Responsive Ads Here

Wednesday 28 February 2018

Anak sekolah memaknai budaya 'Kritik Sosial' dalam balutan syukur ritual W'te Muri -   

WOLOMEZE, vigonews.com – Siswa SDK Tanawolo, Kecamatan Wolomeze, Minggu (25/02/2018) gumuli literasi budaya dalam ritual adat “W’te Muri” di kampung Nangge, Desa Nginamanu. Melalui literasi budaya, siswa menggali berbagai pengetahuan dan tindakan budaya yang kaya akan nilai dan kearifan lokal dan bermanfaat  dalam membentuk jati diri.

Ritual “W’te Muri”  di kampung Nangge, Desa Nginamanu adalah bagian terakhir dari rangkaian ritual yang sama yang diawali di Kampung Maladhawi – Desa Nginamanu Selatan, dan Kampung Tajo di Desa Nginamanu.

Sebelum mengikuti ritual ini para siswa dilatih menyanyikan syair/pantun adat sarat kritik yang dikaitkan dengan  realitas sosial. Ketika ritual ini diselenggarakan, siswa pun turun ke kampung. Sambil bergandengan tangan, berkeliling di halaman kampung menyanyikan syair/pantun adat. Nyanyian adat yang dilantunkan dalam nada ritmis itu seakan mengiringi irama hentakan kaki dengan lenggokan tubuh gemulai.

Cara menyanyikan lagu dengan syair/pantun adat ini, diawali dengan intro vocal (ala nari) oleh salah seorang dalam kelompok itu. Beberapa detik, seorang lainnya menyanyikan solo (kedhi nari) – segera setelah itu diikuti koor (rulu) dengan nada berbeda dari kelompok yang beriringan. Demikian selanjutnya, solo menyanyikan syair dan koor mengiringinya – hingga intro vocal berikutnya.
 
Para siswa bergandengan tangan sambil bebalas pada ritual syukur W'te Muri
Entah berapa kali para siswa mengelilingi kampung hampir seluas lapang sepak bola itu. Syair/pantun adat yang dilagukan itu seakan berbalas-balasan dengan kelompok orang muda dan para tua-tua baik laki maupun perempuan di sudut lain di kampung itu dalan nada syahdu.

Kelompok tua kadang menyanyikan syair adat dengan tempo lambat yang disebut “Nari Zoe” – nyanyian besar dan lambat – meski  tidak selalu. Sementara kelompok muda dan anak-anak biasanya menyanyikan syair adat dengan tempo cepat yang disebut “Nari Kila” atau “Nari Veti”. Disebut “Nari Veti” karena biasanya kelompok penyanyi adat ini saat beriringan disemangati lecutan cemeti dengan bunyi nyaring di belakangnya. Ini menjadi penyemangat para penyanyi adat untuk bernyanyi sambil menghentakan kaki dan lenggak lenggok tubuh dalam irama menarik.

Selain “Veti”, pesta adat “W’te Muri’ biasanya juga diramaikan dengan permainan “mboro” – semacam caci di Riung. Namun cara memukul lawan bersifat spontan dan tanpa ‘tipuan’. Ini atraksi yang menarik saat ritual syukur adat bagi Nginamanu Selapu Lika.

Biasanya, kelompok tua melantunkan pantun kritik sosial kepada orang muda dan anak-anak. Begitu juga sebaliknya anak muda dan anak-anak juga mendaraskan pantun berbagai tema sarat kritik kepada orang tua atau satu sama lainnya. Seperti yang terjadi pada “W’te Muri” belum lama ini. “Anak-anak mendaraskan pantun dalam bentuk nyanyian adat tentang realitas banyaknya teman mereka yang putus sekolah karena harus tinggal di rumah bantu orang tua,” kata Petronela Maza, guru pendamping siswa SDK Tanawolo.

Menurut dia seminggu sebelum “W’te Muri” siswa-siswi sudah berlatih untuk membuat pantun/syair tentang realitas sosial yang ada di sekitar mereka, yang kemudian dinyanyikan sesuai  dengan pola lagu adat setempat.
 
Kegembiraan syukur diwujudkan dalam nyanyian syair/pantun adat sarat kritik sosial 

Pada hari ritual adat digelar, kata Petronela, anak-anak sudah siap ikut kegiatan dengan berpakaian adat dan asesoris seperti bere tempat sirih pinang (mbere untuk pria dan mbae oka untuk yang perempuan).

Ritual adat W’te Muri”  yang kini mulai berlangsung rutin – baru dihidupkan kembali itu – mendapat perhatian siswa sekolah dan orang muda. Para guru memanfaatkan momen ini dengan  memberi ruang kepada siswa untuk berapresiasi dalam kegiatan budaya semacam ini.

