Responsive Ads Here

Saturday 30 July 2016


Vigonews.com, JEREBU’U/NGADA – Sekitar 50 orang guru di lingkup Cabang Dinas PKPO Kecamatan Jerebu’u, Kabupaten Ngada, 29 – 30 Juli 2016 menggelar workshop penulisan PTK (Penelitian Tindakan kelas). Kegiatan workshop itu menghadirkan nara sumber sekaligus fasilitator yang juga Dosen STKIP Citra Bakti Ngada, Emanuel Djomba, S.S.

Kepala Cabang Dinas PKPO Kecamatan Jerebu’u, Hubertus Sari ketika membuka kegiatan workshop, Jumat (29/07/2016) lalu mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi  para guru di wilayah itu. Menurut Hubert begitu dia biasa disapa, kualitas pendidikan amat sangat ditentukan oleh eksistensi guru, karena itu  pengembangan salah satu kompetensi guru dalam melakukan PTK dan menulis hasilnya menjadi hal yang sangat penting.

Hubert memberi apresiasi kepada para guru yang dengan penuh antusias mengikuti kegiatan. Workshop itu, kata Hubert menjadi landasan pijak bagi para guru di wilayahnya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas dari waktu ke waktu. “Karena kalau mau supaya siswa berkualitas, maka guru yang harus terus dipoles supaya semakin berkualitas juga,” katanya.
 
Para guru peserta workshop PTK
Ketika menutup kegiatan, Hubert mengatakan kegiatan workshop memang ditutup, tetapi kegiatan pengembangan kemampuan menulis akan terus berlanjut  ke depan. Karena itu Hubert meminta fasilitator dari Media CERMAT untuk siap mendampingi para guru secara periodik ke depan. Harapan Hubert agar peningkatan kompetensi menulis guru akan terus dilaksanakan,  diaminkan oleh para guru.

Sementara narasumber yang juga fasilitator workshop, Emanuel Djomba, S.S  menyatakan siap mendampingi para guru. Baginya kegiatan semacam ini tidak akan banyak manfaatnya jika tidak berkelanjutan, karena menulis  merupakan kompetensi yang diperoleh melalui latihan terus menerus.

Pada kesempatan itu, Djomba, memberi apresiasi kepada para guru yang penuh semangat dan tidak kenal lelah mengikuti proses tahap demi tahap selama dua hari. “Mereka memang hebat. Bukan karena sudah mahir menulis PTK itu sendiri, tetapi karena telah mengambil keputusan untuk memulai. Dan dalam workshop ini mereka bisa keluar dari persoalan yang selama ini mengganjal. Karena selalu menganggap PTK itu sulit,” kata Djomba.

Dalam sesi workshop salah seorang guru, Yustin, dari SMPS Yos Soedarso Jerebu’u  mengatakan, sekarang kami baru mengerti, karena  dituntun secara detil langkah demi langkah. Pelatihan yang pernah dirinya ikuti beberapa kali hanya sebatas teori dan membiarkan peserta jalan sendiri. “Jadi kami tidak tau apa yang mau diisi bagian demi bagian,” kata Yustin.
 
Kepala Cabang Dinas PKPO Jerebu'u Huerbtus Sari memberi arahan sebelum tutup kegiatan workshop 
Hanya dia mengungkapkan kesulitan lain, bahwa para guru saat ini justru kesulitan merumuskan tulisan, karena belum memiliki kemampuan menulis. Karena itu, Yustin berharap, fasilitator yang juga Pemimpin Redaksi Media Pendidikan CERMAT itu sekaligus memberi pendampingan menulis secara umum pada  pertemuan-pertemuan  berikutnya secara periodik.

Dalam sesi penutupan workshop, Ketua K3S Kecamatan Jerebu’u Thomas Ae mengatakan kegiatan workshop ini sebagai momentum bagi guru untuk terus meningkatakn kompetensinya demi memperbaiki proses pembelajaran. Dan, dampak lanjutnya tentu saja kemampuan menulis PTK akan menjadi syarat kenaikan pangkat demi mencapai kesejahteraan para guru sebagaimana yang ditawarkan Negara dengan seluruh konsekuensinya.

