Responsive Ads Here

Wednesday 27 September 2017


BAJAWA, vigonews.com –  Lebih dari 1.000 penari getarkan alun-alun kota Bajawa dalam tarian Ja’i massal. Perhelatan ja’i massal itu  sekaligus ‘merayakan’ pesta minum kopi 1.999 cangkir Arabika Flores Bajawa (AFB), Rabu (27/09/2017).

Ja’i massal dan minum 1.999 cangkir kopi itu dalam rangka meramaikan pameran pembangunan dan menyongsong hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober mendatang yang juga bertepatan dengan Hari Kopi Internasional.

Ini ja’i massal pertama di kota kopi AFB. Ribuan penari menelisik dari beberapa penjuru beriringan masuk lapangan kartini, sesaat setelah gong gendang ditabuh. Dari penari cilik hingga penari dewasa ‘bak berhampuran memadati alun-alun kota yang dipagari berbagai stand pameran.
 
Anak-anak yang juga turut serta dalam gelar ja'i masal ramai-ramai toast kopi
Sekitar 30 menit, gong dan gendang bertalu-talu memacu kaki para penari beriringan. Tiga puluh menit berikutnya semangat para penari belum surut juga, ketika iringan ja’i dengan music modern dengan dentuman yang kian membuai para penari hanyut dalam irama dan hentakan setelah jedah beberapa detik.

Hingga sejam sejak gong ditabuh sejak awal,  para penari jedah untuk aksi minum kopi 1.999 cangkit yang disuguhkan oleh panitia. Wakil Bupati Ngada, Paulus Soliwoa naik ke panggung bersama beberapa pimpinan SKPD menyambut para penari dengan mengangkat cangkir kopi dan mengatakan, “Mari kita nyatakan toast sebagai wujud kesatuan kita dan tegaknya Pancasila, sekaligus merayakan hari kopi internasional. Arabika Flores Bajawa, kian mendunia, go gita go internasional,” kata Wabup Soliwoa.
 
Wabup Paulus Soliwoa (kiri) mempimpin toast minum kopi 1.999 cangkir di alun-alun  Kota Bajawa
Ja’i masal dan minum kopi 1.999 cangkir merupakan ‘pesta’ singkat untuk mempromosikan kopi AFB yang sudah menjadi produk unggulan Ngada hingga ke mancanegara.

Kopi AFB, kata Wabup Soliwoa menjawab vigonews.com usai gelar minum kopi 1.999 cangkir mengatakan, saat ini kopi dataran tinggi Bajawa sudah menjadi produk ekspor. Namun kopi ini belum menjadi tuan di rumah sendiri.

Terkait dengan hal itu, Wabup Soliwoa mengatakan, pemerintah mendorong semua elemen, khususnya orang muda agar membangun usaha hilir seperti usaha café di Kota Bajawa. Bahkan, kata dia, jika ini bisa terwujud, maka pemerintah siap memberi bantuan modal.

“Kalau ada café-café sebagai usaha hilir, maka pemerintah daerah kalau rapat tidak perlu di kantor. Kita bisa rapat bergilir dari café ke café,” kata Wabup Soliwoa.

Dia juga mendorong agar kopi yang kini pengelolaannya berbasis UPH dalam wadah koperasi harus didorong juga untuk memproduksi untuk dikonsumsi lokal. Dinas Perindustrian supaya mulai melakukan terobosan kerja sama dengan stakeholder lain agar kopi dengan berbagai jenis saset dapat terjual di pasar-pasar lokal.
 
Para penari toast kopi sembari ja'i
Dikatakan Wabup Soliwoa, kopi AFB sudah dibudidaya dengan system organik di atas lahan seluas sekitar 1.600 hektar. Selanjutnya prosesnya memenuhi standar SOP dan sangat higienis. Sehingga AFB sehat untuk dikonsumsi.

“Jangan sampai kita tanam kopi tetapi kita minum kopi dari luar. Apa salahnya kita tanam, kita proses jual, kita juga minum sendiri. Itu malah berdampak lebih baik. Saya ajak masyarakat Ngada untuk minum kopi produk lokal, dan cintailah produk sendiri,” urai Wabup Soliwoa.

Ja’i massal dan minum kopi 1.999 cangkir didukung penuh Dinas Pertanian Kabupaten Ngada yang menjadi leading sejak awal hingga kopi AFB diproduksi sesuai SOP seperti sekarang dan diekspor ke mancanegara. Belakangan, Dinas Perindustrian juga mulai mengambil bagian dalam untuk pengembangan dan promosi lokal, misalnya memasarkan dalam bentuk sasetan sehingga ada difersifikasi kemasan dan ukuran. (ch)***

BAJAWA, vigonews.com –  Kabupaten Ngada melakukan terobosan melalui Dinas Pertanian dengan meluncurkan  ‘Go Organik’. Sebuah lompatan yang menjadi titik balik dari praktik pertanian yang mengutamakan produktivitas tanpa memperhitungkan kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia.

Peluncuran ‘Go Organik’ ini dinilai cukup strategis karena penggunaan pupuk kimia dan obat-obatan ternyata membawa dampak terburuk, yakni penurunan produktivitas dan masalah kesehatan yang kini dinilai mencapai titik jenuh.

‘Go Organik’ adalah jalan cepat yang ditempuh Dinas Pertanian Kabupaten Ngada untuk mengajak masyarakat daerah ini kembali ke pertanian organik, guna menyelamatkan organisme tanah, meningkatkan produktivitas dan menjamin produknya sehat untuk dikonsumsi.

Itu sebabnya bertepatan dengan Pameran Pembangunan tahun ini, Dinas Pertanian meluncurkan ‘Go Organik’. Babak baru beralih menuju/kembali ke pertanian organik sebagai cara cerdas. Tidak heran jika  dinas ini lalu mengisi stan pameran sebagai sebuah rumah organik yang di dalamnya dipamerkan berbagai produk hortikultura dan pertanian lainnya yang berasal dari lahan yang dikelola secara organic.

