Responsive Ads Here

Wednesday 19 July 2017


BAJAWA, vigonews.com – SMP Regina Pacis Bajawa ‘menggebrak’ tahun ajaran baru dengan Masa Orientasi Siswa (MOS) dengan beda nuansa. Kegiatan MOS yang dibuka kepala Sekolah, Philipus Lusi, Senin lalu berakhir Rabu (19/07/2017). Selain pengenalan lingkungan sekolah MOS diwarnai kegiatan berliterasi dan penanaman nilai kepada sekitar 31 siswa baru.

Dalam MOS, siswa baru sekolah di bawah naungan Yasukda itu mendapat beberapa materi seperti:  tata karma, Katoliksitas, kewirausahaan, kepemimpinan dan public speaking. Pada hari terakhir para siswa diajak untuk berliterasi. Menurut Kepala Sekolah Philipus Lusi, melalui kegiatan ini, siswa diberi latihan dan pemahaman tentang public speaking, membaca efektif dan mempresentase hasil bacaan, dan menulis.
 
Siswa baru SMP Regina Pacis Bajawa bersama para guru - menuju sekolah unggul dan kompetitif
Siswa baru diajak masuk dalam kegiatan berliterasi melalui aktivitas public speaking praktis, membaca dan menulis kreatif. Public speaking praktis dimulai dari tahap perkenalan antar siswa di warnai permainan-permainan edukatif. Kemudian membagi Koran Masuk Sekolah (KMS) untuk kegiatan membaca kreatif, dimana siswa memilih salah satu topik/judul pada tulisan koran selanjutnya menceritakan kembali isi bacaan serta komentar terhadap sebuah tulisan.

Kegiatan yang dipandu oleh Pemimpin Redaksi MEDIA CERMAT Emanuel Djomba itu dilanjutkan dengan menulis kreatif. Masing-masing siswa menceritakan kembali gambar yang ditayangkan secara tertulis. Di bagian lain, Djomba yang juga alumni sekolah ini mempertegas dengan materi baik public speaking maupun membaca dan menulis efektif.
 
Emanuel Djomba berliterasi bersama siswa SMP Regina Pacis Bajawa
Kepada siswa baru, Djomba mengemukakan tentang bagaimana menjadi pembicara yang baik. Public speaking atau keterampilan bicara di depan orang banyak adalah sebuah kebutuhan semua orang, bukan hanya orang tertentu. Public speaking bertujuan untuk mengungkapkan ide dengan memilih kata-kata yang tepat dan bisa diterima oleh orang lain. Karena itulah, setiap individu wajib memiliki keterampilan public speaking agar ide-ide yang tersimpan di dalam kepalanya tidak menjadi sampah namun bermanfaat bagi orang lain.

Bagaimana caranya agar bisa menjadi public speaker yang baik? Tentu saja itu bukanlah suatu hal yang bisa didapatkan dengan instan namun melalui proses latihan terus-menerus. Sebagai pembicara yang baik di hadapan orang banyak harus menyadari beberapa hal mendasar, bahwa kita tidak sendirian. Tetapi sebuah interaksi yang melibatkan pembicara dan pendengar. “Jadi sebenarnya melakukan public speaking tidak ada bedanya dengan pembicaraan yang dilakukan dengan teman-teman setiap harinya. Kalau ada yang bicara yang lain harus mendengar dengan baik.,” jelas Djomba setelah melatih siswa ber-public speaking.

Pada kesempatan presentase isi bacaan koran beberapa siswa memilih membaca puisi dari ruang sastra KMS, kemudian menyampaikan pesan dari puisi yang baru dibaca. Salah seorang siswa, Vinsensiana Teresia Penggek atau yan akrab disapa Ice, membaca puisi yang berjudul Bunda. Ice nyaris tak mampu menyelesaikan beberapa baris puisi setelah larut dalam haru dengan deraian air mata mengekspresikan puisi Bunda.
 
Menulis kreatif
Dengan sesenggukan Ice menyampaikan perasaannya. Para siswa lainnnya pun larut dalam perasaan haru bersama Ice. “Saya ingat bunda yang ada di kampung. Bunda selalu mendoakan saya dan berpesan agar saya berprestasi dalam pendidikan,” kata siswi asal Lindi,  Riung Barat yang mengaku masuk SMP Recis karena sekolah ini disiplin.

Beberapa siswa lain juga membaca puisi dengan judul berbeda lalu menyampaikan pesan puisi menurut versi mereka. Sebagian mempresentasekan isi bacaan pilihannya dari rubrik KMS. Kepada vigonews.com, Djomba mengatakan, untuk siswa yang baru masuk perlu diberi pemahaman tentang publik speaking yang baik. Minimal mereka tahu bagaimana harus berkomunikasi secara baik, kepada sesame teman, dengan orang yang lebih tua, dengan guru.
 
Membaca kreatif
Dan salah satu sikap yang harus dipupuk dalam public speaking dasar adalah perlu juga belajar mendengar ketika orang lain berbicara dan pada gilirannya adalah berbicara dengan baik dan memperlakukan pendengar dengan baik pula.

Melalui rangkaian kegiatan ini, kata Djomba, sebenarnya para siswa SMP Recis sedang berliterasi. Mereka mengisi MOS sebelum memulai tahun ajaran baru dengan berliterasi. Literasi melalui aktivitas membaca dan menulis atau berkomunikasi yang baik sangat penting dalam mendukung proses belajar. Membaca menjadi jantung pendidikan, dan menulis yang baik bagi siswa nilainya sama dengan dua kali belajar, yang pertama adalah membaca itu sendiri, dan kedua supaya lebih ingat ditambah menulis. Karena apa yang ditulis akan abadi. (ch)***

Monday 17 July 2017


BAJAWA, vigonews.com – SMAK Regina Pacis mencatat sejarah baru, setelah Senin (17/07/2017 me-launching majalah sekolah. Mereka memilih julukan Bunda Regina Pacis “Ratu Damai’ sebagai nama majalah. Lahirlah Majalah Sekolah ‘Suara Ratu Damai’ (SRD). Peristiwa monumental dalam sejarah perjalanan sekolah ini selama 35 tahun sejak berdiri tahun 1982.

Pada peristiwa yang membanggakan segenap komunitas Recis ini,  secara resmi majalah SRD diluncurkan oleh Ketua Yasukda RD. Daniel Aka, Pr, bersama Kepala SMAK Regina Pacis Rinu Romanus, mewakili komite sekolah Adrianus Fau Radja dan Konsultan Media SRD Emauel Djomba.

