/pemimpin Redaksi MEDIA CERMAT, Emanuel Djomba. Kepada  Djomba, Thomas menanyakan sesuatu . “Kau bikin koperasi apalagi ini,” kata Thomas singkat.

Dia mengikuti rangkaian kegiatan launching hari itu  dengan seksama. Mencermati setiap pembicaraan dan sambutan selama berlangsungnya kegiatan. Thomas tampak  nyaman di ruangan itu. Dia baru diberi kesempatan bicara pada sesi dialog usai launching produk media kooperasi.

Banyak isu diangkatnya ke permukaan. Terkait dengan Launching Kooperasi Media & Literasi dengan produknya, Thomas tampak fokus dan memberi beberapa penekanan. Momen itu seakan membangkitkan kembali kenangannya di masa lalu. Manakala dia selalu memberi motivasi kepada orang yang dijumpainya agar rajin membaca, dan selalu sisihkan uang untuk beli buku. Para guru di era dirinya jadi Ketua Yasukda diwajibkan sisihkan rupiah untuk beli buku.  Guru, kata dia, mana bisa mendidik dengan baik kalau malas baca. Itu kenangan yang sedikit dibukanya ketika memorinya dirangsang dengan wacana literasi.

Soal berdirinya Kooperasi Media & Literasi, Thomas memberi apresiasi kepada para intelektual muda yang sudah mulai. Bagi Thomas, ini sungguh gagasan cerdas dalam rangka menumbuhkan budaya literasi – melek media/baca/tulis – bagi masyarakat yang era ini sudah melorot akibat digempur dominasi gadget. Tatapi menurut dia, gadget tidak bisa meggantikan buku.

“Saya harap kooperasi ini menjadi wadah perjuangan untuk terus menumbuhkan budaya literasi bagi masyarakat dan bukan wadah untuk persaingan. Sesuai dengan semangatnya, kooperasi menuntut keterlibatan semua unsur yang ada di dalamnya,” pesan Thomas.

Thomas memberi motivasi kepada Crew Kooperasi Media & Literasi dan MEDIA CERMAT agar tidak berhenti berjuang untuk kebaikan banyak orang. “Ini tugas mulia yang sudah kalian pilih, karena itu harus komit dan berjuan terus, jangan berhenti.

Bagian akhir pesannya,  Thomas Dola Radho yang ketika itu terlihat masih segar sempat mengatakan, “Ini Kooperasi aneh. Saya mau jadi anggotanya.” Pernyataan Thomas sekaligus menutup komentarnya dan disambut  aplaus para undangan yang hadir.

Ternyata pesan di Rumah Pintar KPU Ngada itu adalah pesannya yang terakhir kepada publik. Thomas Dola Radho, engkau luar biasa. Selamat berbahagia di Rumah Bapa di surga. Spiritmu tak lekang dalam dada masyarakat Ngada.

Tampak hadir pada saat itu, Asisten 1 Setda Ngada Emanuel Dopo,  Ketua Kooperasi Media dan Literasi Bernadinus Dhey Ngebu, Sekretaris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Gerardus Reo, Kadis Pertanian Paskalis Wale Bai, Kadis Perikanan Korsin Wea, Kadis Kominfo Moi Nitu Anastasia, Ketua KPU Thomas Jawa beserta komisioner lainnya, Penasehat/Pengawas & Pengurus Kooperasi Media dan Literasi, unsur LSM, Organisasi Kepemudaan, Rohaniwan, unsur pers dan undangan lainnya. (ch)***

Thomas Dola Radho berpulang  ke rumah Bapa di Surga. Buku kehidupannya telah ditutup. Meninggalkan spirit menginspirasi generasi. Tokoh multi talent itu tutup usia, Kamis (27/04/2017) di Jakarta. Mantan Ketua DPRD Ngada ini menghembuskan nafas terakhir di rumah putranya Heru Dola Radho, dalam dekapan istri (Mama Rebeka)  dan kehangatan anak cucu. Tangis keluarga memecah keheningan malam di Perumahan Pulo Gebang Indah, Blok J 10 No 20, Cakung, Jakarta Timur.