“Kegiatan workshop ini diharapkan akan menjadi kontribusi riil bagi guru dalam mengatasi kesulitan para guru ke depan. Karena itu kita memang harus sepakat bahwa pertemuan akan dilakukan terus di waktu yang akan datang,” kata Thomas.

Pertimbangan berkelanjutan, kata Thomas, karena kemampuan menyerap materi setiap guru pada sesi workshop yang baru usai itu berbeda-beda,  sehingga perlu dilakukan secara rutin agar kemudian para guru mampu menghasilkan/menulis PTK secara mandiri.(ch)

Insert foto: Para peserta workshop serius mengikuti workshop

Tuesday 26 July 2016


Vigonews.com, MALAPEDHO/NGADA - Suasana Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Aimere, Malapedho di Kecamatan Inerie, Ngada ini berlangsung seperti sekolah-sekolah pada umumnya. Aktifitas Belajar-Mengajar dan berbagai macam ekstrakulikuler pun berjalan normal.

Namun, menjadi miris bila secara intens kita menyimak pola komunikasi yang terbangun di dunia pendidikan itu. Mayoritas anak didik SMPN 2 Aimere ini masih menggunakan bahas daerah di dalam bertutur sapa. Kondisi seperti inilah, terkadang menjadi ganjalan para guru di dalam mentransformasikan ilmu pengetahuan.

"Disini siswa-siswa masih menggunakan bahasa daerah. Jarang menggunakan bahasa Indonesia," tutur Kepala SMPN2 Aimere  Ule Rato Yohana saat berbincang-bincang dengan awak Media Lokal CERMAT/Vigonews.com  sebelum Pelatihan Jurnalis Pelajar hari ke-3, di Aula SMPN 2 Aimere, Rabu (27/07/2016).

Yohana, mengakui saat pertama bertugas di lembaga pendidikan ini, dirinya mengalami situasi yang sulit di dalam berkomunikasi dengan anak didiknya. Akan tetapi, tak kehilangan akal Yohana pun mengambil buku teka-teki silang guna memancing para siswa agar mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di sekolah.

Menyikapi realita itu, Emanuel Djomba selaku Pemred CERMAT dan instruktur Pelatihan Jurnalis Pelajar ini, menilai kondisi demikian juga terjadi di sekolah pedalaman lainnya. "Bahasa daerah merupakan bahasa ibu. Jadi tidak salah mereka menggunakannya, sebab lingkungan pula lah yang membentuknya," kata Eman sapaan Emanuel Djomba.

Lanjut Eman, situasi itu bisa terlihat dari kegiatan sehari-hari di tiap rumah siswa yang terus menggunakan bahasa daerah, selain itu, penggunaan bahasa daerah tetap penting dalam rangka pelestarian  kebudayaan setempat.

"Namun, untuk meningkatkan kosa kata Bahasa Indonesia harus dicarikan strategi agar penggunaan bahasa ibu dan bahasa Indonesia seimbang. Caranya adalah dengan memulai gerakan literasi salah satunya budaya minat  membaca dan menulis di kalangan siswa. Jadi anak didik diajak terus membaca dan menulis," tandas Dosen Juralistik di STKIP Malanuza ini.

Penggunaan bahasa daerah itu, juga dirasakan tim CERMAT saat memberikan materi Pelatihan Jurnalistik di SMPN2 Aimere ini, misalnya saat anak murid malu menjawab selalu mengutarakan "Jao mea e.. (saya malu),". Atau mau kemana (la'a wi dhe). (ydlm)

Insert foto: Pelatihan jurnalistik di SMPN 2 Aimere di Malapedho dimulai dengan kegiatan membaca selama tiga hari kegiatan.