Hasil pertanian berbasis organik, kata Ali Wale menjawab dua siswi SMAK Recis Putri Lusi dan Anjel Witu yang mewawancarainya di sela-sela pameran, Rabu (27/09/2017), merupakan bukti bahwa lahan pertanian kita ternyata sangat produktif dengan system organik. Berbagai produk hortikultura seperti pangan dan buah-buahan terlihat ranum dan segar dipajang di rumah organik stand pameran Dinas Pertanian.
 
Paskalis W Bai (membelakangi kamera) bersama staf Man Tuga menjelaskan tanteng pertanian kepada Putri dan Anjel, dua siswi SMAK Regina Pacis di stan pameran.
Selama setahun ini, Dinas Pertanian di bawah pimpinan Kadis Paskalis Wale Bai, gencar mengampanyekan pertanian organic. Turun ke desa-desa mengidentifikasi lahan yang dikelola dengan system organic, mendorong petani yang secara terus-menerus setia pada pertanian organik. Aksi ini akan terus ditularkan kepada masyarakat luas yang semula bersifat sporadis. Suatu saat, menurut Ali WB demikian kadis Pertanian ini biasa disapa, para petani beralih secara bertahap ke pertanian berbasis organik.

Itu mimpi Ali Wale Bai ketika dirinya ditunjuk menjadi Kadis Pertanian. Memang dia menyadari ini bukan pekerjaan mudah. Mungkin karena itu, dia tidak mau terlalu banyak berteori, sebaliknya turun langsung dan berada di tengah-tengah petani, bersama petani, kerja bersama mereka dan mendampingi bila petani membutuhkannya.

Gerakan kampanye organik dilakukan melalui kerja-kerja kecil, namun kini sudah mulai menggeliat. Tanda-tanda untuk beralih ke pertanian organik di kalangan petani sudah di depan mata. Itu sebabnya, bersama stafnya  mendisain sebuah ‘Rencana Aksi Agrikultur Organik di Kabupaten Ngada’ dengan menyasar komoditi hortikultura, komoditi padi, komoditi perkebunan. Juga menggagas dan merealisasikan kawasan pertanian organik, penyiapan teknologi pembuatan pupuk organik sebagai pendukung aksi ini.

Diharapkan produknya secara maksimal akan didistribusikan untuk menjamin bahan pangan yang aman bagi masyarakat Ngada, dengan target pertama adalah sebagai bahan pangan bagi pasien di RSU Bajawa.

Terkait dengan rencana aksi agrikultur organik itu, maka sudah pula dilakukan maping dan pendamping kepada petani. Untuk komoditi padi  di kawasan Tiwukela, Desa Wogowela sekitar 25 hektar. Kawasan Nggurundala dan Lewo Rawi di Desa Denatana, Kecamatan Wolomeze sekitar 25 hektar.

Untuk komoditi Hortikultura pengembangan berbasis organik ada di kawasan Hedhakela, Desa Sarasedu sekitar 50 hektar, dan kawasan Wajamala, Desa Radabata sekitar 50 hektar. Sementara untuk komoditi perkebunan yang sudah disasar adalah kopi di wilayah Indikasi Geografis seluas 6.500 hektar. Kopi organik ini yang menghasilkan Arabika Flores Bajawa yang kini sudah di ekspor hingga ke mancanegara, menjadi branding dari Ngada yang dikelola berbasis organik.

Sementara untuk komoditi Kakao dan Jambu mente kini sedang dilakukan maping, dan sampel produk ini sudah dikirim ke Jerman untuk uji Lab sehingga bisa memperoleh sertifikasi organik.
 
Sejumlah siswa mengamati produk organik di arena pameran Dinas Pertanian.
Dinas Pertanian Kabupaten Ngada juga maping kawasan pertanian organik terpadu, di kawasan Belu, Desa Ubedolumolo 1 dan Turekisa sekitar 200 hektar – dengan memanfaatkan rantai energy (siklus energy) komoditi palawija lokal, hortikultura, peternakan dan perikanan.

Dukungan teknologi untuk disain rencana aksi ini dengan melakukan pembuatan POC (Pupuk Organik Cair) melalui teknologi mikrobia dan pemanfaatan reactor pupuk. Pembuatan pupuk organik padat dengan APPO melalui konsep pupuk desa dan pupuk BPP. Untuk dukungan pupuk organik disarankan penggunaan POC dan pupuk organic padat, seperti: pupuk kandang dan material organik.

Sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia, pertanian organik sudah diterapkan para petani yaitu dengan cara melakukan daur ulang limbah organik sisa hasil panen sebagai pupuk. Intensifikasi pertanian melalui gerakan  Revolusi Hijau yang dilaksanakan sejak tahun 1970-an, lebih mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimiawi.

Selama beberapa tahun upaya tersebut terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian secara mencolok. Akhir-akhir ini para ahli berpendapat bahwa penggunaan bahan kimia sintetis menyebabkan kerusakan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang berujung pada penurunan produktivitas tanah. Dampak lain adalah mengancam kesehatan manusia karena penggunaan pestisida dan obat-obatan.

Sekitar tahun 1990, pertanian organik mulai berhembus keras di dunia.  Sejak saat itu mulai bermunculan berbagai organisasi dan perusahaan yang memproduksi produk organik. Itu sebabnya, di Ngada melalui Dinas Pertanian mulai digemakan gerakan pertanian berbasis organik, setidaknya mulai gencar  dihembuskan dua tahun terakhir. Dengan meluncurkan ‘Go Organik’ menjadi tonggak gerakan organic di Ngada.
 
Stand Pameran Dinas Pertanian yang dihiasi produk organik diserbu siswa sekolah
Go Organik

Terkait dengan pentingnya pertanian yang berbasis organik yang kini sudah menjadi gaya hidup global, Dinas Pertanian meluncurkan ‘Go Organik’.  Pemerintah Ngada memandang gerakan ini perlu terus digelorakan melalui terobosan-terobosan strategis.

Sebagai bentuk dukungan, Pemerintah Ngada melalui Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa, Selasa (26/09/2017) petang meluncurkan ‘Go Organik’ secara resmi di rumah organik, stand Dinas Pertanian arena pameran pembangunan.