Sekitar pkl. 21.30 WIB, Thomas masih sempat  makan malam bersama istri, anak, menantu dan cucu.  Selanjutnya cerita santai dan sesekali bercanda dengan cucunya, Dola Radho kecil. Tak ada tanda-tanda Thomas bakal berpulang. Semua dalam suasana akrab penuh canda dan tawa. Sesekali memberi wejangan kepada keluarga tentang berbagai hal. “Kami tidak menyangka bapak (Thomas-Red) akan pergi untuk selamanya malam itu,” kata Herus Dola Radho menjawab MEDIA CERMAT yang menghubunginya melalui ponsel, Jumat (28/04/2017).

Sejam kemudian dari suasana santai malam itu, kondisi Thomas terlihat  berubah dan drop. Denyut jantung berpacu lebih cepat dari biasanya setelah melakukan tensi. Namun kemudian berubah dan terus menurun detak jantungnya. Hingga terkulai lemah di pangkuan mama Rebeka. Semua terjadi begitu cepat hingga sekitar pkl 22.30 WIB, Thomas ‘pamitan’ dengan hembusan nafas terakhir. Memang sempat dilarikan ke Rumah Sakit St. Caraolus, tapi  Thomas tak tertolong.

Dikatakan Heru, ayahnya ke Jakarta setelah hari Paskah untuk melakukan operasi jantung. Indikasi sakit jantung sudah terdeteksi sebelum paskah ketika itu Thomas ke Jakarta melakukan chek up. Saat itu diketahui  Thomas ‘mengidap’ penyakit jantung. Ini sebagai komplikasi dari sakit gula yang dideritanya selama 27 tahun yang menyebabkan fungsi jantung menurun hingga hanya 40 persen. Dari hasil chek up diketahui terjadi banyak penyumbatan akibat komplikasi gula darah.

Saat-saat terakhir bersama keluarga, Thomas tidak memberi pesan khusus. Namun sepekan sebelum ia berpulang, Thomas sempat memberi motivasi  agar orang muda harus terus berkreasi, inovatif dan kerja keras. Ia menaruh perhatian pada banyak hal, terutama pada pembangunan orang muda. Karena bagi dia untuk membangun masa depan bangsa dan gereja harus piawai ‘merawat’ orang muda. Di berbagai kesempatan,  dari kulumnya selalu meluncur  turur yang sejuk dan menyulut semangat siapa saja yang mendengarnya.

Bagi banyak orang yang mengenal dekat dan berkiprah bersamanya, Thomas bagai telaga yang tenang, hening dan memberi kedamaian. Sosok yang selalu merangkul.  Dia sosok mentor yang hebat, pemimpin berkarakter.  Thomas bukan hanya seorang guru, tetapi juga pendidik. Mendidik publik agar lebih bermartabat dengan potensi yang dimiliki sendiri dan bukan diadopsi dari tempat lain. Membangun orang lain dengan menggali apa yang dimiliki orang itu. Setiap orang, bagi Thomas memiliki kekayaan dan kelebihan agar mampu melangkah dengan kekuatan sendiri. Dia mendidik orang mencapai kemandirian.

Dia tokoh yang peduli pada dunia literasi. Jauh sebelum wacana literasi digemakan seperti sekarang, Thomas sudah giat kampanye pentingnya membaca dan menulis. Guru dipaksanya harus bisa membeli buku, giat mencari pengetahuan. Hingga masa senjanya, Thomas terus ‘bersafari’ untuk menggemakan pentingnya membaca. Terakhir dia mendirikan Rumah Baca ‘Thomas Dola Radho’ bersama keluarganya. Rumah baca dengan namanya sendiri memang menjadi monumen hidup yang akan terus menjadi cerita akan sosok yang satu ini. Rumah baca ini didirikan sebagai dedikasinya terhadap dunia literasi bagi publik, dan menyumbangkan buku di perpustakaan pribadi, juga buku yang diadakan oleh putranya, Heru Dola Radho.