Vigonews.com, INERIE/NGADA - Cuaca Desa Malapedho Kabupaten Ngada hari ini, Selasa (26/07/2016) terasa hangat, sehangat sambutan Emanuel Sadi, Manager Koperasi Kredit Sinar Harapan (Kopdit SH) saat berjumpa di ruang kerjanya. Eman, sapaan akrab Emanuel Sadi ini dengan senyum khasnya, begitu ramah menerima sejumlah cwartawan cilik asal SMPN 2 Aimere.

Dalam wawancara singkatnya, Eman berkisah kedudukan yang ia peroleh merupakan hasil kerja keras dan kasabaran. Bahkan, sebelum menjadi siapa-siapa seperti saat ini, dirinya harus merantau dan kembali tanpa membawa harta berlimpa. "Saat kembali kesini mencoba bekerja, bayaran sangatlah kecil," tuturnya.

Namun, tak patah arang putra asli Desa Malapedho inipun perlahan memberanikan diri untuk tetap berkarya di desanya. Alhasil ketika bergelut di dunia koperasi, sejak tahun 2000 silam, ayah tiga orang anak ini mampu mencapai kedudukan tertinggi di Kopdit SH sebagai manager.

"Saya pun berpikir ada baiknya juga saya ada disini, saya terus belajar mulai dari nol dan terus bertahan akhirnya saya terpilih menjadi pengurus," ungkap Eman.

Lanjut Eman, proses belajar itu dirintisnya secara otodidak, kemudian mengikuti pelatihan-pelatihan dan pendidikan. "Kita banyak belajar dari senior-senior," katanya.

Selama 16 tahun berkarya di Kopdit SH Malapedho, dirinya selalu terharu apabila para anggota koperasi memperoleh kesuksesan melalui organisasi yang ia pimpin itu.

Bahkan, sambil mengenang kejadian bahagia itu, Manager Kopdit SH di Kecamatan Inerie ini menceritakan pengalaman sahabat karibnya yang merantau ke ibukota NTT, Kupang namun tragis sekembalinya ke kampung halaman. Rumahnya juga tidak selayak pada umumnya," kisah Eman. 

Melihat kondisi demikian, Eman yang saat itu bertugas di TP Aimere inisitif bertukar pikiran dengan sahabatnya. Sambil memberikan motivasi, Eman perlahan-lahan mengajak teman yang saat itu menjadi sopir mobil agar menabung di koperasi. Memasuki tahun ketiga, pemilik mobil pun menjual kendaraan tersebut. Namun, bermodal anggota Kopdit SH, sahabatnya pun mampu meminjam sejumlah dana untuk membeli kendaraan milik majikannya itu.

"Sekarang dia sudah punya mobil dua, punya rumah bagus, ada kios. Sudah jadi pengusaha. Itu yang membuat saya terkesan," ungkapnya sambil tersenyum.

Sahabatnya merupakan satu dari sekian banyak bukti konkrit keberadaan Kopdit SH dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Untuk itu, ia berharap seluruh anggota koperasi mampu memanfaatkan jasa secara benar. Selain itu, Eman pun berpesan kepada para pengurus Kopdit yang di Kisol, Waelengga, Aimere, Jerebuu dan Malapedho agar bekerja secara jujur. Berikanlah pemahaman yang benar tentang keunggulan dan kekurangan Kopdit Sinar Harapan. (ydlm)

Insert foto: Emanuel Sadi ketika menerima waetawan cilik dari SMPN 2 Malapedho di kantornya

Vigonews.com, MALAPEDHO/NGADA - Sedikitnya Lima Puluh Satu (51) pelajar SMPN 2 Aimere di Malapedho, Kecamatan Inerie, Ngada akan melakukan reportase atau peliputan berita sekitar wilayah kecamatan Inerie dan Aimere.

Materi peliputan yang lebih mengeksplore situasi kelokalan, menjadi tantangan bagi puluhan siswa SMPN 2 yang berada di Malapedho itu.