Pada sambutannya sesaat akan launching, RD. Daniel Aka, Pr menegaskan, penerbitan media sekolah bukan untuk gagah-gagahan, tetapi menjadi wahana penanaman nilai dan pembentukan karakter. Kata Dia, pendidikan tanpa pembentukan karakter  adalah pendidikan yang gagal.

Menurut RD. Daniel, sekolah sebagai komunitas ilmiah di satu sisi harus terwujud dalam kultur literasi melalui kreativitas membaca dan menulis. Kalau dalam komunitas ini tidak ada aktivitas membaca dan menulis maka yang ada di dalamnya bukan pendidik dan bukan siswa. Karena kegiatan literasi harus menjadi nafas komunitas ilmiah, di dalamnya hadir para guru dan siswa.
Dia minta agar komunitas ilmiah ini menggunakan media SRD ini sebagai sarana dalam membentuk pola pikir baru (inovatif), penanaman nilai dan sikap serta pembentukan karakter.

Mengutip injil Yohanes pasal 1: 1, RD. Daniel mengatakan, "pada mulanya adalah firman, logos, bahasa." "Kita mengenal Allah melalui kata, firman. Kenal logos, kita belajar tentang Allah. Karena kata/firman akan menggerakkan orang, berpikir, bertindak dan bersikap yang baik. Karena itu, bagaimana kenal sabda kalau kita tidak membaca," tegas RD Daniel.

Dengan membaca dan menulis, katanya, seseorang mampu mengenal dirinya dan orang lain. Dari kenal itulah orang bisa berpikir, bertutur dan bertindak bijak. Tanpa melek baca dan menulis orang tidak bisa diandalkan dalam pembangunan. "Karena itu ciptakan suasana membaca dan menulis di komunitas ini," katanya.

Sementara, Kepala SMAK Recis Rinu Romanus dalam sambutan singkatnya menekankan bahwa penerbitan media sekolah harus menjadi momentun strategis dalam menggemakan literasi sekolah secara praktis. Literasi yang melibatkan semua civitas akademika dalam berbagai aspek.

Romanus berharap media sekolah menjadi ajang dalam mengembangkan kreativitas bagi siswa dan guru. Dia berpesan agar media ini terus terbit berkesinambungan sepanjang sejarah Regina Pacis ini.

Salah seorang guru yang telah ditunjuk kepala sekolah sebagai Pemimpin Redaksi SRD, Bonefasius Zanda menyatakan siap mengemban tugas untuk membawa SRD sesuai visi dan misi sekolah. Bagi Boy, bagitu dia biasa disapa, media sekolah menjadi sarana dalam mengembangkan kreativitas siswa agar mampu berpikir kritis, analitis dan sistematis. Selain itu, media ini adalah citra Recis yang akan menjadi corong kepada publik tentang sekolah Recis. Wahana komunikasi antar siswa dan siswa, dengan guru maupun dengan alumni hingga ke dunia luar.

Konsultan media SRD, Emanuel Djomba memuji keberanian Kepala Sekolah Recis, Rinu Romanus dan para guru menerobos kesulitan mewujudkan gagasan yang selama ini terpendam. Bagi Djomba, Romanus sosok responsif terhadap gagasan kreatif dan inovatif. Masukan dari berbagai pihak baik dari dalam maupun elemen masyarakat selalu diajaknya berdiskusi sehingga menemukan format yang tepat diterapkan. Sosok yang senantiasa memberi ruang bagi para guru sebagai tim kerja dengan kesempatan dan ruang gerak yang sama.
 
Misa Kudus pembukaan tahun ajaran baru dan Launching Majalah 'Suara Ratu Damai' SMAK Regina Pacis
Pada sambutannya sebagai konsultan media SRD, Djomba mengatakan, "kita mungkin suka membaca, tetapi menulis jauh lebih berharga. Sebab, itulah warisan yang sangat berharga kepada generasi nanti. Seperti pribahasa Latin kuno yang menyatakan: Verba Volant Scripta  Manent – “Apa yang terkatakan akan segera lenyap, apa yang tertulis akan menjadi abadi.

Dikatakan Djomba, majalah sekolah yang dilaunching ini harus menjadi  lahan subur untuk menyemaikan proses kreativitas siswa, dan wahana bagi siswa berlatih berorganisasi dan menulis. "Sebuah gebrakan sekolah dalam melejitkan multi kemampuan siswa mengingatkan saya pada tulisan Thomas Amstrong dalam bukunya sekolah PARA JUARA. Bahwa sekolah di era ini harus mejadi tempat menerapkan Kecerdasan Majemuk (Multiple Inteligences). Yang hari ini kita luncurkan dalam rangka mengembangkan salah satu dari kecerdasan majemuk itu, yakni word smart (verbal/bahasa). 

Majalah sekolah, kata Djomba dapat menjadi wahana efektif bagi siswa untuk mengembangkan kemamuan word smart itu. Dari tujuh kecerdasan yang dikemukakan Amstrong, dia menempatkan word smart pada urutan pertama, mematahkan kultur dalam proses pembelajaran bahwa  kecerdasan hanya berhubungan dengan kecerdasan matematis atau pengetahuan alam semata. "Kita menjadi tahu, bahwa kecerdasan verbal/linguistic  menjadi salah satu proses kreativitas yang tidak kalah pentingnya bahkan menjadi  kegiatan unggul dalam mengembangkan kemampuan siswa di sekolah ‘para juara," paparnya.

Djomba yang juga tuan 'Rumah Literasi Cermat' itu menyinggung gempuran teknologi gadget saat ini yang dinilai melemahkan minat membaca (baca: belajar). Padahal ‘Membaca adalah Jantung Pendidikan’. Karena itu perlu keteladanan melalui guru. Kalau guru-guru tidak baca, maka muridnya juga tidak baca. 

Dibagian akhir, Djomba mengatakan, melejitkan kemampuan menulis menjadi salah satu indikator dalam menjawab masalah serius dalam gerakan literasi. "Ada ungkapan yang sampai hari ini tidak pernah usang, bahwa seorang penulis yang baik adalah pembaca yang baik, dan pembicara yang baik – tetapi belum tentu sebaliknya," katanya.

Di baian lain, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Hendriyanto Emanuel Ndiwa menjawab vigonews.com mengatakan, penerbitan majalah SRD ini sebenarnya sudah dipersiapkan tiga empat tahun belakangn. Dalam tempo itu, pihaknya terus menggelar pelatihan jurnalistik kerja sama dengan Koran Masuk Sekolah (KMS) MEDIA CERMAT, guna menumbuhkan budaya literasi bagi generasi muda di sekolah itu.