Peluncuran ‘Go Organik’ ditandai dengan pembacaan dan penandatanganan naskah peluncuran. Peluncuran itu disaksikan Sekda Ngada Meda Moses, Kadis Pertanian Paskalis W. Bai, pimpinan SKPD dan para pengunjung  pameran. Selanjutnya Wabup Soliwoa memotong pita di pintu rumah organik – yang bermakna secara resmi gema ‘Go Organik’ dikumandangkan ke berbagai penjuru Ngada. Dan sebagai sebuah kampanye kepada publik Ngada agar mulai menggunakan berbagai jenis pangan sehat berbasis organik, menuju masyarakat Ngada yang sehat.

Biasanya pemotongan pita peresmian dilakukan dari luar. Namun dalam kaitan peluncuran ‘Go Organik’  Dinas Pertanian memilih ‘ritual’ potong pita dari dalam rumah, dan secara resmi produk organik mulai keluar ke pasaran agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Pada pembacaan naskah pencanangan/peluncuran itu, Wabup Soliwoa menegaskan, secara resmi mencanangkan program ‘Go Organik’  bagi pertanian di Kabupaten Ngada. Semua hal yang berkaitan dengan program pertanian yang akan berjalan di kabupaten Ngada dipandang perlu untuk mengedepankan prinsip organik dan ramah lingkungan agar dapat terwujud masyarakat Ngada yang sehat, mandiri dan bersaing.

Wabup Soliwoa minta program organik disosialisasi seluas-luasnya, mengkonsumsi komoditi pangan dari olahan organik demi mendukung program kelestarian lingkungan dan gerakan hidup sehat. “Kita upayakan agar setelah pencanangan ini produk organik mulai dikonsumsi oleh para pasien di RSUD Bajawa. Bagaimana bisa sehat kalau makanan bagi para pasien kita terkontaminasi zat-zat kimiawi. Karena itu kita harus gunakan produk organik,” kata Wabup.

Saat ini, produk hortikultura Ngada yang organic masuk ke pasar di kabupaten tetangga seperti Manggarai, Labuan Bajo, Sumba dan Ende. Produk hortikultura dari Ngada selama ini ditekuni oleh banyak petani yang tetap konsisten dengan system organik seperti kawasan Wajamala.

Dengan peluncuran ‘Go Organik’ ini menandai mulai beralihnya system pertanian yang an organik dengan system organik. Gaya hidup organik kini menjadi gerakan global. Kebutuhan pangan untuk mendukung pariwisata saat ini hasuslah produk organic. “Kita ingin, konsumen harus bernar-benar aman dalam mengonsumsi pangan. Itu merupakan tuntutan yang harus dipenuhi,” tambah Man Tuga, Kasubag Perencanaan Dinas Pertanian Kabupaten Ngada, saat mendampingi Kadistan Ali WB. (ch)***

Insert foto: Wabup Paulus Soliwoa mencanangkan program 'Go Organik' yang ditandai dengan pemotongan pita.

Tuesday 26 September 2017


BAJAWA, vigonews.com – Dengan dukungan biaya dana desa, Desa Radamasa setahun terakhir giat memproduksi kloset. Produksi dari kecamatan Golewa Selatan ini selain memenuhi kebutuhan lokal Ngada, juga dipesan oleh kabupaten tetangga.

Terobosan Desa Radamasa ini bukan sekedar untuk mencari keuntungan, tetapi sekaligus memasyarakatkan gerakan hidup sehat melalui penggunaan jamban. Karena ternyata di banyak desa ada warga yang belum mempunyai jamban sehat. Tidak heran jika gerakan memproduksi kloset itu megangkat tag line: ‘Satu Rumah Satu Jamban’.

Kloset produk Desa Radamasa ini dipajang di arena pameran pembangunan Kabupaten Ngada, stand PMD P3A. Ketika vigonews.com mengunjungi stand ini, tampak kloset dan bebarapa produk kerajinan binaan dinas ini dipajang di salah satu sisi.

Produk kerajinan selain kloset adalah kerajinan anyaman bambu dari desa Mainai dan desa Nginamanu, ada juga krupuk dari bahan kulit pisang. Ini juga hasil para ibu binaan PMD P3A yang diproduksi dengan dukungan dana desa.
 
Proses produksi kloset di Radamasa
Di stand ini bisa ngobrol santai bersama Sekretaris Dinas PMD P3A, Fabianus Sebastianus Pesek, SP bersama staf Ronaldus B. Sarno dan Mira Sepa. Dijelaskan Fabianus, produk yang dipajang di sini merupakan hasil dari kelompok binaan PMD P3A yang dibiayai dana desa. “Sebenarnya banyak sekali hasil industry rumah tangga yang kini sudah mulai menggeliat hanya memang belum dipromosi dengan baik, sehingga tidak banyak orang yang tahu,” tambah Ronald.

Soal kloset ‘made in’ Radamasa itu, Fabianus mengatakan diproduksi oleh warga dengan dukungan dana desa. Kita harap ke depan desa-desa focus juga pada pemberdayaan sesuai dengan keunggulan desa itu. Kloset produksi Radamasa harganya murah sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Dijual seharga Rp 100 ribu. Murah dibanding produksi pabrik di pasaran yang harganya berkisar antara Rp 175 ribu – Rp 250 ribu.

Fabianus menghimbau desa-desa agar dapat memanfaatkan produk ini untuk warganya yang belum memiliki jamban. Atau kalau bisa produksi sendiri, tentu saja perlu ikut pelatihan terlebih dahulu.

Produk ini menurut Kades Radamasa Paulus Wawo, tahan banting. Dia berani jamin, produk dari desanya itu memang murah, tetapi kualitasnya tidak kalah dengan produk di pasaran. (ch)***

BAJAWA, vigonews.com – Inerie kini menjadi nama produk olahan kelapa yang di produksi di kecamatan Aimere. Inerie tidak lagi sekedar nama tempat, atau judul film yang pernah mengambil lokasi syuting di Jerebu’u beberapa tahun silam dan bukan sekedar legenda. Melalui produk berbahan kelapa, nama Inerie akan melegenda.

Adalah Dinas Perindustrian Kabupaten Ngada yang meluncurkan multi Produk Olahan Industri dari bahan kelapa di sela-sela pembukaan pameran pembangunan, Selasa (26/09/2017). Produk itu diluncurkan oleh Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa, didampingi Sekda Ngada Meda Moses, Kadis Perindustrian Djawa Antonius, jajaran SKPD disaksikan para pengunjung pameran.