Thomas adalah politisi pembelajar. Intelektual yang tidak pernah berhenti belajar. Di mana saja dan kapan saja.  Pemikirannya bernas menghadapai berbagai kepentingan. Pemimpin yang solutif  dan respek dalam mengatasi berbagai persoalan. Kesan ini ditangap oleh Politisi muda Partai Golkar, Klemens Babo. Dia menyebut Thomas sebagai tokoh panutan dan guru politik. Bagi Klemens, Thomas adalah  oasa di tengah hiruk pikuknya kehidupan sosial, politik,  ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan. Dia terus mengalirkan air segar, pemikiran cerdas. Tidak pernah kering.

Tentang Thomas Dola Radho dan apa kiprahnya di Ngada, Nagekeo, Flores bahkan NTT, siapa yang tidak mengenal. Bukan sekedar nama. Tetapi nama yang dikenal dari tutur tindaknya selama hidup. Guna mengatasi kesulitan ekonomi bagi guru-guru, dia menjadi salah satu pendiri Koperasi Sangosay yang digagas oleh Yasukda. Waktu itu banyak guru dipaksanya masuk koperasi. Paksaan itu berbuah manis hari-hari ini. Di kancah politik, kiprahnya dicatat di DPRD Propinsi NTT. Menjadi anggota DPRD Ngada dan Ketua DPRD Ngada 2004 – 2009. Ketua Komisi pendidikan Keuskupan Agung Ende  delapan tahun, Ketua Yasukda dan masih banyak lagi.

Kiprah Thomas Dola Radho tak bisa dihitung, ketulusan dan kebaikan memperjuangkan dan membangun masyarakat Ngada tak dapat ditakar.  Masyarakat Ngada, tau siapa sosok yang selalu tampil sederhana dan bersahaja ini. Kata-katanya sederhana namun penuh daya dari kulumnya yang tulus membakar semangat.

Kini buku kehidupannya sudah ditutup. Dia tak lagi menulis dalam tutur, dan karya. Namun spiritnya menjadi daya bagi banyak orang yang telah mengenal dan tau kiprahnya. Karena itu, hari ini dia pulang, namun dia hidup pula melalui spirit. Dia berpulang dalam usia 67 tahun. Kelahiran Poma, Riung Selatan,  24 Maret 1950 ini meninggalkan Mama Rebeka, dua putra, satu putri dua menantu, dua cucu dan keluarga besarnya. Selamat jalan Thomas Dola Radho!  Berbahagialah bersama para kudus Allah! (emanuel djomba)***

Saturday 1 April 2017


SOA – Kisruh di SMK Sanjos dengan pihak Yayasan Gema Riosampatrya mulai merembet ke mana-mana. Pasca Kisruh pekan lalu menyusul pemecatan kepala sekolah, pemilik tanah menyatakan membatalkan penyerahan lahan yang direncanakan untuk membangun sekolah itu.

Informasi itu diperoleh vigonews.com dari Dus Lado salah seorang pemilik lahan melalui telephon, Minggu (02/04/2017). Dus yang kini berada di Sumba Barat mengatakan dirinya sudah mendengar terjadi kemelut di sekolah itu, Sabtu (01/04/2017). Mendengar itu dia langsung memutuskan membatalkan rencana pelepasan tanah dengan ganti rugi sebagaimana komunikasi yang pernah dilakukan Kepala Sekolah sebelumnya, Aloysius Liu dan Ketua Yayasan Cabang Alexander Rema.

Dus mengemukakan selama ini dirinya hanya tau kepala sekolah Aloysius Liu yang komunikasi dengan dirinya. Karena itu dia mau melepaskan tanahnya. Soal siapa orang yayasan pusat dia mengatakan tidak tahu. Demikian juga di tanya soal nama yayasan itu, Dus pun mengatakan tidak tau namanya. “Saya hanya tau Aloysius Liu dan Alexander Rema,” tambah Dus.