“Kami lihat dari beberapa tahun gelar kegiatan jurnalistik animo siswa terus meningkat sehingga setiap angkatan rata-rata melibatkan 60 siswa. Itu pun kita batasi karena minatnya sangat banyak. Jadi kami melihat bahwa proses kreativitas mengembangkan minat dan bakat dalam budaya intelektual mesti diwadahi. Dan kami akhirnya bersepakat menerbitkan majalah sebagai wahana menyalurkan kreativitas siswa,” kata Erdin sapaan Hendriyanto.

Setelah menerbitkan majalah ini, kata Erdin pelatihan jurnalistik akan ditambah baik volume kegiatannya maupun jumlah peserta. Itu semata-mata menampung jumlah siswa yang minat khusus ini terus meningkat. Kata Erdin lagi, ternyata kegiatan jurnalistik memiliki dampak sangat besar bagi siswa, karena melatih untuk berpikir kritis, analitis dan sistematis. Meransang kreativitas siswa. Di samping itu gerakan literasi yang kini terus digemakan akan lebih ril diwujudkan dalam keseluruhan proses pembelajaran di sekolah itu. (ch)***

Insert foto: (foto atas) - Kepala SMAK Recis Rinu Romanus, Ketua Yasukda RD. Daniel Aka, Pr, Konsultan Media SRD Emanuel Djomba dan Adrianus Fua Radj yang mewakili komite sekolah.

BAJAWA, vigonews.com - Komunitas SMAK Regina Pacis Bajawa menyambut gegap gempita Launching majalah Suara Ratu Damai (SRD), Senin (17/07/2017) di pelataran sekolah itu. Sebuah momentum strategis dalam sejarah selama 35 tahun perjalanan sekolah di bawah naungan Yasukda Ngada itu.

Launching majalah SRD dipusatkan di pelataran sekolah, disaksikan sekitar 1000 siswa dan para guru, dimeriahkan dengan band Recis Akustik, dentuman drumben dan paduan suara terbaiknya. Gegap gempita dan suara para siswa memecah keheningan ketika rangkaian balon yang siap menerbangkan cover majalah ke angkasa.

Pelepasan balon yang dirakit pada sebuah banner mini bergambar cover majalah SRD dilakukan Ketua Yasukda RD. Daniel Aka, Pr bersama Kepala Sekolah SMAK Regina Pacis  Rinu Romanus, Wakil  dari Komite Sekolah Adrianus Fua Radja, dan Konsultan media SRD Emanuel Djomba. RD. Daniel Aka, Pr memotong benang ikatan balon pada sebuah wadah pemberat dan seketika rangkaian balon berwarna merah putih diterbangkan sepoi meluncur ke angkasa di kota Bajawa. 

Hadirin memandang balon terbang yang membawa cover majalah hingga menjauh dan menghilang dibalik awan. Iringan musik dan dentuman drumband mengobarkan semangat para siswa dan guru beradu dalam haru hingga semua turun ke lapangan melambaikan tangan dan menggerakan kaki dalam irama ja’i kegembiraan.

"Ini momen bersejarah. Hari ini tanggal 17. Angka ini istimewa karena mengingatkan kita pada tanggal kemerdekaan. Peluncuran SRD menjadi tanda yang membebaskan kita dari kegelapan menuju terang," kata pemandu acara launching, Klaudia Anastasia Deda penuh makna.

Adrianus  Fua Radja menambah makna pada tanggal yang dinilai bersejarah bagi Recis itu. Tanggal 17-7-2017. Angka tujuh? Kata Adrianus dalam psikologi angka, angka tujuh menunjukkan kesempurnaan. "Media ini dan semua proses kreativitas di dalamnya akan abadi. Semua yang tertulis akan abadi dan yang dikatakan akan lenyap," kata Adrianus makna pepatah latin kuno.

Bagi RD. Daniel Aka, Pr angka tujuh selain bermakna sempurna juga menunjukkan usia anak SMA yang rata-rata 17. Usia tengah rata-rata siswa yang sedang belajar di SMA. Usia yang paling menyenangkan dan ditunggu-tunggu remaja, yakni sweet seventeen. "Ini usia yang tepat selama anda belajar di sini untuk mengembangkan diri," katanya.

Kepala SMAK Regina Pacis Rinu Romanus mengatakan momen hari launching majalah SRD ini sangat istimewa. Tanggal 17 Juli menandai pembukaan tahun ajaran baru dengan misa kudus, dan momen peluncuran majalah SRD. Penentuan tanggal yang seolah kebetulan itu ternyata bukan kebetulan karena semua berjalan dalam rantai makna yang bertalian satu sama lain. Romanus ingat betul bahwa tanggal 17 Juli menjadi tanggal penting bagi sekolah yang dipimpinnya itu. Karena merupakan tanggal pendirian sekolah Recis pada tahun 1982 sebagaimana SK.

Sementara bagi Emanuel Djomba yang hadir sebagai konsultan media SRD,  tanggal 17 hari-hari ini memiliki arti karena dimulainya Perpustakaan bergerak yang dicanagkan Presiden Jokwi. Dimana mulai 17 Juni yang lalu PT. Pos Indonesia mengirim paket buku secara gratis ke berbagai taman baca di seluruh tanah air dalam kaitan dengan gerakan literasi. Dan, kata Djomba yang juga mendapat alokasi buku untuk ‘Rumah Literasi Cermat’ miliknya itu, perpustakaan bergerak secara rutin mengirim paket buku setiap tanggal 17 dalam bulan. Buku menjadi elemen penting dalam gerakan literasi, karena itu gerakan ini perlu dirayakan.(ch)***

Insert foto: Launching Majalah Sekolah SMAK Regina Pacis "Suara Ratu Damai".

Friday 14 July 2017


GOLEWA, vigonews.com – Guna menyukseskan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), keluarga jadi sasaran utama. Semua harus dimulai dari keluarga di samping empat strategi lainnya.

Demikian dikemukakan Drg. Marlina Ginting. M.Kes dari Direktorat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, ketika menggelar sosialisasi program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) di Kecamatan Golewa, Rabu (13/07/2017) lalu. Kegiatan ini menindaklanjuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2017 tentang program Germas.

Marlina Ginting dalam materinya, mengemukakan setidaknya lima strategis dalam menyukseskan Germas sehingga keluarga hidup sehat, yaitu: pertama, keluarga menjadi sasaran utama. Kedua, memgutamakan kegiatan promotif dan preventif disertai penguatan unit kegiatan berbasis masyarakat. Ketiga, kunjungan rumah atau home visit. Keempat, pendekatan daur kehidupan, dan kelima, prioritas pendanaan pada menu kegiatan promotif-preventif baru digunakan untuk kuratif.