Ketua Dewan Pertimbangan Forum Masyarakat Adat Nginamanu Selapau Lika, Edu Edo Reke menjawab vigonews.com, Minggu (25/02/2018) memberi apresiasi atas partisipasi siswa dan generasi muda. “Ini menunjukkan bahwa generasi muda kita sebenarnya mencitai budaya mereka sendiri, hanya perlu pewarisan dari orang tua. Ini penting karena di dalamnya terkandung nilai dan kearifan lokal yang dapat membentuk karakter orang muda,” katanya.

Edu Edo menyampaikan terimakasih kepada para guru yang sudah melibatkan siswa dalam  pesta adat “W’te Muri” tahun ini di tiga kampung berbeda. Kegiatan budaya ini, menurut dia  akan memperkaya siswa dalam mengembangkan jati diri mereka, karena budaya menunjukkan jati diri seseorang. Karena itu, Edu Edo yang juga Ketua LPA Nginamanu Barat itu berjanji, ritual syukur adat ini akan terus dilaksanakan tahun-tahun mendatang.

Komunikasi Tradisional

Sementara Ketua Forum Nginamanu Selapu Lika, Emanuel  Djomba mengatakan, “W’te Muri” adalah ritual syukur  bagi masyarakat adat Nginamanu Selapu Lika (Nginamanu Raya). Ritual “W’te Muri” dalam budaya Nginamanu Selapu Lika merupakan bentuk komunikasi tradisional yang berisi ungkapan syukur kepada Tuhan atas pemeliharaan dan penyertaan-Nya dalam hidup sehari-hari, dilimpahi melalui kesehatan, hasil pangan yang baru, seperti jewawut (W’te), hasil sayuran dan  kacang-kacangan yang baru (Muri) dari ladang.
 
Kalangan muda dan tua bergembira dalam melagukan pantun-pantun  adat
“W’te Muri” adalah bentuk syukur kecil yang dalam siklus budaya Nginamanu Selapu Lika mencapai puncak pada ritual ‘Tale-Kekaea’yang biasanya jatuh pada bulan Mey setiap tahun di Kampung Maladhawi – Nginamanu Selatan. Ritual ini ditandai dengan ‘Bhey Uwi’ (Persembahan hasil baru dari ladang dan ritual makan ubi).

Pada malam sebelum rame ria “W’te Muri”, keluarga berkumpul dalam suasana penuh kekerabatan. Ini menjadi momen special karena keluarga yang dari jauh juga akan datang dengan bawaan baik sebagai anak “weta”  maupun anak “nara.” Biasanya dalam momen ini hubungan kekeluargaan dipererat  sehingga tidak melupakan satu sama lain.

Malam itu pemegang adat (Mori Adha) akan membuka dengan ritual pembuka, dan segera setelah itu  sudah dapat menyanyikan syair/pantun adat. Hingga keesokan harinya kegiatan di rumah-rumah maupun halaman kampung terus berlangsung, sembari menerima tamu yang masih akan datang ke kampung itu.

Waktu ini adalah waktu untuk bersukacita dalam pernyataan syukur atas anugerah Tuhan melalui berkat hasi ladang. Dalam suasana gembira ini menjadi waktu untuk menyanyikan syair/pantun adat, namun mengandung pesan sosial termasuk kritikan terhadap berbagai ketimpangan dalam hidup bermasyarakat.
 
Kritik dalam balutan syair/pantun adalah cara menegur dalam seni melalui ritual W'te Muri.
Biasanya dalam momen ini terjadi balas pantun antara satu dengan yang lain. Antara yang tua dan muda, maupun sebaliknya.  Namun tidak ada yang sampai tersinggung. Inilah seharusnya Nginamanu Selapu Lika menyampaikan teguran dan kritik kepada sesama saudaranya bila melakukan tindakan yang salah.

Pesannya, bahwa dalam semangat “W’te Muri” terjadi saling asah (saling mengingatkan), saling asih (saling menebar cinta kasih atau rasa saling menyayangi ) dan saling asuh (saling memelihara, menjaga). Falsafah hidup  Nginamanu Selapu Lika yang sarat nilai dan kearifan. Tidak ada kekerasan di sana. Semua masalah bisa diatasi dengan penuh kasih untuk mendatangkan kebaikan.

Kepala Desa Nginamanu, Yohanes Don Bosco Lemba mengatakan, ritual “W’te Muri” mengandung pesan sosial bernilai yang sudah diwariskan turun-temurun. Karena itu budaya seperti ini harus terus dilestasikan. Ini juga menjadi komitmen pemerintah desa sebagai modal sosial dalam menyukseskan pembangunan.