Hasil olahan dari kelapa dengan ‘merek dagang’ Inerie itu seperti minyak goreng sehat, minyak telon, kecap, Nata De Coco rasa strawberry dan nenas, sambal, biscuit, sirup dan sejumplah produk lain dari bahan kelapa baik untuk pupuk organic maupun bahan kerajinan.
 
Dari Kiri: Sekda Ngada Meda Moses, Wabup Paulus Soliwoa, Pimred MEDIA CERMAT Emanuel Djomba, dan Kadis Perindustrian Djawa Antonius
Wabup Paulus Soliwoa memberi apresiasi atas terbosan yang dilakukan dinas perindustrian melalui kelompok binaannya. Kini ‘Inerie’ menjadi branding hasil olahan berbahan kelapa dari Kecamatan Aimere. Pada kesempatan itu, Wabup Soliwoa membeli beberapa produk sebagai wujud nyata dukungannya dan mencintai produk lokal Ngada.

Pemerintah Daerah, kata Wabup Soliwoa akan terus mendorong kelompok masyarakat yang serius bergelut dalam industry berbasis rumah tangga seperti ini. Karena itu, pola studi banding yang biasa dilakukan selama ini akan diubah dengan mendatangkan ahlinya dari luar. Selain biayanya murah, dapat mengikutsertakan banyak orang untuk pelatihan (bimtek) dalam bidang wirausaha. “Jadi dampaknya akan jauh lebih terasa daripada membiayai banyak orang pergi studi banding, tetapi pulangnya tidak memperlihatkan hasil,” kata Wabup Soliwoa dalam konferensi pers usai peluncuran.
 
Berbagai produk dari bahan kelapa dipamerkan di stand Pameran Pembangunan 2017
Terobosan ini, kata Kadis Perindustrian Djawa Antonius setelah melihat bahwa selama ini kelapa lokal hanya dikirim dalam bentuk kopra ke luar daerah. Tergelitik oleh realitas itu, pihaknya melakukan kerja sama dengan mendatangkan ahlinya/mitra dari Kementerian Perindustrian yang kemudian memberi latihan dan pendampingan untuk menghasilkan produk olahan kelapa.

Menurut Djawa Antonius, kelapa memiliki nilai ekonomis, karena dari bahan kelapa tidak ada yang terbuang. Bahkan limbah kelapa seperti ampas dan sabuk serta batok kelapa semua diproduksi menjadi bahan olahan yang bernilai ekonomis.

Produk berlabel ‘Inerie’ itu diproduksi di kecamatan Aimere, oleh Forum Wirausaha Industri Kelapa Aimere,  karena wilayah Ngada di pesisir selatan itu banyak menghasilkan kelapa. Di sini orang-orang yang punya minat untuk berwirausaha diajak mulai berproduksi.

“Kita berharap ke depan akan muncul banyak industry berbasis rumah tangga yang bernilai ekonomis. Jika dikembangkan secara maksimal dan ada kemauan dari masyarakat, maka akan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat,” jelas Antonius. (ch)***

BAJAWA, vigonews.com – Ngada dijuluki kabupaten bambu. Ya, karena di kabupaten ini banyak terdapat bambu. Tetapi bambu hari-hari ini sekedar untuk bahan atap  dan dinding rumah, pagar dan kandang babi bagi sebagian besar masyarakat Ngada. Selebihnya? Bambu tetaplah Bambu.

Tetapi di tangan Markus Lina, bambu sudah menjadi multi produk sebagai hasil kerajinan tangan yang bernilai seni dan sudah pasti punya nilai ekonomis tinggi. Ini kemudian yang membuat Markus Lina, yang baru saja purna bakti sebagai Kepala Desa Manubhara di Kecamatan Inerie jatuh cinta pada bambu.

Wartawan media ini, berjumpa Markus Lina di arena pameran pembangunan Kabupaten Ngada yang baru dibuka oleh Wabup Paulus Soliwoa, Selasa (26/09/2017) petang. Di Stand Dinas Pariwisata dan Kebudayaan itulah, Markus menerima setiap pengunjung. Di salah satu sisi stand berderet berbagai produk karya tangannya yang terbuat dari bambu.

Kerajinan tangan yang kini sudah punya branding MBC (Manubhara Bamboo Community) itu terlihat mampu bersaing dengan produk dari daerah lain. Polesan disainnya tampak artistic sehingga tatkala disejajarkan dengan produk manapun kelihatan lebih kompetitif.

Dari tangan Markus, dengan bahan dasar bambu dan kelapa menghasilkan berbagai produk peralatan makan, seperti: gelas, cangkir, tudung saji, tempat nasi, tempat buah, nyiru, keranjang dan lain-lain. Soal harga? Cangkir yang terbuat dari kayu kelapa seharga Rp 50.000.  Produk lainnya adalah home dekor seperti lampu hias, dan furniture.
 
Kerajinan tangan dari bambu dan kelapa karya Markus Lina
Produk dari MBC ini mulai menggeliat sejak 2016 lalu. Hanya terobosan Markus belum bisa menjangkau pasar luar karena masih terikat tugas sebagai kepala desa. Tiga bulan terakhir setelah lepas dari jabatan itu, kata dia, sudah mulai promosi keluar. Mulai dari Casiavera Night setiap malam minggu di Tanalodu.  Kini produknya dipasarkan ke Labuan Bajo, Ende dan belakangan juga mulai ada kerja sama dengan salah satu komunitas bambu di Bandung.

Diakui Markus, tiga bulan terakhir dirinya juga gencar melakukan promosi, baik menghadiri beberapa even di luar daerah juga di pasar lokal. Tiga bulan ini peminat yang membeli produk ini terus meningkat. Hasilnya lumayan. Ini masih belum gencar promosi. “Nanti kalau promosi sudah bagus saya yakin permintaan akan meningkat,” kata Markus yang mengaku penjualan dalam tiga bulan terakhir mencapai Rp 5 juta.