Dikatakan Marlina Ginting, dewasa ini penyakit tidak menular (PTM) menempati urutan pertama yang menyerang masyarakat. Itu karena masyarakat lalai memperhatikan pola hidup secara teratur dan seimbang. Tidak heran jika saat ini banyak orang menderita penyakit tidak menular ini, seperti penyakit jantung, darah tinggi/hipertensi, stroke, diabetes, ginjal dan kanker.

“Contoh saja, sekarang ini rumah sakit jantung harus antrian, karena pasien yang masuk duluan belum pulang, muncul lagi pasien baru. Biayanyapun mahal, karena harus biayai dokter spesialis. Ini terjadi karena pola hidup kita seperti, pola makan, olahraga, dan istirahat yang tidak teratur dan seimbang. Kadang kita makan nasi over dosis, yang dibutuhkan oleh tubuh hanya 5% sisanya akan menumpuk dalam tubuh dan menjadi lemak" jelas dokter Marlina.
 
Olahraga rutin menjadi bagian dari gaya hidup sehat
Marlina Ginting juga menjelaskan, bahwa secara konseptual germas adalah suatu tindakan yang sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berpirilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.

Menurutnya, tujuan dari program germas ini agar masyarakat berprilaku hidup sehat sehingga berdampak pada kesehatan terjaga, produktif, lingkungan bersih, dan biaya untuk berobat berkurang.

Magister kesehatan ini melanjutkan, bentuk-bentuk kegiatan Germas seperti melakukan aktivitas fisik setiap hari, mengonsumsi sayur dan buah-buahan, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, memeriksa kesehatan secara rutin, membersihkan lingkungan, dan menggunakan jamban sehat.
Sementara salah seorang peserta yang juga mentor community engament, Donbosko Ponong berharap sosialisasi Germas bisa sampai ke desa-desa dengan dukungan anggaran melalui dana desa untuk mendukung program ini, seperti PHBS. Untuk kabupaten Ngada, tambah Donbosko, program Germas sudah dicanangkan sejak tahun 2016 lalu melalui momen HKN.

Kegiatan sosialisasi Germas yang bertempat di Aula Kantor Camat Golewa itu juga dihadiri Kadis Pertanian Paskalis Wale Bai, Sekretaris Dinkes Yak. Yoseph Mawo Sekretaris Dinas PU Wilybrodus Kadju, Kabid Kesmas Dinkes Propinsi NTT Drg. Maria Silalah, Staf Ahli Pius Lustri Lanang Agustina Fernandes, undangan lain dan tokoh masyarakat se-Kecamatan Golewa. (ch)***

Insert foto: Launching Germas ditandai dengan makan buah-buahan, kemudian dilanjutkan dengan senam germas ala Bajawa yaitu "Jai Ria-a depan halaman kantor camat Golewa. Kegiatan dibuka oleh Bupati Ngada yang diwakili oleh Asisten I Setda Ngada Emanuel Dopo.


MATALOKO, vigonews.com - Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Citra Bakti Ngada, Sabtu (08/07/2017) meyudisium 120 sarjana baru. Lebih dari seratus sarjana baru yang diwisuda dalam waktu dekat itu berasal dari dua program studi, masing-masing Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi 
(PJKR).

Yudisium kelulusan itu digelar di Aula utama Citra Bakti. Kegiatan yang dimulai pada pukul 09.00 itu diawali dengan ceremonial pembukaan dan dihadiri Ketua STKIP Citra Bakti Prof. Dr I Wayan Koyan, Ketua Yayasan Citra Masyarakat Mandiri Wilfridua Muga, SE,  M.Pd dan para dosen.

Seremonial Yudisium diawali dengan pembacaan Surat Keputusan (SK) ketua STKIP Citra Bakti Nomor : 444/F73/KEP/VIII-2017 tentang penetapan daftar nama kelulusan mahasiswa Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Citra Bakti Ngada Tahun Akademik 2016/2017 oleh Wakil Ketua Bidang Akademik Ermelinda Yosefa Awe, S.Sos.,M.Pd. Selanjutnya pembacaan nama-nama peserta kelulusan dengan gelar sarjana pendidikannya. 

Ketua STKIP Citra Bakti, Prof. Dr. I Wayan Koyan, Yudisium merupakb suatu keputusan untuk seorang mahasiswa, dimana ia dinyatakan telah memenuhi berbagai macam persyaratan akademik dan administratif yang diwajibkan sehingga secara sah dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar kesarjanaan strata-1. Wayan Koyan berharap agar gelar yang sudah diraih dapat dipeetanggung jawabkan melalui karya nyata 
dikemudian hari. 

Sementara Ketua Yayasan Citra Masyarakat Mandiri Wilfridus Muga, SE.,M.Pd  mengatakan  bahwa perjuangan mahasiswa belum selesai, karena masih ada satu proses kegiatan yang harus dilalui yaitu wisuda. Dia berpesan agar setelah wisuda kiranya mahasiswa lulusan Citra Bakti tidak melupakan almamaternya dan tetap menjaga nama baik lembaga. (Astri M. Kiwang)***

Insert foto: Prosesi Yudisium STKIP Citra Bakti, Ngada

BATARA, vigonews.com – Liburan sekolah sudah di penghujung. Kegiatan pembelajaran tahun 2017/2018 akan dimulai. Bagaimana kondisi sekolah menjelang awal masuk? Beberapa warga kepada vigonews.com  mengatakan salah satu sekolah memprihatinkan. Kondisi itu setelah mereka mengintip  SDI Ngulu Kedha, Desa Waewea, Kecamatan Bajawa Utara (Batara) pada saat liburan.

Sekolah ini seperti tak terawat. Ada ruangan terdapat onggokan tungku api, plafon jebol, dinding dan kosen pintu serta atap dimakan rayap. Ada ruangan berantakan, lantai banyak yang terkelupas, bangku berserakan.

Salah seorang warga Kecamatan Batara yang juga umat Paroki Maria Inewea, Wilfridus Welo,  belum lama ini berada di sekolah yang jauh dari pusat kecamatan ini. Wilfridus bersama beberapa rekan yang sedang mendampingi OMK pada kegiatan Jumpa OMK paroki itu sempat mengintip sejumlah ruangan sekolah permanen yang tampak kokoh dan indah itu.