Begitu Aloysius Liu dipecat, dirinya menyatakan urung niat melepaskan tanah yang sudah pernah diukur seluas sekitar 18 x 124 m2. “Kalau baru awal sudah begini, mau jadi apa ke depan,” kata Dus.

Dia tau bagaimana perjuangan Alo dari nol sampai sekolah itu mulai berwujud. Niat baik dan kegigihan Aloysius Liu yang itu yang membuat Dus ingin membantu. Begitu ada pendekatan dengan dirinya dan keluarga soal lahan, pihaknya menyatakan setuju. “Kami sebenarnya mau dukung tapi kalau ribut begini, kami ragu dan sia-sia saja. Jadi lebih baik kami tarik kembali,” tegasnya.

Menurut Dus, lahan itu adalah sebagian kecil dari lahan milikinya dan keluarga. Semula pihak sekolah menemui kakak Dus di Soa, Mikael Lado. Waktu sempat pulang ke Soa, Dus ditemui Aloysius Liu karena hak atas tanah keluarga itu menunggu persetujuannya mengingat tanah itu belum ada pembagian.

Dus akan berubah pikiran kecuali ada rekonsiliasi antara kedua belah pihak. Kalau dua kubu pertahankan sikap masing-masing,  jelas pihaknya ragu untuk menyerahkan. “Kalau ada rekonsiliasi itu baik, kalau tidak , ya mau bilang apa lagi. Kami tidak bisa meneruskan pembicaraan lebih serius untuk penyerahan lahan itu,” tegas Dus.

Pemilik lahan yang lainnya adalah Yoseph Meo Bay. Hanya sampai berita ini ditulis belum berhasil di konfirmasi. Menurut informasi dari orang terdekat yang enggan ditulis namanya, Yosep Meo Bay konon akan bersikap sama, urung menyerahkan lahannya menyusul perseteruan antara kubu Yayasan dan mantan kepala sekolah Aloysius Liu dan sejumlah guru.

Pantauan vigonews.com, Sabtu (01/04/2017) petang di Soa, orang tua siswa menyatakan akan mencabut kembali seng atap sekolah di bangunan darurat menyusul pernyataan mereka menarik kembali siswa dari sekolah itu. Dari sekitar 400 lembar seng yang digunakan sebagai atap sekolah, 200 lembar diantaranya adalah sumbangan spontanitas orang tua dan pihak lainnya. Termasukk daun pintu sejumlah ruangan juga akan dilepas karena itu milik komite. (ch)***


Keterangan foto: Lahan ini letaknya tidak jauh dari bangun sekolah darurat di Tuakazu, So, sekitar 1 km arah barat  SMPS Slamet Ryadi Soa

SOA – Pasca kisru di SMK Sanjos Soa menyusul pemecatan Kepala Sekolah Aloysius Liu, publik seperti miris. Bagaimana nasib sekitar 120 siswa di sekolah yang kini baru berjalan di tahun kedua?

Jalan paling mungkin untuk menyelamatkan siswa adalah melakukan filial dengan sekolah terdekat. Filial dimungkinkan menyusul  aksi penolakan orang tua dan siswa terhadap sikap Yayasan Gema Riosampatrya yang dinilai arogan memecat kepala sekolah.

Kepastian akan filial dengan SMK Sanjaya Bajawa diperoleh vigonews.com, Minggu (02/04/2017) setelah kemounikasi antara Aloysius Liu dengan Kepala SMK Sanjaya Bajawa Andreas Rema.

Andreas Rema mengatakan sudah mendapat informasi tentang kisruh di sekolah itu. Dirinya prihatin dengan nasib siswa, karena itu harus ada solusi cepat. Pertimbangan Filial dimungkinkan karena 90 persen siswa tidak ingin kembali ke sekolah itu. Dan orang tua siswa juga sudah menarik anak-anak mereka dari sana.