Baginya, kalau bambu sekedar untuk bahan dinding dan atap rumah, bahan pagar atau kandang babi memang tidak memiliki prospek yang baik. Namun dalam bentuk industri kecil dan kerajinan akan mempu mendongkrak nilai ekonomis bambu itu sendiri.

Ini yang membuat Markus jatuh cinta pada bambu. Tidak ada hari tanpa berkreasi, dan promosi tentang produknya. Baik yang langsung dilakukan dalam berbagai even maupun promosi melalui media sosial. “Jangan remehkan media sosial. Saya justru banyak dapat pesanan melalui media sosial juga,” kata markus yang mengingatkan agar dapat menggunakan media sosial secara positif.

Bagaimana Markus mampu melakukan semua itu? “Saya belajar sendiri dari berbagai referensi dan mencoba serta terus mencoba. Berbagai pelatihan selalu tergoda untuk ikut. Karena kalau ada undangan untuk pelatihan tidak pernah disia-siakan. Baru-baru ini pelatihan di Bandung saya ikut juga sekaligus melakukan perbandingan. Jadi kalau kreatif dan inovatif jangan pernah berhenti belajar,” jelas Markus.

Karena kecintaannya pada aktivitas kerajinan bambu, Markus mengaku tak ingin mencalonkan diri lagi menjadi Kepala Desa. Aktifitasnya kini adalah berproduksi dan promosi sehingga Ngada bukan sekedar dijuluki kabupaten bambu, tetapi juga menjadi leading dalam industri yang mengasilkan produk dari bambu berbasis rumah tangga. (ch)***
Insert foto: Markus Lina dengan kerajinan tangan yang digelutinya.

BAJAWA, vigonews.com – Kirab budaya serangkaian pembukaan pameran pembangunan di Kabupaten Ngada menjadi daya tarik bagi warga kota dengan turun ke jalan yang dilewati peserta kirab dan menyerbu arena pameran. Kirab budaya diakhiri dengan devile yang diramaikan dengan music drumban dari Seminari Mataloko dan SMPN 2 Bajawa, Selasa (26/09/2017) petang.

Selain melibatkan siswa dari  berbagai sekolah, kirab ini juga melibatkan berbagai komunitas dan paguyuban berbagai etnis yang ada di kota Bajawa, seperti paguyuban Rote, Sabu, Ende, Timor, Bali dan lainnya.

Paguyuban Bali yang beberapa kali meramaikan kirab budaya di kota ja’i  ini, menampilkan atraksi Barong. Atraksi Barong Bangkung itu baru pertama kali dipertunjukan di Bajawa. Sebelumnya belum pernah ditampilkan. Bahkan paguyuban Bali juga selama empat tahun berturut-turut menggelar pawai ogoh-ogoh menjelang perayaan Berata Penyepian, yang merupaan ritual umat Hindu di Bali.

Tampilan barong bangkung menjadi perhatian para penonton terutama bagi siswa-siswi sekolah. Begitu duta Bali masuk panggung devile, para penonton seperti merangsek lebih dekat guna menyaksikan sebuah pertunjukkan yang baru pertama kali itu. Bahkan ketika atraksi barong menggoda, para siswa pun berlarian sembari menggoda balik. Beberapa menit, atraksi ini dipertunjukkan di panggung devile yang disaksikan Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa bersama pimpinan SKPD.

Usai  pertunjukan atraksi Barong Bangkung, Ketua Paguyuban Bali di Bajawa, I Gusti Agung Ketut Artanaya didaulat untuk menyampaikan sinopsis atraksi Barong Bangkung. Kata Agung, begitu dia disapa di Bajawa, Barong Bangkung symbol babi betina. Selain Barong Bangkung ada Barong Bangkal symbol babi jantan.

“Atraksi ini biasanya dipentaskan setelah hari hari raya Galungan dan Kuningan, dimana Barong akan berjalan dari desa ke desa yang disebut ngelawang, yang merupakan ritual dengan tujuan untuk menghilangkan wabah penyakit dan mala petaka,” kata Agung yang mengatakan di Ngada warga Bali ada lebih dari 130 orang.
 
Agung Ketut Artanaya memimpin paguyuban Bali Bajawa dalam kirab budaya dengan mempertunjukan barong Bangkung untuk pertama kalinya di Kota Ja'i.
Dari beberapa kali kirab, kata Agung, baru kali ini pihaknya tampilkan Barong Bangkung. “Kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah daerah yang memberi ruang kepada kami untuk ikut serta dalam kegiatan pawai budaya, demikian juga pawai ogoh-ogoh setiap menjelang hari nyepi. Dari sini memberi gambaran kepada anak-anak bangsa bahwa Indonesia ini penuh dengan kebhinekaan dan menjadi kekayaan bangsa, namun hidup rukun.

Menjawab vigonews.com, Wabup Soliwoa memberi apresiasi kepada paguyuban Bali dan paguyuban etnis lainnya di Ngada yang telah menampilkan atraksi budaya mulai dari kirab hingga devile. “Dengan pertunjukkan keragaman budaya sebenarnya kita memberi gambaran kepada anak-anak bangsa bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman dan hidup rukun satu sama lain,” katanya.

Dikatakan, anak-anak tidak hanya mengenal budayanya sendiri, tetapi juga mengenal budaya lain. Sikap menghargai satu sama lain yang perlu ditumbuhkan sehingga dapat mengokohkan kerukunan. Bagi orang Ngada, khususnya Bajawa, melalui pertunjukan tari Barong dapat mengenal Bali tanpa harus ke Bali. Melihat Bali di kota Ja’i. (ch)***

Insert foto: tarian barong menjadi perhatian pengunjung pameran di Kota Ja'i, Bajawa.

BAJAWA, vigonews.com - Kirab budaya menandai dimulainya pameran pembamgunan di Kabupaten Ngada. Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa secara resmi membuka kegiatan, Selasa (26/09/2017) petang.

Kirab budaya dari berbagai elemen seperti komunitas sekolah dan paguyuban daerah dimeriahkan dengan berbagai atraksi dan pertunjukan drumban dari Seminari Mataloko dan SMPN 2 Bajawa.