Wilfidus kepada vigonews.com, Sabtu (08/07/2017) tak menyangka sekolah yang tampak kokoh dan indah dari kejauhan ternyata tak terawat dalamnya. Salah satu ruangan tampak berantakan baik buku, mapun kursi siswa. Ruangan lain tak kalah berantakan, beberapa lainnya atap sudah terlihat jebol dan sebagian plafon sudah robek, sejumlah ruangan tampak seperti garis-garis kecoklatan dari lantai hingga nyambung ke konsen jendela dan plafon. Ternyata garis-garis kecoklatan itu adalah jalan rayap menggerogoti konsen dan atap bangunan yang kini tampak terkoyak dimakan rayap.
 
Plafon lapuk dan beberapa bagian jebol
Ironisnya, sambung wilfridus, ada sekitar dua ruangan – kalau tidak salah – tampak berantakan, dengan batu tungku teronggok di sana. Ruangan ini terlihat seperti dapur saja, karena ada tiga kumpulan batu tungku dengan debu bertebaran, serta kayu bakar masih berserakan. Menurut Wilfridus, tampaknya ruangan ini sering digunakan untuk kegiatan memasak. Tetapi dia bertanya dalam hati, “masak apa kok di dalam kelas.”

Ruangan lain ada meja pimpong yang menurut Wilfridus sering digunakan untuk olahraga. Ruangan kelas pada umumnya berantakan. Karena kondisi demikian itu, Wilfridus lantas bertanya-tanya, “ini siswanya bagaimana belajar, kalau ruangan berantakan. Memprihatinkan semua ruangan tak ada yang teratur.

Sementara rekan Wilfridus yang lain, Thomas Sey Ngongo juga menyayang kondisi ruangan kelas yang terlihat memprihatinan. Sebagaimana Thomas, keprihatinan yang sama juga dikemukakan Ina Uge, Marius Kisa dan Yoseph Wea Kedo. Mereka berada di desa ini karena sedang mendampingi kegiatan Jumpa OMK, dan sempat mengintip kondisi sekolah itu “Kalau ruangan kelas seperti ini, bagaimana kegiatan pembelajaran bisa berjalan dengan baik,” Tanya Thomas.

Wilfridus memperlihatkan gambar-gambar kondisi ruangan kelas di sekolah itu yang dinilai sebagai suatu kondisi bahwa sekolah ini sangat tidak ramah anak.  Gamba-gambar yang sama sempat diperlihatkan awak media ini kepada Manajer Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Ngada, Ajeng Herning Danastri di sela-sela sosialisasi Desa Layak Anak di Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze, Senin (12/07/2017) lalu.
 
Lantai terkelupas
Ajeng, demikian dia biasa disapa, dimintai komentar oleh media terkait dengan sekolah yang ramah anak mengatakan,  memang banyak sekolah yang belum ramah anak. Dan sekolah ramah anak memang banyak sekali indikatornya. Pihaknya mensinyalir sebagian besar sekolah di Ngada belum ramah anak. “Banyak sekolah yang belum bisa masuk dalam kategori ramah anak karena belum terpenuhi indikator-indikatornya. Namun ada yang sudah, seperti SD Ngorabolo di Golewa Selatan,” kata Manajer WVI Ngada yang mengaku sedang membina beberapa sekolah ini.

Menurut Ajeng, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai sekolah ramah anak, diantaranya bebas rokok, miras, narkoba, memiliki kantin sehat, dan tidak ada kekerasan terhadap siswa.

Dikatakan Ajeng, terkait dengan aspek lingkungan sekolah perlu didukung dengan
suasana yang kondusif untuk menumbuh-kembangkan potensi anak karena anak dapat mengekspresikan dirinya secara leluasa sesuai dengan dunianya. Di samping itu, penciptaan lingkungan yang bersih, akses air minum yang sehat, bebas dari sarang kuman, dan gizi yang memadai merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Aspek sarana-prasarana yang memadai, tambah Ajeng, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran anak didik. Sarana-prasarana tidak harus mahal tetapi sesuai dengan kebutuhan anak. Adanya zona aman dan selamat ke sekolah, adanya kawasan bebas reklame rokok, pendidikan inklusif juga merupakan faktor yang diperhatikan sekolah. Penataan lingkungan sekolah dan kelas yang menarik, memikat, mengesankan, dan pola pengasuhan dan pendekatan individual sehingga sekolah menjadi tempat yang nyaman dan  menyenangkan.


 
Kosen jendela dan rangka plafon sudah lapuk dimakan rayap
“Prasarana yang tidak memadai seperti kondisi yang rapuh, berdebu atau suasana kelas yang berantakan juga bisa menjadi ‘ancaman’ yang membuat siswa tidak nyaman dalam belajar. Ini tentu berkaitan dengan tidak terpenuhinya hak-hak anak,” papar Ajeng.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngada, Vinsensius Milo yang dijumpai media ini di sela-sela serah terima kepala sekolah SDI/SDN se-Kecamatan Wolomeze, Senin (10/07/2017) mengaku akan mengecek dulu kondisi di sekolah itu yang sebenarnya. Namun soal kondisi fisik gedung, kata Vinsensius, sudah dalam rencana untuk direhap, karena ada beberapa bagian rusak berat. “Gedung sekolah itu akan direhab karena sudah rusak,” kata Sensi. (ch)***

Insert foto (Atas): di dalam ruangan kelas empat ada, debu berserakan dan terlihat kumuh

Thursday 13 July 2017


KURUBHOKO, vigonews.com - Rumah Literasi Cermat memanfaatkan waktu liburan sekolah dengan kegiatan literasi. Melalui program 'Lapak Baca Liburan' (LBL) itu menggelar berbagai bahan bacaan di Kurubhoko, Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze, 8 - 9 Juli 2017.

Gelar Lapak Baca Liburan (LBL) bersamaan dengan dilaksanakan Jumpa OMK Kuasi Paroki Kurunhoko yang berlangsung 2 - 9 Juli 2017. Buku-buku yang digelar di LBL seperti cerita anak, buku kaum muda, buku umum dan koran. 

Gelar LBL direspons orang muda Katolik yang sedang gelar Jumpa OMK. Pastor Administrator Kuasi Paroki Kurubhoko, Pater Thobias Harman, OFM memberi apresiasi terhadap TBL. "Kagiatan ini positif untuk meningkatkan minat baca di kalangan anak-anak yang sedang berlibur dan kalangan muda Katolik di waktu liburan," katanya.

Tuan Rumah Litetasi Cermat, Emanuel Djomba mengatakan, gelar Lapak Baca Liburan spontan saja dilakukan,  sekedar memancing respons dari anak-anak dan kalangan muda saat liburan maupun yang sedang gelar Jumpa OMK. "Semula hanya coba-coba saja, ternyata mendapat respons. Banyak di antara kalangan muda yang minta meminjamkan buku. Senang karena ada respons dari anak muda," kata Djomba.
 