Emanuel Djomba selaku pemateri dan fasilitator menjelaskan ke 51 pelajar itu dibagi menjadi  9 kelompok, dengan topic liputan berbeda-beda tiap kelmpoknya. "Kelompok 1, meliput aktivitas siswa di SMKN Aimere. Kelompok 2, meliput aktivitas Pantai Aimere yang dikembangkan menjadi obyek rekreasi," terang Eman sapaan akrab Emanuel Djomba, Selasa (26/07/2016).

Sementara, Kelompok 3 meliput kerjinan Tenun  Ikat di kampung Pali, Kelompok 4, meliput Kerajinan Gerabah di  Kelitei, kelmpok 5 meliput aktivitas Penyulingan Moke menjadi arak di Malapedho, kelompok 6 meliput di Kopdit Sinar Harapan Malapedho, kelompok 7 meliput aktivitas Tempat Pelelangan Ikan Aimere, kelompok 8 meliput sangar  Musik Akustik Paroki di Aimere, dan kelompok  9 meiput aktivitas Kerajinan Anyaman di Aimere.

Dari sembilan kelompok, perkelompok diisi 4-5 anggota, dan setiap pelajar diwajibkan menulis salah satu jenis tulisan, seperti Puisi, Cerpen, Opini, Berita dan Feature. Sebelum terjun ke lapangan, Eman Pemred Media Lokal CERMAT ini mengingatkan peserta untuk memperhatikan hal-hal teknis agar tidak mengurangi isi pemberitaan. "Penting diingat peserta, untuk semua nama narasumber jangan sampai salah tulis," tandasnya.

Pelatihan jurnalis pemula untuk pelajar SMPN 2 Aimere, Malapedho berlangsung Senin hingga Rabu, (25-27/07/2016). Pelatihan ini bertujuan untuk menyukseskan Program Literasi di dunia pendidikan. (ydlm)

Insert foto: Beberapa siswa SMPN 2 Malapedho, kecamatan Inerie mewawancarai salah seorang ibu pengrajin gerabah di Desa Kelitei.

Sunday 24 July 2016


Vigonews.com, MALAPEDHO/NGADAA - Sulitnya akses transportasi dan topografi terpencil, rupanya tidak mempengarui semangat ke-51 pelajar SMPN2 Malapedho, Kecamatan Inerie, Ngada dalam mengikuti pelatihan jurnalistik tingkat pelajar yang diselenggarakan Media Lokal CERMAT.

Pelatihan jurnalistik yang berlangsung tiga hari, Senin-Rabu (25-27/07/2016) ini bertujuan untuk mentransformasi ilmu dan pengalaman dalam dunia literasi kepada pelajar-pelajar di SMPN2 Malapedho.

Metode "serius tapi santai" yang dipresentasikan pemateri asal Media CERMAT ini, rupanya memacu respon puluhan siswa untuk aktif dalam mengikuti setiap materi pelatihan jurnalistik.

Untuk memacu adrenalin pelajaran SMPN2 Aimere, Mertin Lusi salah satu pemateri asal CERMAT yang juga berkarya di Radio Pemerintah Daerah (RPD) Ngada ini mengajak ke-51 peserta Pelatihan Jurnalistik memperagakan joget bebek yang dipopulerkan group lawak Warkop DKI.

Usai joget, Mertin pun memperkenalkan satu-persatu rombongan pemateri. Bahkan diantara rombongan, terselip ketiga peserta magang di RPD Ngada, Antonius Sekewani, Christian Rusnoldin, dan Edwin Elliek. Ketiga adalah mahasiswa semester VI, Universitas Nusa Cendana Kupang.

Setelah perkenalan, Emanuel Djomba selaku Pemred Media CERMAT pun mengajak siswa-siswi guna mengarahkan perhatiannya pada materi Pelatihan Jurnalistik. "Apa yang kalian ketahui tentang jurnalistik?," Tanya Eman kepada peserta pelatihan di Aula SMPN2 Malapedho, Senin (25/07/2016).