“Kita beri apresiasi para tua-tua adat yang berkomitmen menyuburkan lagi ritual-ritual kaya nilai ini. Kita juga beri apresiasi kepada Forum Nginamanu Selapu Lika – melalui prakarsanya mewujudkan Nginamanu yang satu dalam bahasa dan budaya. Dengan prakarsa itu, tahun ini ritual “W’te Muri”  dapat diselenggarakan kampung demi kampung seperti sedia kala,” kata Bosco. (Tim Redaksi vigonews.com)***

Tuesday 27 February 2018

Siswa SMPN 1 Bajawa tidak hanya perlu kerja fisik/otak tetapi juga kerja spiritual - 

BAJAWA, vigonews.com – Jelang UN 2018 nanti, siswa kelas akhir tidak hanya menghabiskan waktu untuk genjot pengetahuan. Mereka juga perlu disiapkan secara batin. SMPN 1 Bajawa menaruh perhatian pada persiapan rohani, dengan mengikutkan siswa kelas IX mengikuti retret.

Retret siswa jelang UN diselenggarakan di Biara OCD Bajawa tanggal 18 – 25 Februari belum lama ini. Demikian dikemukakan Kepala SMPN 1 Bajawa, Maria Cresentia Imelda menjawab vigonews.com, Rabu (28/02/2018).

Dikatakan, mengingat siswa Spensa kelas IX cukup banyak maka retret berlangsung dalam tiga gelombang. Waktu untuk tiga gelombang antara tanggal 18 – 25 Februari yang lalu.

Dalam arahannya, Maria Cresentia megatakan siswa dipersiapkan secara batin melalui retret. Bukan hanya saja untuk persiapan UN, tetapi retret menjadi moment refleksi pribadi dalam menjalani hidup.”Tentu saja dalam jangka dekat ini kita secara khusus melakukan persiapan batin bagi siswa sehingga bisa mengikuti UN dengan suasana yang tenang,” kata Maria Cresentia.
 
Suasana Retret SMPN 1 Bajawa
Apalagi, tambah Maria Cresentia, UN yang akan diikuti berbasis computer, selain persiapan materi perlu juga persiapan teknis dan persiapan batin sehingga dapat mengikuti UN dengan penuh optimis dan percaya diri. “Jadi secara mental lebih tenang menghadapi ujian,” papar Maria Cresentia.

Kerja Otak & Spiritual
Sementara salah seorang guru, Uno Ignamarry Ignatio menjawab vigonews.com mengatakan, retreat sudah menjadi agenda tahunan Spensa Bajawa, yang bukan semata persiapan batin menyambut UN tetapi menjadi momen special bagi siswa untuk mengisi ruang batin untuk merefleksi hidup mereka.

Kata Uno, ini kultur yang dibangun Spensa dari waktu ke waktu untuk pemenuhan kebutuhan siswa baik secara jasmani (kerja otak) maupun mental (spiritual).
Kegiatan-kegiatan spiritual rohani selalu menjadi bagian penting dalam kelangsungan pendidikan siswa.
Olah fisik

Retret merupakan salah satu cara pembentukan karakter siswa yang pada masanya sedang dalam proses tumbuh kembang membentuk jati diri.

Dalam kesibukan rutinitas sekolah, siswa diajak untuk sejenak menjauhkan diri dari segala riuh aktivitas keseharian sebagai pelajar kemudian mendekatkan diri pada keheningan agar kebutuhan spiritual (hati) siswa terpenuhi.

“Hal-hal praktis yang ingin dicapai antara lain menghindarkan siswa dari stres (menjadi remaja yang tidak goyah ketika diterpa masalah hidup), menjaga kesehatan rohani, menyadari akan kebutuhan dan gaya hidup, juga hal-hal sosial atau ekologis lainnya,” papar Uno. (ch)***


Aksi Penolakan Revisi UU MD3 di DPRD Ngada -  

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ngada, gelar aksi di DPRD Ngada. Pernyataan aksi tersirat dalam tiga pernyataan menolak dan 6 sikap kepada lembaga dewan.

BAJAWA, vigonews.com - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ngada menggelar aksi, Rabu (28/02/2018) untuk menolak revisi UU MD3 yang sudah disahkan DPR RI. Gelar aksi itu dilakukan di sejumlah titik di kota Bajawa, sebelum akhirnya menyampaikan pernyataan di DPRD Ngada.

Di depan gedung DPRD Ngada, puluhan mahasiswa menyampaikan orasi yang intinya menolak disetujuinya revisi UU MD3 dengan menyoroti tiga pasal yang dianggap krusial,  yakni pasal 73, 122 dan 245.

Sekitar pkl 12.00 wita puluhan  mahasiswa ini diterima oleh pimpinan dewan Sely Raga Tua  dan sejumlah anggota dewan di gedung DPRD Ngada yang terletak di jalan Soekarno-Hatta, Bajawa itu.

Peserta aksi diterima di ruang sidang paripurna dewan.  Dibuka oleh Wakil Ketua DPRD Ngada Dorohtea Dhone, kemudian dipimpin   Sely Raga Tua sebagai salah seorang pimpinan dewan lainnya.