Bahan bacaan yang digelar di LBL, kata Djomba, juga tidak banyak. Hanya sekitar 100 judul, yang lainnya bacaan anak seperti cerita anak, cerita rohani bergambar dan beberapa jenis koran. Melihat animo ini, Djomba yang juga Pimpin Redaksi MEDIA CERMAT itu berencana buka Rumah Literasi di desa ini. "Ini awal yang baik mendorong kami buka rumah litetasi di sini," kata Djomba.

Bahan bacaan itu, kata Djomba hanya dari perpustakaan pribadi miliknya. Belum semua khazanah perpustakaannya yang diturunkan karena sebagian besar koleksi pribadi dan buku-buku akademis. Sementata bacaan cerita anak adalah bantuan dari John Lobo dari Gerekan Katakan dengan Buku. Sejumlah koran juga digelar sebagai baham bacaan bagi maayarakat.


Hanya saja masih perlu biaya untuk bangun Rumah Literasi yang juga menjadi pusat legiatan belajar masyatakat. "Kita juga perlu tambahan banyak buku yang tentu saja kita berharap ada donasi dari siapa saja yang peduli dengan kegiatam Literasi,"  kata Djomba yang aktif mengampanyekan minat baca dan menulis melalui pelatihan jurnalistik untuk berbagai elemen itu.

Rencananya Rumah Literasi Cermat di Kurubhoko, desa Nginamanu, Kecamatan Wolomese juga dirancang dengan berbagai program, seperti pelatihan menulis, pendampingan membaca, dan berbagai kegiatan lomba untuk anak dan remaja. "Kegiatan semacam ini akan membuat Rumah Literasi terus berdenyut sehingga tidak sekedar gudang buku. Melalui kegiatan juga dapat merangsang minat baca masyarakat. Kita juga akan kerja sama dengan desa setempat," kata Djomba. (ch)***

Wednesday 5 July 2017


AIMERE, vigonews.com  - Warga Desa Kila, Rabu (05/07/2016) gotong royong membangun kapel di desa itu. Kerja gotong royong yang melibatkan lebih dari 200 warga termasuk warga dari Kelurahan Foa dan warga Desa Binawali diawali dengan ritual adat dan peletakan batu pertama oleh Pastor Paroki Aimere, Rm. Arnold Yansen Triyono, Pr.

Hadir pada saat itu Plt. Camat Aimere Maxi Neto, Pemilik tanah dari Suku Bay Marsel Nandes, Kepala Desa Kila Wihelmus Petrus Pati, Kepala Desa Binawali Yeremias Ture, Ketua LPA Desa Kila Aloysius Waso, para tokoh adat, dan tokoh masyarakat.

Kapel berukuran 22 x 10 meter di atas tanah milik Suku Sede itu seluas kurang lebih 1.800 meter persegi. Menurut kepala Desa Kila, Wihelmus Petrus Pati, pembangunan rumah ibadat yang menelan dana desa Rp 357 juta itu diharapkan dapat melayani sekitar 900 jiwa dari enam KUB di wilayah itu. "Selama ini Desa Kila yang masuk lingkungan pelayanan Foa Selatan bergabung dengan Foa Timur. Tetapi setelah kapel selesai, umat tidak harus ke kapel Foa Timur yang berjarak 1 km," katanya.

Pastor Paroki Aimere, Rm. Arnold Yansen Triyono, Pr saat sambutan usai peletakan batu pertama menyampaikan terima kasih kepada Suku Sede yang telah merelakan tanah miliknya untuk bangun tempat ibadat. Apresiasi yang sama juga disampaikan Rm. Triyono, begitu dia biasa disapa, kepada pemerintah desa dan kabupaten yang telah memberi perhatian terhadap pembangunan iman umat melalui intervensi dana desa.

"Hari ini kita letakan batu mati untuk tempat ibadat. Tetapi ada batu hidup yang juga harus dibangun yakni umat itu sendiri sebagai bait Allah. Karena itu tempat ini harus menjadi wahana pengembangan pengalan iman bersama dan membina cinta tanpa ada sekat dan permusuhan," kata Rm. Triyono

Dikatakan, apa yang sudah  dimulai bersama-sama harus dirawat dan dijaga kelangsungannya baik fisik maupun iman. Caranya? "Datang ke gereja untuk beribadat setiap hari minggu dan hari-hari raya. Hidup rukun dalam kebersamaan. Saling tegur dan ingatkan satu sama lain," tegas Rm. Triyono

Dia menambahkan, di lingkungan Foa  tahun ini juga bagun dua kapela. Rumah ini harus menjadi berkat bagi kita semua. Nama pelindung kapel biar kemudian  waktu mau resmi baru diberi.

Sementara Plt. Camat Aimere Maxi Neto dalam sambutannya juga memberi apresiasi kepada Suku Bay dan semua anggota suku yang sudah merelakan tanahnya untuk bangun Kapel. "Saya harap masyarakat Kila dapat merawat tempat ibadat ini dengan baik dengan rajin beribadah di dalamnya, membina kerukunan dengan penuh kasih satu sama lain rumah ini. Rumah Tuhan tempat mempersatukan kita sebagai anak-anaknya," tegas Camat Maxi

Dikatakan Maxi, selama ini bangun rumah ibadat sepenuhnya biaya umat. Tetapi sekarang ada keterlibatan pemerintah melalui dana desa. "Pemerintah ambil bagian melalui intervensi dana desa. Karena undang-undang membolehkannya," katanya.

Ratusan warga Desa Kila gotong royong bangun Kapela


Maxi minta masyarakat dapat manfaatkan tempat ibadat ini secara baik setelah selesai dibangun. Umat di lingkungan Foa Selatan supaya setelah kapel selesai dibangun agar dirawat. Bukan hanya rawat  gedung tetapi rawat iman juga dan kerukunan harus dirawat pula.


Tuan tanah Suku Bay,  Marsel Nandes usai peletakan batu pertama mengatakan, tempat ini adalah tanah milik Suku Bay. Untuk pembangunan tempat ibadat, semua saling mendukung baik masyarakat maupun pemilik tanah serta pemerintah dan gereja. "Kita menyadari bahwa berpikir dan berbuat untuk banyak orang adalah perbuatan baik. Karena itu kita hadir di sini sama-sama membangun kapela yang akan digunakan oleh banyak orang," kata dosen FKIP Unflor ini.