Kirap yang melewati beberapa jalan utama di Kota Bajawa dengan titik start di Kantor Bupati Ngada berakhir dengan devile di depan panggung kehormatan Lapangan Kartini. Kirab diakhiri dengan tampilan 100 penari dalam konfigurasi ja’i dari 10 sekolah dasar dari Kota Bajawa.

Dalam sambutannya, Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa mengatakan, pameran adalah bentuk pertanggung jawaban pemerintah atas berbagai program pembangunan yang sudah dicapai. Secara visual ditandai dengan pameran hasil pembangunan dalam berbagai produk unggulan daerah.

Sementara Ketua DPRD Ngada Helmut Waso dalam sambutan mengatakan, pameran sebagai ajang promosi berbagai produk unggulan daerah sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.

Dalam laporannya, Ketua Panitia Pameran Moi Nitu Anastasia mengatakan,  melalui ajang yang juga ditandai kirab budaya dan berbagai jenis lomba itu dapat meningkatkan rasa nasionaliame. Selain itu pameran sebagai ajang promosi berbagai produl unggulan lokal yang dihasilkan oleh masyarakat. 

Dikatakan Moi Nitu Anastasi yang juga Kadis Kominfo,  pameran menyertakan 79 stand antara lain sari SKPD, BUMD, kelompok binaan, cafe, pedagang kaki lima, kelompom permainan dan akan berlangsung 10 hari ke depan hingga 5 oktober mendatang.

Usai membuka pameran pembangunan secara resmi, Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa didampingi pimpinan SKPD mengunjungi berbagai stand pameran. Berbagai produk unggulan lokal menarik perhatian  Wabup Soliwoa, seperti produk industry kecil dan kerajinan rumah tangga, di antaranya dari komunitas bambu Manubhara, berbagai produk dari bahan kepala Inerie.

Pada pameran kali ini, secara resmi Wabup Soliwoa meluncurkan produk organic bertajuk ‘Go Organic’ yang dimotori Dinas Pertanian Kabupaten Ngada. Go organic ini menjadi titik balik untuk gerakan kembali ke produk pertanian berbasis organic yang menjamin kesehatan bagi manusia. (ch)***

Insert foto: Konfigurasi ja'i 100 penari cilik di puncak kirab budaya

Saturday 23 September 2017


MALANUZA – Enam ‘srikandi’ STKIP Citra Bakti Ngada raih predikat Cum Laude. Pengukuhan keenam wisudawan sebagai lulusan terbaik dikukuhkan bersama 107 wisudawan lainnya dalam Rapat Senat Terbuka STKIP Citra Bakti Ngada di Kampus Malanuza, Jumat (22/09/2017).

Enam ‘srikandi’ itu, masing-masing: Lidya Londa, S.Pd dengan IPK 3,92; Astriyati Lodhong Milsan, S.Pd IPK 3,80; Emilia Kale, S.Pd  IPK 3,77; Yohana Fransiska Ega, S.Pd IPK 3,66; Maria Anisita Sito, S.Pd  IPK 3,65; Aurelia Kigo, S.Pd  IPK 3,60.

Dua dari enam wisudahwan terbaik itu masing-masing Lidya Londa, S.Pd dan Astryati Lodhong Milsan, S.Pd  ketika dimintai komentar vigonews.com usai acara wisuda mengaku,  prestasi itu diraih melalui kerja keras dari semester ke semester. Sejak semester awal tidak ada santai, dengan  mengemas IPK rata-rata 3,60. Prestasi itu dipertahankan dari semester ke semester.

“Saya sudah menduga meraih IPK tinggi, karena sejak semester awal IPK saya 3,60. Tiap semester sekitar itu nilainya, dan itu terus dipertahankan. Makanya waktu diumumkan tadi saya tidak terkejut,” kata Lidya yang berencana merantau ke Jakarta untuk melanjutkan S2-nya beberapa tahun kemudian.

Apa rahasia memperoleh IPK setinggi? Anak kedua dari empat saudara pasangan Yakobus Mere dan (alm) Magdalena Suna, ini mengaku rajin membaca, giat ke perpustakaan dan senantiasa meminjam buku untuk membaca. “Saya bagi waktu kapan membaca (belajar) dan kapan kegiatan di kos dan kegiatan lainnya di kampus. Tetapi kalau suntuk, saya rekreasi sehingga bugar kembali,” kata Lidya yang mengaku dari keluarga petani tinggal di Mbay, Kabupaten Nagekeo.

Hal penting yang menurut Lidya sering tidak dianggap serius oleh banyak mahasiswa adalah mengikuti kuliah. Bagi Lidya, proses perkuliahan itu sangat penting. “Saya berusaha supaya kuliah penuh. Setiap mata kuliah harus ikut penuh dan menghadiri kuliah tepat waktu,” urai Lidya.

Dengan selalu mengikuti kuliah rutin, penjelasan dan tugas dari dosen bisa lebih jelas. Kalau tidak hadir dan hanya dengar dari teman, akan merepotkan dan tidak jelas. “Pertemuan di kelas akan membantu kita memahami materi yang dijelaskan dan dapat mengerjakan tugas-tugas dengan baik,” katanya.
 
Enam 'Srikandi' STKIP Citra Bakti raih predikat Cum Laude - Astriyati Lodhong Milsan, S.Pd IPK 3,80; Emilia Kale, S.Pd  IPK 3,77; Lidya Londa, S.Pd dengan  IPK 3,92;Yohana Fransiska Ega, S.Pd IPK 3,66; Maria Anisita Sito, S.Pd  IPK 3,65; Aurelia Kigo, S.Pd  IPK 3,60.
Terjawab

Wisudawan lainnya yang meraih IPK tertinggi adalah Astriyati Lodhong Milsan. Seperti hanya Lidya, Astri tergolong mahasiswa yang cerdas dan aktif  kuliah. Anak kedua dari empat saudara pasangan Hasan Masa Ba dan Kiwang Haji Halima, itu belakangan mulai aktif menulis di media online.

Sosok murah senyum dan rendah hati ini mengaku bahagia bisa meraih predikat Cum Laude. Astri juga mempertahankan IPK signifikan sejak semester awal hingga kemudian meraih predikan kelulusan terbaik.