Rombongan aksi dipimpin Ketua GMNI cabang Ngada Beny Tengka itu manyampaikan aspirasi yang sudah disiapkan secara tertulis dan dibacakan oleh salah seorang peserta aksi. Pernyataan itu disampaikan dalam tiga tuntutan dan 7 sikap GMNI sebagai elemen pemuda di Ngada.
 
Usai menyampaikan aspirasi
Isi pernyataan meliputi tiga penolakan, yakni: Menolak sikap fraksi-fraksi di DPR RI yang mensetujui revisi UU MD3; meminta masyarakat sipil untuk melakukan gugatan melalui lembaga yudicial review terkait dengan pasal-pasal yang membatasi ruang gerak masyarakat oleh DPR; dan GMNI meminta semua pimpinan DPRD dan para ketua partai Ngada untuk menandatangani berita acara penolakan UU MD3 yang baru saja disahkan.

Elemen mahasiswa ini juga menyatakan sikap bahwa wakil-wakil rakyat patut menghargai suara rakyat pemilih; sebagai elemen masyarakat  di kabupaten Ngada minta Presiden untuk tidak menandatangani UU MD3;  mendesak mahkamah Konstitusi untuk menerima pengajuan uji materil revisi UU MD3;  mendesak DPRD Ngada mendatangani penolakan UU MD3 sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat;  mempertanyakan fungsi control DPRD Ngada pada eksekutif yang dinilai lemah sehingga terjadi aksi suap terhadap Bupati Marianus Sae oleh Direktur PT. Sinar 99; meminta pertanggung jawaban DPRD terkait dengan OTT Bupati Ngada Marianus Sae.

Usai menyampaikan butir-butir pernyataan dan penolakan, Pimpinan DPRD Ngada Sely Raga Tua memberi apresiasi kepada GMNI sebagai salah satu elemen pemuda di Ngada yang dinilai ikut prihatin dengan kondisi bangsa dan menyampaikan aspirasinya sebagai sikap peduli. “Ini adalah hak demokrasi setiap warga Negara dari elemen mana saja yang dijamin oleh Negara untuk menyampaikan pendapatnya,” tegas Sely.
 
Bersama anggota DPRD Ngada setelah menyampaikan aspirasi
Kritik dan saran dari berbagai eleman masyarakat sipil akan ikut membantu dewan dalam menjalan fungsi tugas dewan sebagai wakil rakyat dalam mengembankan amanat rakyat.

Sely mengatakan, sebagai lembaga wakil rakyat di tingkat  bawah,  aspirasi ini akan disampaikan kepada lembaga di atasnya sesuai dengan mekanisme yang ada. Hal senada juga dikemukakan  oleh anggota DPRD lainnya Dorothea Dhone, Marsel Nau, Petrus Ngabi, Aloysius Soa, Yohanes Mari, Yohanes Munde dan Veronika Ule Bogha.

Di bagian lain Petrus Ngabi mengatakan, terkait dengan pengesahan UU MD3 memang menjadi perbincangan publik, baik media maupun berbagai elemen masyarakat hingga ke ruang-ruang diskusi. Namun kepada peserta aksi, Pit Ngabi mengatakan ada ruang bagi publik untuk memberi evaluasi untuk melakukan uji publik yang tentu saja menjadi ruang bagi masyarakat untuk menilai apakah produk UU ini termasuk didalamnya ada pasal-pasal yang merugikan kepentingan publik.

Terhadap kritik yang disampaikan peserta aksi, Dorothea Dhone mengaminkan bahwa lembaga wakil rakyat tidak anti kritik. “Kita akan tetap terbuka terhadap kritik atau pendapat, tentu saja yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja lembaga dewan,” papar Orty.

Lembaga DPRD Ngada sebagaimana dikemukakan pimpinan dewan Sely Raga dan Orty Dhone menolak menandatangani pernyataan penolakan UU MD3 sebagaimana permintaan peserta aksi.
 
Ketua GMNI Cabang Ngada Beny Tengka berorasi di depan Gedung DPRD Ngada
“Aspirasi kepada lembaga yang lebih tinggi sudah ada mekanismenya. Kami hanya melanjutkan aspirasi ini melalui fraksi-fraksi yang ada. Kita tidak punya kewenangan terhadap produk hukum yang lebih tinggi,” kata Dhorothea diaminkan anggota dewan lainnya.

Meski aspirasi diterima oleh pimpinan dan sejumlah anggota DPRD Ngada, namun GMNI Cabang Ngada ‘gagal memaksa’ anggota dewan menandatangani pernyataan penolakan disahkannya revisi UU MD3.