Dibagian lain, Kepala Desa Kila, Wihelmus Petrus Pati mengatakan pembangunan tempat ibadat ini dikehendaki masyarakat yang dicapai melalui pramusrembangdes yang kemudian diputuskan oleh pemerintah desa. Dan gayung bersambut, karena dari sisi regulasi memungkinkan pembangunan tempat ibadat dengan intervensi dana desa.

Pembangunan tempat ibadat di Desa Kila, kata Wempi begitu kades ini disapa adalah salah satu dari empat program yang didanai dari dana desa dengan total Rp 691.325.500. Sementara pembangunan kapel sendiri dialokasikan dana sebesar Rp 357 juta lebih.

"Kami berharap proses pembangunan di Desa Kila ada pengawasan dari masyarakat agar pemerintah desa tetap berjalam di rel hukum. Kalau salah, kami diberitau. Ma'e bhete (jangan diam). Jangan sampai sudah salah langkah baru omong belakang ise (tau rasa)," kata Wempi.

Wempi juga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah karena memberi ruang dengan mengijinkan intervensi dana desa untuk pembangunan tempat ibadat.Terima kasih pula atas dukungan masyarakat untuk percepatan pembangunan fisik di Kila. Ada empat program dan dua di antaranya sudah sieksekusi.

Tiga program lainnnya di Kila tahun ini yang didanai dana desa, yakni: kelanjutan pembukaan jalan baru nuabu - nuakila 900 m, pembangunan dapur desa, dan pembangunan gedung PAUD plus. (ch)***

Insert foto: Pastor Paroki Aimere Rm. Arnold Yansen Triyono, Pr berbaur dengan umat di Foa Selatan, Desa Kila membangun Kapela.

SOA, vigonews.com - Kata orang, banyak tukang dapat mengerjakan rumah dengan sangat indah, tetapi bukan rumahnya sendiri.  Tukang yang satu ini, jauh-jauh hari sudah membangun rumah peristirahatan terakhir yang bagus. Dia melihat bangunan permanen untuk pembaringan terakhir itu indah adanya. Kini kubur permanen sudah selesai dibangun, tinggal menunggu tanggal kematiannya.

Sebuah kubur dibangun megah di depan sebuah rumah di Wulilade. Unyiknya, kubur itu masih kosong. Konon kubur yang megah ini akan menjadi tempat pembaringan terakhir sang pembuatnya. Mendengar  cerita unik kubur tak berpenghuni, di desa Tarawali, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada menggugah vigonews.com untuk mencari tahu lebih banyak lagi tentang si empunya kuburan.

Petrus Antonius Soa Baghi namanya. Wulilade adalah desa tempat tinggalnya. Ia lahir pada tahun 1939. Dia  memiliki seorang istri dan mempunyai 10 orang anak, tujuh anak sudah meninggal karena sakit dan tersisa tiga orang putri. Ketiga putrinya sudah menikah dan tidak tinggal serumah lagi dengannya.

Rasa penasaran semakin menjadi-jadi ketika sore itu awak media ini  berjalan menuju kediamannya. Beberapa orang yang ditanyai mengenai alamat rumah kakek Antonius selalu memberikan respon yang membuat rasa ingin tahu semakin besar. Senyum simpul warga pertanda ada sesuatu yang unik dari sudut jalan itu. 

Awak media ini bergegas menghampiri kediamannya ketika alamat rumah sudah didapatkan. Ketika tiba di depan rumah si kakek, nampak sebuah pendopo kecil rapi dengan pagar mengintarinya. Ya, itu sebuah kuburan yang memang dikhususkan untuk dua orang. Memang tak asing karena beberapa rumah pun memiliki pemandangan yang serupa. Kuburan permanen yang sudah dilengkapi dengan atap ini tak ada yang berbeda dari kuburan lain pada umumnya.

Nampak seorang wanita tua renta sedang duduk persis di depan pintu rumah. Awak media ini langsung menyapanya dan raut wajah si nenek terlihat sedikit kebingungan. Rambutnya yang memutih dan kulit yang sudah berkeriput memberi tanda bahwa pendengaran dan pengelihatan si nenek juga memang sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.

Ketika vigonews.com masuk ke dalam ruang tamu yang ditata dengan cukup rapi itu, nampak seorang kakek tua dengan punggung yang sudah melenggkung digantung usia, asyik menonton televisi. Raut wajahnya tak jauh berbeda dengan sang istri, ia terlihat bingung dan sungkan akan kedatangan seseorang yang belum dikenal sebelumnya. Sesaat mendengar maksud dan tujuan kedatangan vigonews.com, si kakek spontan berapi-api menceritakan kisahnya yang unik itu.

Suaranya terdengar bergetar dan bicaranya samar. Mungkin karena giginya yang telah keropos dimakan usia. Meskipun begitu, masih ada semangat dalam setiap ucapannya, ketika ditanyai mengenai kisah dan harapannya. “Kuburan itu saya bangun sejak 10 Oktober 2010”, si kakek mulai mengawali kisahnya.

“Saya membangun kuburan itu karena saya ingin kediaman terakhir saya seperti yang saya inginkan. Sebab belum tentu kalau saya sudah meninggal, orang buat kuburan seperti yang saya mau. Mumpung saya ini dulu seorang tukang bangunan, jadi tidak ada salahnya kalau saya memanfaatkan keahlian saya ini,” cerita sang kakek yang tampak antusias menceritakan kuburannya sendiri yang ia bangun itu.

Kakek 76 tahun ini membangun kuburan untuk dirinya dan juga istrinya Helena Na’u Wio yang setia mendampinginya. Suami dari Helena Na’u Wio ini, sejak dulu berprofesi sebagai tukang bangunan. Sosok pekerja keras ini pernah menangani beberapa bangunan yang hingga sekarang masih berdiri kokoh seperti SMP Slamet Riyadi, Gereja Kisol dan puluhan rumah kolong lainnya.

Selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, kakek Anton begitu dia biasa disapa, juga bekerja untuk menyekolahkan anaknya yang saat ini sudah berprofesi sebagai guru di SDK Masu, Kecamatan Soa. “Jaman dulu kami mendapatkan uang dengan cara barter. Saya bangun rumah orang kemudian dibayar pakai sapi, kerbau dan padi. Hasilnya itu kami jual lagi ke Bajawa jalan kaki selama dua hari”, ungkapnya dengan bangga.

Tubuh rentanya yang sudah terkikis usia dan tidak seprima dulu tidak menghalangi semangatnya dalam beraktivitas. Ia sosok kakek yang kritis dan teliti. Terlihat dari beberapa dokumen yang ia perlihatkan kepada vigonews.com ketika ditemui. Dokumen tersebut tersusun dengan sangat rapi dengan tulisan tangan yang indah. Walaupun hanya sampai di kelas 6 bangku Sekolah Dasar, kakek Anton masih sering membaca dan menulis.