Mendengar pertanyaan itu, pelajar SMPN2 Malapedho pun terdiam, namun pancingan-pancingan yang dilepaskan pemateri rupanya mampu mempengarui sejumlah siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut. "Jurnalistik adalah proses mengumpulkan data-data," jawab polos salah satu siswa.

"Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan data-data untuk mencari informasi," terang siswa lainnya.

Mendengar beragam tanggapan, Eman pun menjelaskan arti jurnalistik merupakan ilmu, teknik, dan proses yang berkenaan dengan penulisan berita, feature, dan artikel opini "Penulisannya di media massa, baik media cetak, media elektronik, maupun media online," terang Dosen Jurnalistik STKIP Malanuza ini.

Dalam kesempatan itu, ia pun menjelaskan pentingnya pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar saat penulisan berita. Selain itu, jurnalistik juga harus memberikan informasi, dan memiliki nilai-nilai edukasi, pengetahuan dan hiburan.

Selang beberapa menit, mantan wartawan Suara Karya Jakarta dan FAJAR BALI di Denpasar ini meminta ke-51 peserta untuk menutup mata dan membayangkan apa saja yang mereka alami baik susah maupun senang. Usai 'semedi' singkat itu, puluhan siswa SMPN 2 Malapedho pun diwajibkan menulis apa yang mereka pikirkan saat 'semedi' tersebut.
Suasana pelatihan jurnalistik SMPN 2 Malapedho.
Tulisan dua lembar kertas buku inipun dikumpulkan ke pemateri, selain itu peserta diajak untuk mengelaborasikan apa yang mereka tulis. Marianus B Sugi, siswa kelas X ini menceritakan dalam tulisan itu, ia mengalami kecelakaan bola saat SD, hingga kakinya tidak senormal dulu. Sakit hati yang Marianus rasakan saat dirinya diejek teman-teman SD-nya karena kondisi fisik tersebut. "Saya sakit hati dan tidak mau sekolah lagi," ungkapnya. Namun, berkat dukungan dan perhatian orang tua dan orang-orang yang mencintai dia, Ketua mading SMPN2 Malapedho ini berhasil melewati masa-masa gelap dan kembali bersekolah hingga saat ini.

Hal senada juga diungkapkan, pelajar putri Sevariana Magho yang mengaku bahagia saat menulis. "Saya bahagia karena mampu menceritakan kitab suci, saya adalah pemenang kedua dari 34 peserta lomba menceritakan kitab suci," tandasnya.

Sebagai penutup sesi pertama, Emanuel Djomba menegaskan tulisan mampu memerdekaan siapa saja dari persoalan kehidupan. "Manfaat menulis itu bisa membuat kita lega. Mungkin kita tidak bisa menceritakan ke orang lain, namun bisa melalui tulisan," tutupnya.

Pelatihan jurnalistik itu dibuka Kepala SMPN 2 Malapedho Ule Rato Yohana, yang berpesan agar ke-51 peserta untuk belajar dan memanfaatkan ilmu dan pengetahuan jurnalistik secara baik dan mampu mengaplikasikan secara benar.

Kegiatan akan berlangsung hingga Rabu (27/07/2016). Pada hari kedua para siswa akan melakukan roadshow untuk melakukan reportase lapangan. Hasil reportase kemudian ditulis untuk dipublikasikan melalui Majalah Dinding (Mading) sekolah itu, lanjut presentase karya mading secara berkelompok. (ydlm)

Insert foto: Suasana pelatihan jurnalistik di SMPN 2 Malapedho. Pemimpin Redaksi Media CERMAT Emanuel Djomba menyampaikan materi pelatihan 

Saturday 23 July 2016



Vigonews.com, LANGA/BAJAWA – 12  siswa asal Amerika belajar panen Kopi di Langa. Siswa berusia  antara 15 hingga 18 tahun ini berada di Langa selama 7 hari dalam program " Live In" yang diasuh oleh lembaga  Where there be Dragons, sejak 15 - 23 Juli 2016.