Komunikasi untuk filial, kata Aloysius Liu, tinggal selangkah lagi. Hanya perlu komunikasi intens dengan pihak yayasan Sanjaya. Kalau dengan pihak SMK Sanjaya sudah ada kesepahaman.

Untuk diketahui, pada rapat Sabtu (01/04/2017) orang tua dan siswa meninggalkan tempat rapat di Tuakazu (lokasi sekolah). Saat itu, sebagaimana pantauan vigonews.com, para orang tua menyatakan menarik kembali anak-anak mereka yang kini duduk di kelas X dan XI.

Sikap orang tua menarik anak-anak mereka karena takut nasib siswa terlantar karena pihak yayasan berseteru dengan mantan kepala sekolah Aloysius Liu. Sebagian besar guru juga menyatakan keluar dari sekolah itu. Kekhawatiran itu sempat disampaikan  Fali Meo – orang tua salah seorang siswa. Kata dia jika tidak ada rekonsiliasi siswa bisa terlantar.

Baik Fali Meo, Yeri Soa, Yoseph Molo, Leonardus Leo, Loni Doe,  dan Yeri Soa menghendaki ada rekonsiliasi. Bagi mereka kepala Sekolah sebelumnya Aloysius Liu memiliki kapasitas dan memiliki pengalaman. Aloysius telah membangun sekolah itu dari zero tanpa sentuhan apapun dari yayasan. Selain itu, Pergantian kepala sekolah akan menimbulkan banyak konsekuensi bagi kegiatan KBM dan kegiatan sekolah itu. Namun yayasan bergeming dengan saran itu. (ch)***

Keterangan foto: Para siswa saat mengikuti rapat sesaat sebelum meninggalkan sekolah dan menyatakan tidak kembali ke sekolah itu.


(Laporan lengkap perseteruan Yayasan Gema Riosampatrya dengan mantan Kepala SMK Sanjos yang terpecat, simak MEDIA CERMAT, edisi 10 April 2017)

SOA – Yayasan Gema Riosampatrya, tersandung di Soa. Gelar rapat dengan orang tua siswa SMK St. Yoseph (Sanjos) Soa, Sabtu (01/04/2017) berakhir kisruh. Orang tua dan siswa walkout dan menyatakan menarik anak-anak mereka dari sekolah yang bernaung di bawah yayasan itu.

Aksi walk out itu terjadi setelah perang mulut antara Ketua Yayasan Maria Bebhe dengan mantan kepala sekolah Aloysius Liu. Keduanya buka-bukaan aib di hadapan orang tua dan siswa menyusul dipecatnya Aloysius Liu sebagai kepala sekolah tanggal 27 Maret lalu.

Rapat dengan orang tua siswa untuk menyampaikan perencanaan lembaga ke depan dengan kepala sekolah baru Dami Tena, malah jadi ajang untuk saling ‘menelanjangi’ kelemahan.

Maria Bebhe menyulut ‘api’ kisruh bahwa Aloysius Liu diberhentikan setelah menyatakan mengundurkan diri secara lisan pada rapat tanggal 27 Maret lalu. Selain itu kepala sekolah saat itu dinilai tidak mengindahkan segala permintaan yayasan diantaranya menyampaikan laporan kepada yayasan pusat yang berada di Maumere.

Sementara Aloysius Liu yang diberi kesempatan  untuk bicara sebelum Mari Bebhe mengatakan pemecatan dirinya tidak cukup kuat alasan, dan terkesan dicari-cari. Setelah dirinya kembali dari Jakarta 26 Maret 2017, langsung diberondong dengan kegiatan rapat yang digelar yayasan pusat di Soa tanpa beritau agenda rapat.

Rangkaian rapat itu diwarnai cercaan dan lebih sebagai forum untuk mengalidi dirinya. Merasa tidak diuntungkan Aloysius sempat menyatakan, “kalau begini saya mundur saja.” Tetapi pernyataan lisan Aloysius itu ‘bak gayung bersambut bagi yayasan yang malam itu juga mengeluarkan SK pemberhentian. Dan mengangkat Dami Tena sebagai kepala sekolah yang baru, lanjut dilantik.