Terkait dengan pernyataan peserta aksi bahwa DPRD Ngada tak maksimal menjalankan fungsi kontrol sehingga terjadi aksi suap berujung OTT terhadap Bupati Marianus Sae, Sely Raga Tua mengatakan, dewan melakukan tugasnya sesuai tiga fungsi dewan. DPRD tidak melakukan kontrol yang sifatnya teknis kepada eksekutif karena di sana ada mekanisme yang diemban Banwas, tetapi dewan melakukan kontrol terhadap kebijakan. Itu sudah di atus.

Terkait  kasus Bupati Marianus Sae yang  kini sedang diproses hukum, Selay mengatakan “kita tetap menganut asas praduga tak bersalah selama belum ada keputusan hukum tetap. Karena itu kita harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan .” (ch)***
Ekowisata berbasis pertanian organik di lahan milik Koperasi Tani Ekowisata Wolokoro -  

BAJAWA, vigonews.com – Serangkaian kegiatan Perjusami (Perkemahan jumat, sabtu, minggu), siswa SMPN 1 Bajawa belajar pertanian di Koperasi Ekowisata, Wolokoro. Siswa dipandu oleh anggota Koperasi Ekowisata Wolokoro yang juga penyuluh pertanian swadaya, Mikhael Raga, Sabtu (24/02/2018).

Sebagai petani dan pelaku ekowisata ada beberapa hal dijelaskan Mikael Raga. Antara lain tentang peluang usaha yang sudah dikembangkan di beberapa tempat di Ngada diantaranya Pertanian Ekowisata Wolokoro.

Dalam jumpa itu, Mikael menjelaskan proses tanam hingga panen bagi tanaman holtikultura terung, tomat, cabai rawit, litus (sawi keriting) dan timun dengan media tanam polibek. Dari proses persemaian benih, penyiapan media tanam polibek, hingga proses menanam hingga panen.

Setelah mendapat penjelasan, rombongan pramuka Gudep Spensa didampingi Mikael melanjutkan praktik olah tanah sekam dan bokasi lalu dimasukan dalam polibek sebagai media tanam.
Mikhael Raga memberi penjelasan tentang menyemai bibit

Media tanam polibek hasil kerja bersama bibit yang yang sudah disiapkan ini kemudian dihadiai Mikael kepada para siswa rombongan Pramuka Gudep Spensa untuk dibawa pulang yang kemudian dalam rencana ditempatkan di halaman Spensa sebagai Pojok Holtikulura Sekolah (PHS).

Ekowisata

Wolokoro dengan hawanya yang sejuk sudah menjadi destinasi Ekowisata baru di Kabupaten Ngada.  Ekowisata dimaksud merupakan kegiatan pariwisata berwawasan pertanian, lingkungan alam.

Ekowisata Wolokoro ini milik masyarakat tani Wolokoro Desa Mojongange (sekarang desa persiapan) yang masuk dalam wadah Koperasi Tani Wolokoro bekerjasama dengan Group Casira dan Rotari Kanada dimediasi Mr. Jacques Roy biasa disapa Mr. Jill Raymon.
Pupuk Bokasih hasil olahan 

Kerjasama Ekowisata Wolokoro yang dibangun sudah membuahkan hasil. Sudah ada infrastruktur, tersedia 2 rumah peristirahatan wisata, tanaman holtikulura yang disediakan untuk dinikmati wisatawan. Dalam perencanaan Ekowisata Wolokoro masih banyak yang akan dibangun dan dibenahi antara lain pondok wisata, jembatan kayu antara vila – karena letaknya di tebing – restoran dan pembudidayaan tanaman holtikultura lainnya.

Di bagian lain, Mikael menjelaskan, kedepan Wolokoro juga menyediakan jasa pelayanan wisata. Untuk itu Group Casira dan Rotari dari Kanada akan melakukan pendampingan manajemen pengelolaan wisata, pelatihan komputer dan pelatihan bahasa inggris bagi masyarakat untuk mendukung ekowisata yang tersedia.
Siswa belajar membuat pupuk bokasih

Dalam susana yang rileks, Mikael menceritakan pengalamannya bahwa banyak ponaan lulusan Sarjana Pertanian datang kepadanya menanyakan pekerjaan, "kalau mau bergabung silahkan ada banyak pekerjaan dan menjadi petani tentunya .Kamu jangan terlalu terobsesi menjadi PNS, karena menjadi petani modern saat ini sangat menjanjikan," Kata Mikael.

Pendamping siswa, Uno mengatakan, kegiatan pramuka pertanian dan wisata ini mendorong anak mengalami secara langsung dan terlibat dalam pertanian serta anak dapat  belajar peluang untuk menjadi petani modern yang berwawasan luas, dan menjadi petani yang mencintai alam dengan pola pertanian organik.(Ss)***
Siswa SMPN 1 Bajawa dan SDN Mojongange belajar bersama -  

BAJAWA, vigonews.com – Pramuka Gudep SMPN 1 Bajawa bersinergis dengan Gudep SDN Mojongange menyelenggarakan Perkemahan Jumat,Sabtu, Minggu (Perjusami) 23 – 25 Februari di Desa Persiapan Wolokoro, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada.