Dia termasuk mahasiswa yang rajin membaca (belajar) dan konsisten mengikuti proses perkuliahan.  Ruang perpustakaan menjadi tempat yang selalu dikunjungi dan sering meminjam buku untuk menunjang perkuliahan.

Meski begitu, bukan tanpa waktu untuk refreshing dan semacamnya. Namun bagi Astri, waktu kuliah dan belajar tetap menjadi prioritas. Karena kata Astri, dirinya harus mengukuhkan cita-cita yang sudah ‘digantung’ sejak masih duduk di sekolah dasar dulu, yakni menjadi guru.

Cita-cita itu tidak jauh dari lingkungannya, karena ibunya seorang guru. Baginya sang Ibu adalah sosok yang istimewa dan diteladani dan guru yang baik. Mungkin karena itu,  niat menjadi guru kian kuat. Dan saat wisuda dia merasa bahagia karena cita-citanya menjadi guru itu terwujud.

Sang ibu, Kiwang Haji Halima yang saat diwawancara mendampingi putrinya mengaku bangga dengan telah selesainya kuliah. Bahkan kebanggaan itu lebih lagi karena meraih predikat Cum Laude. “Ini memang cita-citanya, kami dalam keluarga tidak pernah memaksa mau kemana,” kata Halima tersenyum gembira.

Karena cita-cita itu terjawab sudah, Astri mengaku betapa sulit peluang akan konsisten di jalannya yakni menjadi guru. Soal kemungkinan menciptakan peluang kerja, lanjut Astri, itu mungkin saja. “Liat saja nanti. Kebetulan bapak saya ada usaha, mungkin saya bisa membantu untuk melancarkan usaha itu,” papar putri asal Riung ini tersenyum. (ch)***

Friday 22 September 2017


MALANUZA – STKIP Citra Bakti Ngada melepas 113 sarjana baru dalam wisuda III. Pengukuhan sarjana pendidikan itu dilakukan dalam Sidang Senat Terbuka yang berlangsung di Kampus Malanuza, Jumat (22/09/2017).

Lebih dari seratus Sarjana Pendidikan itu dari Prodi PGSD 62 wisudawan dan Prodi PJKR 51 wisudawan. Sampai saat ini dua prodi yang dibuka sejak berdiri dengan SK Menteri Pendidikan Nasional RI No 138/E/O/2011 tanggal 7 Juli 2011 tentang ijin pendirian STKIP Citra Bakti yang diselenggarakan Yayasan Pendidikan Citra Masyarakat Mandiri (Yapentri) sebanyak 431 sarjana.

Hadir pada saat itu Bupati Ngada Marianus Sae, Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa, Wakil Ketua DPRD Ngada Dorothe Dhone, unsur Forkopimda Kabupaten Ngada, pejabat yang mewakili Bupati Nagekeo dan Manggarai Timur, tokoh masyarakat Andreas Paru, para kepala sekolah, orang tua wisudawan dan undangan lainnya.

Bupati Ngada, Marianus Sae dalam sambutannya kepada 113 sarjana baru menegaskan bahwa,  pengakuan secara akademik hari ini harus dibarengi dengan sikap dan tindakan dengan menunjukkan kreativitas dan etos kerja yang tinggi dalam masyarakat.

“Jangan sampai kehadiran sarjana di masyarakat hanya jadi sumber konflik. Ingat, di masyarakat sudah hidup norma/kearifan lokal yang dijunjung tinggi – modhe ne’e hoga woe, meku ne’e doa delu; wiwi mae isi lema ma’e sema; ko’o kita ko’o kita, ko’o gata’ko’o ngata…. Hal itu yang akan mengukur  kesarjanaan anda, dan anda mempertanggung jawabkannya di masyarakat,” kata Marianus mengingatkan. 

Marianus Sae
Peluang kerja, kata Bupati Marianus, ada di tangan anda. Meski tidak mudah tetapi dunia baru yang akan anda jalani setelah menjadi sarjana sangat terbuka. “Artinya ada peluang untuk berkarya termasuk kalau belum mendapat lowongan kerja, anda harus mampu kreatif menciptakan lapangan kerja. Ini juga sumbangan anda membantu pemerintah mengatasi persoalan lapangan kerja,” saran Marianus.
                                  
Sementara Ketua STKIP Citra Bakti Ngada, Prof. Dr. I Wayan Koyan, M.Pd mengingatkan wisudawan, bahwa tantangan di tengah masyarakat akan jauh lebih berat daripada studi itu sendiri. Terutama di tengah kondisi terbatasnya lapangan kerja. Namun perlu disadari pula bahwa pekerjaan tidak akan datang dengan sendirinya menjemput saudara. Karena saudara sendirilah yang harus proaktif mencari peluang kerja.

“Persaingan sangat ketat, terutama memasuki era persaingan MEA sejak 2015 lalu. Akan lebih membanggakan sudara dan lembaga, jika saudara dapat menciptakan lapangan kerja sendiri,” papar Prof Wayan Koyan.

Kilas Balik

Ketua Yayasan Pendidikan Citra Masyarakat Mandiri, Wilfridus Muga, SE, M.Pd sedikit menggambarkan kilas balik berdirinya lembaga STKIP Citra Bakti sejak berdiri hingga hari ini. Tantangan dan rintangan silih berganti yang dialami dirinya dan orang-orang yang berjasa telah mengantar lembaga ini seperti hari ini.

Kilas balik ini mau disampaikan kepada para wisudawan bahwa mencapai sesuatu yang berharga dalam hidup tidak mudah. Dia mulai mendirikan lembaga ini dengan memperoleh ijin UPP di bawah STKIP St. Paulus Ruteng tahun 2006. UPP atau Unit Pelaksana Program menyelenggarakan program D-II PGSD. Perjuangan untuk mandiri STKIP Citra Bakti dilakukan sejak saat itu dan baru membuahkan hasil dengan peroleh ijin pada tahun 2011. Sejak tahun ini dibuka Prodi PGSD dan PJKR untuk strata satu.