Alasan lain, menurut Aloysius, karena pihaknya tidak mengindahkan edaran yayasan Januari 2017 lalu yang salah satu poinnya mengharuskan kepala sekolah menggunakan dana BOS 45 – 50 persen untuk pembayaran gajih guru. Bagi Aloysius permintaan ini tidak bisa dipenuhi karena melanggar hukum. Tidak ada regulasi yang mengatur demikian.

Aloysius merasa yayasan tidak pernah memberi apresiasi apapun kepadanya selama memimpin sekolah itu lebih dari setahun. Catatan bahwa,  meski sekolah baru, lembaga ini telah menunjukkan prestasi dengan sarana sangat terbatas. Aloysius hanya menerima SK sebagai kepala sekolah, namun soal sarana/prasarana, operasional hingga gajih guru tidak pernah dipikirkan yayasan.

Rapat, Sabtu (01/04/2017) dipimpin oleh pembina yayasan itu yang juga suami Maria Bebhe, Gerardus Gili. Pada kesempatan itu Gerardus menyampaikan rencana sekolah itu ke depan. Rapat  sebenarnya hanya untuk melakukan koordinasi dengan orang tua siswa terkait dengan telah diangkat kepala sekolah baru.
Suasana rapat memang terus memanas hingga Maria menyampaikan sambutan yang dianggap membuka aib Aloysius Liu. Beberapa menit perang mulut terjadi dan peserta rapat mulai gaduh. Melihat situasi itu, orang tua dan siswa bergegas untuk meninggalkan tempat rapat.

Pada sesi diskusi, peserta rapat yang hadir minta kepada yayasan untuk tinjau kembali SK yang dinilai prematur dan diambil saat suasana sedang tegang. Permintaan itu datang dari tokoh masyarakat seperti Darius Meo, Yoseph Molo, Leonardus Leo, Loni Doe,  dan Yeri Soa.

Permintaan para tokoh dan orang tua siswa lebih untuk menyelematkan anak-anak agar tidak terganggu KBM. Namun usulan itu tak digubris oleh Pembina Yayasan Gerardus Gili yang sedang memimpin rapat. “Pihak yayasan akan evaluasi dan kaji lagi,” kata Gerardus.

Yang membuat orang tua dan siswa gerah adalah pernyataan Gerardus, “apa yang keluar dimulut itu keluar dari hati. Air ludah yang sudah dibuang tidak bisa dijilat lagi,” kata Gerardus menyindir Aloysius yang oleh yayasan dianggap sudah mengundurkan diri.

Lebih lanjut Gerardus mengatakan, kami pastikan sekolah ini tetap jalan, tetapi masyarakat atau orang tua siswa yang menentukan. “Kalau orang tua siswa berpihak kepada kami, sekolah ini tetap akan jalan. Tetapi kalau tidak, ya kami serahkan kepada bapak/ibu,” kilah Gerardus.

Pernyataan Gerardus oleh beberapa peserta rapat dianggap tidak serius menangani kemelut  di sekolah itu. Padahal orang tua siswa dan sejumlah tokoh yang diundang menghendaki ada rekonsiliasi. Tetapi kelihatan yayasan  tidak ada beban, termasuk sekolah ini kalau tutup.

Ketua Yayasan Gama Riosampatrya, Maria Bebhe yang menyampaikan sambutan terakhir seperti menyulut api kisru. Dan memang rapat itu berakhir tanpa ada kesepakatan  dan mengambang. Oran tua dan para siswa sekolah itu pun merangsek keluar dari tempat rapat dan pulang. (ch)****

Keterangan foto: Orang tua dan siswa meninggalkan tempat rapat yang digelar Yayasan Gema Riosampatrya. Para siswa pulang dengan deraian air mata. 


(Laporan lengkap perseteruan Yayasan Gema Riosampatrya dengan mantan Kepala SMK Sanjos yang terpecat, simak MEDIA CERMAT, edisi 10 April 2017)