Perkemahan merupakan salah satu satu kegiatan kepramukaan yang dilaksanakan secara out door. Melalui kegiatan perkemahan siswa dilatih hidup bersama bermasyarakat di alam terbuka dengan menggunakan kemah atau tenda sebagai tempat bernaung dari panas, dingin, hujan.

Di SMPN 1 Bajawa, kegiatan Pramuka menjadi salah satu ekskul yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Melalui kegiatan Perjusami, siswa dapat melatih dan meningkatkan kemandirian dan kedisiplinan; menanamkan jiwa kepramukaan; sehingga semakin kreatif, inofatif, dan inisiatif.
 
Persiapan apel pembukaan perjusami
Pembina Gudep Spensa, Yasinta Wua dalam arahannya saat apel pembuka Perjusami mengatakan, bahwa perkemahan kali ini sangat special. Anggota penggalang SMPN 1 Belajar bersama dengan Pramuka Siaga Gudep SD Mojongange pada perkemahan yang berlangsung tiga hari itu. “Saya berharap penggalang Gudep SMPN 1 Bajawa dapat membimbing adik-adik  pramuka siaga SD Mojongange,” pinta Yasinta.

Sementara, Yolenta Kigo,  pendamping pramuka SDN Mojongange sangat senang dengan kegiatan dan kehadiran Gudep Spensa dalam kerja sama ini. Lebih jauh Yolenta menyampaikan rasa syukurnya bahwa adik-adik pramuka siaga bisa mendaptkan ketrampilan pramuka dan lain-lain.

Hal senada juga disampaikan Jordi Paju Anggota Gudep SD Mojongange. “Kami senang karena kami bisa belajar bersama dengan kakak-kakak penggalang dari Gudep Spensa Bajawa,” kesan Paju.
 
Belajar besama
Pada perjusami tahun ini, Gudep Spensa Bajawa menurunkan 5 Regu. Diantaranya 3 regu putri dan 2 regu putra. Dari Gudep SDN Mojongange sebanyak 2 Regu, putra dan putri.

Ketua Panitia Perjusami Spensa, Hendrikus Wou, mengatakan, perkemahan kali ini  mengusung tema Pramuka Pertanian dan Pariwisata dimana Pramuka gudep spensa bersama Gudep SDN Mojongange menjalankan sejumlah kegiatan sejak hari jumat yakni Penjelajahan Lokasi Pertanian Holtikultura, pola tanam dalam polibek, informasi pariwisata, penjelajahan wisata alam megalith Ture. (Ss)

Saturday 17 February 2018

Sekda Ngada Meda Moses bersama sejumlah pimpinan SKPD hadir di tengah warga Benteng Tawa Raya meresmikan Puskesmas Lindi -  

RIUNG BARAT, vigonews.com – Warga Benteng Tawa Raya, Riung Barat boleh tersenyum. Pelayanan kesehatan di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Nggarai Timur itu tak perlu jauh-jauh ke puskesmas pusat di Maronggela. Apalagi menuju pusat kecamatan Riung Barat di Maronggela harus berputar melewati empat kecamatan.

Sekda Ngada, Meda Moses meresmikan Puskesmas Lindi itu, Selasa (13/02/2018). Peresmian puskesmas yang terletak di Desa Benteng Tawa itu ditandai dengan gunting pita dan pembacaan naskah peresmian, dan surat ijin operasional pelayanan puskesmas. Meda Moses juga menyerahkan mobil almbulance dan mengukuhkan pelaksana tugas (Plt) Kepala Puskesmas Lindi, Thomas Aquino Seno Mari.

Pada kesempatan itu, Meda Moses mengatakan, kehadiran puskesmas Lindi menjawabi kebutuhan masyarakat Benteng Tawa Raya di sektor kesehatan. Puskesmas ini dilengkapi dengan sarana prasarana penunjang pelayanan kesehatan.

"Oleh karena itu, pelayanan kesehatan nanti, harus membuat masyarakat di sini Lindi tersenyum. Gedung boleh megah, tetapi kalau pelayanan kurang ramah, maka bisa membuat pasien tambah sakit," kata Meda Moses.
 

Penyerahan SK Plt.Kapus Lindi oleh Sekda Ngada Drs.Meda moses (kiri), kepada Plt.Kapus Lindi yang baru Thomas Aquino Seno Mari,S.Km (kanan), disaksikan oleh kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada Agustinus Naru.