Dikatakan Wilfridus, dalam wadah STKIP Citra Bakti  telah mewisuda 431 sarjana, namun sejak berdiri sebagai UPP tahun 2006, lembaga yang didirikannya itu sudah mewisuda 1.572 tenaga guru. Kemudian guru tamatan D-II  dengan gelar akademik Ahli Muda (A. Ma.Pd) kembali mengikuti jenjang strata 1 (S1) setelah programnya dibuka tahun 2011. Kini tersebar di seluruh Ngada bahkan luas Ngada seperti Nagekeo dan Manggarai Raya.

Di bagian lain, Andreas Paru yang menyampaikan sambutan mewakili tokoh masyarakat Ngada mengingatkan, “setelah hari ini kalian akan masuk dalam dunia persaingan yang keras dan kompetitif. Siapa yang tak mampu berkompetisi akan kalah dalam persaingan. Karena itu para sarjana harus kreatif dan inovatif dalam menemukan kiat-kiat sehingga bisa survive dalam kehidupan masyarakat.”

Bantu Pemerintah

Wakil wisudawan, Ferdinandus Rahmat, S.Pd  kepada sesama wisudawan yang baru menyandang gelar sarjana pendidikan, menghimbau agar dengan kemampuan dan predikat yang disandang, dapat membantu pemerintah memecahkan persoalan terbatasnya lapangan kerja, bukan sebaliknya menuntut dan menunggu peluang kerja dari pemerintah.

“Kita harus mampu menciptakan peluang-peluang kerja dengan terus berkreasi dan inovasi, sehingga dengan demikian kita juga berkontribusi membantu pemerintah mengatasi masalah kita sendiri, dan syukur-syukur kita dapat membuka lapangan kerja sehingga dapat membantu orang lain,” kata Ferdinandus.

Apa yang disampaikan Ferdinandus menjadi tekad tersirat para wisudawan dalam memacu diri mendapatkan kerja dengan menciptakannya sendiri tanpa harus menunggu lowongan dari pemerintah, sehingga mampu mengatasi pengangguran.(ch)***

Foto: Enam lulusan terbaik dengan predikat Cum Laude

Thursday 21 September 2017


MATALOKO – Sebanyak 113 mahasiswa yang telah dinyatakan lulus, Jumat (22/09/2017) akan mengikuti ‘ritual’ tahunan wisuda di kampuas STKIP Citra Bakti, Malanuza, Ngada.

Lebih dari 100 mahasiswa itu berasal dari dua program studi sejak mendapat ijin Dikti untuk membuka program sarjana 2011, yakni: Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan Prodi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR).

Wisuda yang ditandai dengan Sidang Senat Terbuka STKIP Citra Bakti itu akan dihadiri Ketua STKIP Prof. Dr. I Wayan Koyan, Ketua Yayasan Pendidikan Citra Masyarakat Mandiri  Wilfridus Muga, SE, M.Pd, Kopertis Wilayah VIII Bali Nusa Tenggara Porf. Dr. Dasi Astawa, M.Si, Bupati Ngada Marianus Sae, Ketua DPRD Ngada Helmut Waso dan pejabat sipil dan militer, para kepala sekolah, tokoh masyarakat, orang tua wisudawan dan undangan lainnya.

Kopertisi Wilayah VIII  Porf. Dr. Dasi Astawa, M.Si, Bupati Ngada Marianus Sae, Ketua DPRD Ngada Helmut Waso akan disambut di gerbang depan kampus dengan tarian ja’i dan barisan wisudawan yang kemudian prosesi menuju aula kampus.

Ketua Panitia Wisuda,  Ferdinandus Bate Dopo, menjawab vigonews.com, Kamis (21/09/2017) mengatakan, persiapan menjelang wisuda ketiga itu telah rampung.

Sejak mendapat ijin progam sarjana tahun 2011, sebelumnya kampus ini membuka program D-II PGSD yang kala itu bernaung di bawah STKIP St. Paulus Ruteng. Sejak tahun 2011, STKIP Citra Bakti sudah mewisuda 449 sarjana pendidikan dari Prodi PGSD dan PJKR, dengan rincian tahun 2014/2015 sebanyak 139 sarjana, 2015/2016 sebanyak 177 sarjana dan  tahun 2017/2018 mewisuda 113 sarjana.

Sementara Wakil Ketua Sekolah Bidang Akademik STKIP Citra Bakti, Ermelinda Yosefa Awe, M.Pd mengatakan, saat ini STKIP Citra Bakti sudah membuka lima Prodi, masing-masing PGSD, PJKR, PG-PAUD, Pendidikan Musik, Pendidikan Matematika. Untuk PG-PAUD tahun depan sudah bisa diwisuda. Sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan guru PAUD yang terus meningkat.

Dikatakan Ermelinda, Animo calon mahasiswa kuliah di STKIP Citra Bakti terus meningkat. Yang pilih Prodi PG-PAUD dan Pendidikan Musik, cukup baik animo mahasiswanya. Dua Prodi ini sedang dibutuhkan pasar kerja di berbagai lembaga pendidikan, karena itu tamatannya nanti juga cepat terserap pasar kerja.

Menurut Ermelinda, meski STKIP Citra Bakti Ngada merupakan perguruan tinggi baru, namun kehadirannya cukup membantu tamatan sekolah menengah yang akan melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Pertimbangan masuk lembaga ini, kata dia, karena murah dan kampusnya dekat sehingga tidak menyebabkan biaya tinggi di luar uang kuliah.

Dan, patut dicatat, bahwa calon mahasiswa yang memilih kuliah di Citra Bakti berasal dari berbagai daerah di Flores bahkan NTT. Disebutkan sekitar 50 persen mahasiswa yang kini sedang kuliah di lembaga ini berasal dari luar Ngada. “Ini artinya, STKIP Citra Bakti sudah menjadi perguruan tinggi pilihan di tanah Flobamora, karena mahasiswanya ada yang dari daratan Sumba dan Timor,” papar Ermelinda.

Pada wisuda sarajana ketiga, papar Ermelinda, pihaknya berbangga karena STKIP Citra Bakti Ngada masuk 200 top institusi di Indonesia dalam Science and Technology Index Kemenristek/Dikti dari 4.444 Perguruan Tinggi di Indonesia. Tentu ini sebuah prestasi dan kerja keras semua pihak baik langsung maupun tidak langsung. (ch)***

foto: Ruang Sidang Senat Terbuka Wisuda III