Responsive Ads Here

Tuesday 24 October 2017

‘Go Pangan Lokal’ dalam Balutan Literasi ala SMPN Satap Kurubhoko


KURUBHOKO –  Menumbuhkan kecintaan generasi muda pada pangan lokal, sekitar 40 siswa Satap Kurubhoko, Kecamatan Wolomeze  mengikuti latihan pengolahan pangan lokal. Kegiatan ini meriahkan  Hari Pangan Sedunia (HPS) yang digelar oleh Gereja Katolik Paroki Kurubhoko bekerja sama dengan Yayasan Puge Figo dan Pemerintah  Desa Nginamanu, 16 Oktober 2017 lalu.

Rangkaian latihan pengolahan pangan lokal yang melibatkan ibu-ibu PKK desa dan paroki itu,  dikemas dalam balutan literasi.  Literasi bukan sekadar mendorong gerakan teriak ala demonstran “ayo baca”. Bukan itu saja.  Apa yang dibaca? Itu penting. Lebih penting lagi, mendampingi pembacaan. Literasi adalah serangkaian “proses produksi” penalaran berbasis teks dan pada tahap lebih jauh kemampuan memproduksi teks; semuanya bertujuan mengubah alam pikir, lalu mengubah tindakan. Literasi adalah dunia pemahaman yang arahnya untuk kesadaran. Setelah memahami, harus mampu menjadi alat untuk memahami dunia lalu menggerakkan perubahan.

Dalam pelatihan pengolahan pangan lokal  ini, proses literasi dimulai dari mencari sumber dari internet/buku tentang manfaat dan meracik pangan lokal. Kemudian memahami teks yang dibaca, menemukan kiat-kiat meracik pangan lokal, yang dilanjutkan dengan meracik dan memasak. Salah satu targetnya adalah membawa generasi  mencintai dan menjadikan pangan lokal sebagai penganan sehari-hari, bahkan suatu saat membawa generasi bercita-cita menjadi petani.

Kegiatan pelatihan pengolahan pangan lokal dalam rangka HPS ini adalah terobosan Paroki Kurubhoko agar menumbuhkan rasa cinta generasi muda (siswa) pada pangan lokal. Dilihat dari kandungan dan manfaat yang  dimiliki berbagai jenis pangan, sebenarnya terdapat kandungan gizi tinggi yang tidak kalah dengan beras. Kegiatan ini juga cara mengintegrasikan kegiatan ekonomi kreatif dengan budaya literasi.

Proses latihan pengolahan pangan lokal dalam rantai literasi itu dikemukakan Ketua Tim Penggerak PKK Desa Nginamanu, Maksima Lemba Mika yang langsung mendampingi siswa. Dirinya membantu mencari sumber-sumber bacaan tentang pengolahan pangan lokal yang diperoleh dari internet maupun buku. Memahami teks dari sumber yang sudah diperoleh bersama siswa, lalu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, meracik dan memasak. Di bagian lain, siswa secara berkelompok mempresentase menu olahan yang siap disantap seperti apa kandungan dan manfaat pangan lokal.
 
Suasana seminar HPS yang diikuti oleh para siswa
Menurut Maksima, Sekitar 40 anak yang terbagi menjadi empat kelompok dilatih mengolah pangan berbahan singkong, ubi talas, pisang, ondo (badung), jenis pangan lokal ke’o, kelapa dan lain-lain. Masing-masing kelompok mengolah dua jenis pangan menjadi penganan berbahan pangan lokal.

Melalui kegiatan ini siswa belajar memahami cara mengolah pangan lokal, mendapatkan informasi tentang manfaat dan kandungan gisi, kemudian mereka mulai mempraktikan mengolah berbagai jenis pangan menjadi penganan. “Jadi kegiatan mereka adalah Mencari (dari berbagai referensi), Mamahami (kandungan dan manfaat) dan Meracik (berbagai jenis menu), atau yang mereka sebut tiga M. Melalui kegaiatan ini siswa sedang berliterasi dalam mengolah apangan lokal,” beber Ny. Maksima Lemba Mika.

Dikatakan Maksima,  pengalaman selama ini banyak anak-anak di rumah  enggan mengonsumsi pangan lokal yang disajikan dengan cara merebus saja, misalnya. Namun ketika meracik dengan cara berbeda justru dapat membangkitkan selera makan pangan lokal pada anak-anak.

“Hanya, selama ini banyak ibu rumah tangga tidak melakukan diversifikasi pangan sebagai menu makan bagi keluarga. Lebih banyak urusan lain. Kita berharap melalui kegiatan ini akan tumbuh kesadaran genesai muda untuk menyadari pentingnya pangan lokal,” katanya.

Salah seorang siswi SMPN Satap Kurubhoko, Natalia,  mengaku senang bisa terlibat dalam dalam rangkaian HPS yang dimulai dengan seminar hingga latihan pengolahan pangan lokal. Dia mengatakan selama ini di rumahnya ada pangan selain beras, seperti ubi-ubian dan pisang. Namun, semua dianggap hanya sebagai makanan sampingan atau senang-senang. Namun setelah belajar  ternyata  kandungan yang ada pada pangan lokal mengandung gizi tinggi dan bermanfaat untuk tubuh, tidak kalah dengan beras yang selama ini menjadi makanan utama.
 
Siswa SMPN Satap Kurubhoko latihan mengolah pangan lokal
Untuk ikut pelatihan pengolahan pangan lokal, Natalia bersama teman-temannya mengaku mengambil berbagai jenis pangan yang akan diolah dari kebun. Semua semangat belajar mengolah pangan lokal. Bahkan seperti  jenis ubi ondo (Jali) yang biasanya kalau makan memabukan malah setelah diolah menjadi penganan yang enak dan layak dikonsumsi. Dalam jali mengandung kalsium, B6 dan serat. Ternyata pangan lokal memiliki zat gizi tinggi. Kalau sarat kandungan gizinya, mestinya pangan lokal tidak hanya dijadikan sebagai makanan iseng-iseng  saja, tetapi menjadi makanan utama.

Sementara, Wakil Kepala Sekolah SMPN Satap Kurubhoko Amatus Noy, S.Pd yang dimintai komentar vigonews.com terkait dengan kegiatan HPS yang melibatkan siswa dan keinginan adanya kegiatan ekstrakurikuler berbasis desa, pihaknya sedang menyiapkan lahan percontohan untuk siswa sekolahnya. Di atas lahan dengan ukuran beberapa are itu, Amatus mengatakan sedang dipersiapakan untuk menanam berbagai jenis pangan lokal, baik yang masih dibudidaya beberapa keluarga maupun yang sudah punah akan dicari lagi.

“Kita ingin agar sekolah di desa benar-benar mencintai tanah, mencintai pertanian dan produk pangan lokal dengan membudidayakannya. Kita akan kumpulkan jenis-jenis pangan lokal, dan semua akan dibudidaya di kebun contoh. Ini bagian dari kegiatan ekstrakurikuler berbasis desa. Lahan yang kita siapkan akan menjadi tempat bagi siswa untuk dikelola berbasis organik,” kata Amatus. (Emanuel djomba)***

Siswa SMPN Satap Kurubhoko latihan mengolah pangan lokal didampingi ibu-ibu PKK
x

No comments:

Post a Comment