Sementara pada laporan panitia Dinkes Ngada yang disampaikan Kepala Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit (P2P) Agung  Artanaya menjelaskan bahwa, pelayanan di puskesmas ini meliputi masyarakat Benteng Tawa Raya yang terdiri dari dua Desa induk (Desa Benteng Tawa dan Benteng Tawa 1) serta empat desa persiapan yaitu Desa Persiapan Benteng Tawa II, Desa persiapan Benteng Tawa III, Desa Persiapan Benteng Tawa IV, dan Desa persiapan Benteng Tawa V.

"Selama ini masyarakat Benteng Tawa Raya benar-benar merasakan kesulitan akses mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Maronggela, karena harus melewati tiga puskesmas baru tiba di puskesmas Maronggela" kata Kabid P2P Agung Artanaya.

Plt. Kapus Lindi Thomas Aquino Seno Mari mengatakan, dirinya bersama jajaran petugas kesehatan di puskesmas Lindi akan melakukan kerja sama, komunikasi, dan kordinasi bersama semua komponen yang ada di wilayah Benteng Tawa Raya.
"Tentunya, hal yang saya lakukan pertama-tama adalah membangun kerja sama dan kordinasi bersama semua unsur yang ada di wilayah Benteng Tawa Raya," tutur Thomas Aquino Mari.

Di bagian lain, Kepala Desa Benteng Tawa I Yoseph Panas Lewa ketika dimintai komentarnya memberikan apresiasi kepada pemerintah kabupaten Ngada yang telah menghadirkan pembangunan puskesmas di Lindi guna mendekatkan pelayanan bagi masyarakat di wilayah Benteng Tawa Raya.  Ke depan, kata dia, perencanaan penggunaan dana desa keberpihakan anggaran desa juga akan prioritas bidang kesehatan, seperti pengembangan tenaga kesehatan desa, PHBS terintegrasi, dan Pos bindu di desa.

"Sebagai Kades, saya memberikan apresiasi kepada pemda bersama DPRD Ngada yang telah melahirkan kebijakan anggaran Pembangunan puskesmas Lind guna mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Benteng Tawa Raya" pinta Jose.

Momen peresmian Puskesmas Lindi ini dihadiri oleh Assisten II Setda Ngada Hironimus Reba Watu, Kepala Dinas Kesehatan Agustinus Kila Naru, Sekdinkes Yak.Yosep Mawo, kepala Dinas industri dan Energi Antonius Jawa, Kepala Dinas Kominfio Anastasi Moi, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Emanuel Kora, Kepala Badan Inspektorat Paulus Gono, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Getrudis Lali, Kepala Bagian Umum Kosmas Damianus Tagu, Kepala Bagian Hukum Yohanes Gae, Kepala Bagian Humas Martinus Penga, Mentor Dinkes Ngada Yohanes Donbosko Ponong, Kepala Desa Benteng Tawa I Yoseph Panas, Penjabat Kepala Desa Benteng Tawa Darius Tuju, para kapus sekabupaten Ngada, semua petugas kesehatan, dan warga masyarakat seBenteng Tawa Raya. (AL)***

Thursday 1 February 2018

Aula Inesina berkapasitas 600 orang terlihat lengang saat Prof. Suyadi menjadi pembicara di Undana Bajawa -   

BAJAWA, vigonews.com – Ratusan kursi kosong di Aula Inesina Bajawa ‘jadi saksi’ bisu Sang Profesor ketika menjadi pembicara di seminar yang digelar Undanana Bajawa, akhir Januari lalu. Sekitar 400 Undangan mangkir.

Sebuah seminar yang digelar Prodi Sosiologi Undana Bajawa mengecewakan. Seminar yang menghadirkan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. Sc. Ir. Suyadi, (27/01/2018) lalu, haya dihadiri sekitar 40 peserta dari sekitar 400 undangan.

Kehadiran 40 peserta terlihat kontras di Aula Inesina yang konon bisa menampung hingga 600 orang itu. Undangan yang disebarkan oleh pihak panitia hingga ke desa-desa tidak banyak  direspon. Hanya dari utusan lima desa yang hadir seminar yang sengat urgen ini.

Seminar ini sedianya membahas tentang resproduksi ternak babi sebagai ternak domestik. Ternak babi di kabupaten ini merupakan sumber penghasilan masyarakat. Prospek yang bagus dalam meningkatkan pendapatan domestic ini hari-hari ini justru terancam virus Hog Colera. Dalam catatan Dinas Peternakan Kabupaten Ngada, sudah terjadi 500 kasus.

Alasan ini, Prodi Sosiologi Undana Bajawa menggelar seminar yang menyasar para pengambil kebijakan dari tingkat desa dan para peternak. Sayangnya seminar yang menjadi moment strategis ini justru tidak direspons oleh public. Akibatnya dari sekitar 400 undangan yang hadir, hanya sekitar 40 yang hadir. Selain utusan lima desa, sisanya adalah mahasiswa prodi sisiologi.