Menurut pengakuannya, kekurangan hanya pada fisik namun pemikirannya tidak kalah dengan orang yang berpendidikan tinggi. “Saya masih sering membaca dan menulis, kekurangan saya itu hanya karena telinga, mata dan gigi yang sudah tidak berfungsi dengan baik lagi,” sungguh ungkapan yang membuat orang muda bersemangat bila mendengarnya

Usai bercerita, kakek Anton mengajak awak vigonews.com untuk melihat kuburan tak berpenghuni miliknya. Ia memperlihatkan foto yang sudah terpasang permanen pada bagian belakang kuburan. Pada sisi kanan terpasang foto sang istri Helena yang berarti kubur milik sang istri dan pada sisi kiri terdapat fotonya yang berarti kuburan miliknya.

Pada bagian atas foto disediakan tempat khusus untuk menulis nama sang istri dan nama dirinya. Pada kuburan milik nenek Helena yang berukuran 140 x70 dipasang sebuah foto bunda maria pada bagian dinding kepala dan pada kubur miliknya yang berukuran 140 x 80 dipasang sebuah foto Tuhan Yesus sebagai pelindungnya. Kubur dengan tinggi 60 cm ini sudah dibuat permanen dengan keramik kotak-kotak biru di dalam lubang kuburannya. Pada bagian tengah yang memisahkan antara foto keduanya terdapat sebuah ukiran bintang yang bermakna sebagai kelahiran. Sedangkan pada bagian bawahnya disediakan tempat untuk menulis tanggal kematiannya nanti. Tampak begitu unik dan menarik bukan? Karena belum ada yang menempati kuburan itu dan si penghuni yang mengerjakan sendiri.

Bukan Cuma itu saja, kakek Anton juga memaknai tiap detail bangunan. Salah satunya ialah ruang kubur yang memisahkan antara sisi kubur sang istri dan sisi kubur miliknya dipasang kaca. Sungguh merupakan hal yang luar biasa untuk seorang tua renta seperti kakek Anton. Baginya, nenek Helena adalah sebagian dari hidupnya yang selalu mendampingi dalam suka dan duka. Sehingga ketika nanti dimakamkan, keduanya akan dihadapkan untuk tetap dapat saling melihat walaupun sudah tidak bersama lagi di dunia nyata. Merupakan sebuah refleksi bagi kita yang sedang melalui lika-liku kehidupan bukan?

Anak dari pasangan suami istri Baghi Wae dan Menge Lalu ini mendengar  bahwa ada peraturan daerah tentang makam yang tak boleh ada di pekarangan rumah dan harus dimakamkan di pekuburan umum. Ia sedikit kecewa kalau nanti ia tidak dikuburkan di tempat yang sudah  dibangun dengan keringatnya itu. Ia mengungkapkan kekecewaan dan rasa protesnya.

“Bagaimana saya sudah bangun kubur ini sebelum peraturan itu keluar. Apa saya harus bayar denda karena sudah bangun kubur disini? Kalau saya bangun kubur setelah peraturan itu ada, saya memang keras kepala terhadap peraturan”. Ia menyampaikan rasa protesnya dengan sedikit tawa seakan ia merasa menang.

Menurut putri pertamanya yang saat ini sudah menjadi guru di SDK Masu, Ursula Menge, ia mengakui bahwa ayahnya adalah sosok yang keras kepala namun begitu lembut hati dan penyayang kepada ketiga putrinya. Bahkan bukan Cuma itu saja, kakek Anton juga begitu teliti dalam hal keungan dan dokumen-dokumen pribadinya.

“Bapak kami ini masih hebat dalam hal berhitung, ia menjadi bendahara sendiri dalam mengatur keuangannya. Bahkan riwayat hidupnya ia tulis dan disimpan rapi dalam sebuah kamar khusus untuk barang-barang penting miliknya”. Ursula,  begitu ia biasa disapa kakek Anton berkisah, kakek Anton adalah sosok ayah yang tertib dalam hal waktu, baik itu waktu bangun pagi, waktu makan dan waktu untuk beristirahat. Ia juga merupakan sosok yang konsisten dalam melakukan sesuatu.

Ibu satu anak ini juga mengatakan bahwa sempat kaget mendengar kabar bahwa ayahnya membangun sepasang kuburan. Bahkan menurutnya, mama Helena sempat pergi dari rumah karena takut melihat tingkah aneh sang suami yang ketika itu, pagi-pagi sekali saat nenek Helena masih tertidur pulas, diam-diam mengukur tinggi badan nenek Helena untuk dibuatkan ukuran kubur. “Mama takut sekali, dua tahun mama tinggal di rumah saya di Masu karena melihat tingkah aneh Bapak,” papar Ursula dengan sedikit senyum dari wajahnya.

Istri dari Bernadus Ba’i ini juga sedikit bercerita, sejak dulu hingga jaman semakin berkembang ayahnya tidak pernah menggunakan kendaraan untuk bepergian. Kendaraan yang paling setia baginya adalah kedua kaki yang diyakini kakek Anton untuk  menguatkan tulang-tulangnya. Kakek Anton juga sudah memesan peti namun dibatalkan putrinya karena tidak ingin ayahnya itu mempersiapkan kematian karena ia masih terlihat sangat kuat dan sehat, diceritakan Ursula dengan sedikit kekesalan.

Karena rasa cintanya kepada sang ayah, Ursula berjanji akan berusaha bertemu dengan pegawai pemerintahan agar sang ayah diberikan surat ijin untuk dapat dikuburkan di tempat yang sudah ia bangun dengan susah payah itu. Walaupun sudah ada aturan pemerintah Uraula akan tetap berusaha semampunya untuk mendapatkan ijin.


Banyak orang yang mungkin sudah tidak prima lagi fisiknya dan uzur umurnya tetapi masih berupaya kerja keras mencari rejeki dengan kedua tangan mereka sendiri. Tidak manja, tidak malas hanya butuh penghargaan atas usaha keras mereka. Prinsip kakek Anton dalam bekerja adalah tidak merugikan masyarakat lain. Baginya pengalaman lebih berharga dari teori, dibuktikan dengan pengalamannya selama bekerja, hasil karya tangannya dapat ia abadikan dalam bentuk sebuah kubur yang telah ia persiapkan untuk dirinya dan juga untuk sang istri tercinta. (Kethy/vigonews.com)***

Insert foto: Petrus Antonius Soa Baghi dan makam yang sudah dirampungkannya