Kondisi yang amat prihatin itu ternyata membuat sang Profesor yang didatangkan jauh-jauh dari Malang kecewa. Karena praktis Prof. Suyadi seperti sedang bicara dengan barisan kursi kosong di aula itu. Suasana itu tampak kontras dengan segelintir mahasiswa dan peserta yang duduk dua baris paling depan. Meski begitu Prof Suyadi yang didampingi  Kepala Bidang Kesehatan Hewan Kabupaten Ngada, Yanuaria Goa, juga sebagai pemateri tetap berbicara di forum itu.  

Salah seorang panitiapenyelenggara kegiatan ini Robertus Gara, mengatakan, sebenarnya melalui kegiatan ini masyarakat dapat memahami dan mengatasi kematian ternak akibat Hog Cholera di Kabupaten Ngada. Ia juga mengatakan  kegiatan ini merupakan program tahunan mahasiswa Jurusan Sosiologi PSDKU Undana 2 Bajawa untuk meningkatkan produktivitas mahasiswa jurusan sosiologi.
 
Hanya dihadiri mahasiswa
Menurutnya sosiologi merupakan jurusan yang mempelajari tentang hubungan dengan masyarakat sehingga mahasiswa melihat persoalan yang sedang terjadi di masyarakat. Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa Undana  Bajawa dan masyarakat dari 5 desa yang ada di Kabupaten Ngada yaitu Sarasedu, Borosade, Piga, Wakomenge, dan Bobou.

Dalam kesempatan yang sama Robertus juga menyampaikan ungkapan kekecewaannya kepada seluruh masyarakat Kabupaten Ngada. “Kami merasa sangat kecewa melihat ketidakpedulian masyarakat terhadap masalah ternak yang sedang terjadi di Kabupaten Ngada. Kami sudah menyebarkan undangan ke seluruh kecamatan dan desa di Kabupaten Ngada. Tapi nyatanya masyarkat tidak ada yang datang, cuma dari lima desa,” ungkapnya dengan nada kesal.

Ia menjelaskan bahwa,para penyelenggara kegiatan melalui seminar ini hanya ingin menyampaikan kepada masyarakat agar dapat meminimalisir kasus kematian ternak di Kabupaten Ngada. Namun tidak mendapat respon yang baik dari masyarakat, dilihat dari kursi kosong yang masih sangat banyak dalam seminar tersebut. Ia berharap untuk kedepannya masyarakat lebih peduli dengan apa yang sedang terjadi di lingkungan sekitarnya dengan mencari solusi melalui kegiatan-kegiatan yang diadakan pemerintah, lembaga masyarakat maupun mahasiswa.

Kasus

Guru Besar dari Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. Sc. Ir. Suyadi, selaku pembicara dalam seminar itu mengatakan, reproduksi pada hewan ternak  merupakan salah satu cara untuk memperoleh keturunan dalam generasi. Menurutnya,  tanpa bereproduksi hewan tidak dapat meningkatkan percepatan populasi.
 
Ruang seminar
Suyadi yang juga merupakan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang ini mengatakan reproduksi ini penting karena memungkinkan hewan untuk dimanfaatkan sebagai ternak domestik. Artinya ternak diharapkan dapat menjadi sumber penghasil utama di Kabupaten Ngada melihat potensi ternak di Kabupaten Ngada yang cukup besar.

Dalam kesempatan itu pula hadir  Kepala Bidang Kesehatan Hewan Kabupaten Ngada, Yanuaria Goa sebagai pemateri satu. Dalam materinya ia menyampaikan potensi peternakan babi dan permasalahan di Kabupaten Ngada.

Ia mengatakan permasalahan yang dihadapi di Kabupaten Ngada ialah penyakit mematikan Hog Cholera pada babi yang terjadi sejak Maret 2017. Kecamatan yang tertular penyakit ini meliputi Bajawa, Soa, Bajawa Utara dan Riung Barat.  Ia mengatakan sudah ada 500 data kematian akibat virus Hog Cholera ini.

Yanuaria mengungkapkan bahwa penyebab virus ini diakibatkan karena kandang yang kotor sehingga tidak higienisdan lokasi kandang yang tidak terkena sinar matahari menyebabkan kelembapan kandang tinggi. Selain itu penularan melalui alat pencernaan dan pernapasan yakni kontak langsung dengan babi dapat mengakibatkan terjadinya virus.

Dalam menyampaikan materinya, Yanuaria juga menjelaskan tentang cara pencegahan penyakit Hog Cholera. Dengan kandang yang bersih dan kering, komposisi pakan yang sesuai dengan berat badan dan vaksinasi teratur dapat mencegah penularan penyakit Hog Cholera pada babi.(Ketty)***