Selama berada di Langa, siswa-siswi yang akan memasuki perguruan Tinggi ini belajar tentang keseharian masyarakat Langa.


Disela-sela kegiatannya Guru pendamping dari lembaga Where there be Dragons Aaron Slosberg mengatakan bahwa untuk  Kelima kalinya sejak tahun 2015 lalu, siswa-siswi ini tinggal bersama warga kampung Bomari, Borani dan Bopati.  Untuk kali ini, salah satu kegiatan siswa di Langa yakni memanen kopi  serta mengikuti proses pengolahannya.


"Siswa pergi ke kebun dengan orangtua yang didampingi guru untuk panen kopi, mengupas kulit, menjemur, menggoreng hingga menghaluskan dengan cara manual (menumbuk) dan menyajikannya menjadi minuman," katanya.


Selain panen kopi, para siswa dari negeri paman sam itu  juga belajar proses tenun ikat, belajar bahasa indonesia, adat dan banyak hal yang dialami oleh masyarakat Langa.


Sementara itu,  secara terpisah salah seorang siswa asal New York Fiona Sherman kepada Media CERMAT  juga mengatakan sangat bangga bisa datang langsung ke Langa untuk turut memanen kopi, karena baginya hal ini dialami pertama kali seumur hidupnya.


"Ini luar biasa, saya bisa langsung merasakan proses panen hingga minum kopi, dan ini bagi saya sangat senang. Saya belajar langsung dengan petani di sini karena setiap rumah memiliki kebun kopi, mereka juga menjemur banyak kopi dihalaman rumah  dan disini sangat organik. " katanya.

Meski demikian , Fiona demikian dia biasa disapa mengakui sedikit sedih ketika mengetahui perbandingan harga kopi di petani dengan harga kopi di Amerika, dimana Indonesia juga menjadi salah satu negara yang mengekspor kopi.

"Harga kopi Amerika untuk 1 KG kami membelinya dengan harga 30 dolar US dan untuk kopi yang kualitas bagus bisa diperoleh dengan harga 60 Dolar US, sedangkan disini, kopi dihargai dengan Rp. 30.000 per Kg,"kata siswa yang mengaku akan menggeluti bidang  Sosial Politik ini.

Sementara itu, Mertin Lusi Orang Muda Langa yang juga menjadi salah satu saudara asuh siswa -siswi ini mengaku sangat bangga bisa hidup bersama siswa dan mahasiswa dari Amerika ini. Baginya, banyak hal yang diperoleh ketika belajar bersama baik di rumah maupun dalam banyak hal ketika tinggal bersama.
Para siswa Amerika berbaur bersama warga memetik kopi
Hal yang menarik dari kedatangan siswa asuhan lembaga Dragons ini yakni ketika banyak hal yang didiskusikan bersama tentang Langa, secara tidak langsung  solidaritas dari orang muda Langa semakin kuat, orang muda Langa semakin mencintai adat istiadatnya sendiri,  serta pertukaran informasi dan rasa persaudaraan antar orang muda kedua negara Indonesia  dan Amerika semakin kuat.

"Sebagai orang muda, saya sangat bangga bisa bertemu orang muda yang sangat cerdas dari Amerika, karena saya yakin kedatangan mereka telah melalui proses seleksi dan untuk hal ini tentunya akan ada banyak kerjasama yang saling menguntungkan akan perlahan dibangun yang berbasis rasa persaudaraan,” katanya.

Selain itu juga, Mertin mengakui bahwa selama hidup bersama siswa maupun Mahasiswa Amerika, banyak hal yang dipelajari oleh masyarakat maupun orang muda Langa yang terlibat. Di antaranya tentang cara menghargai atau memberikan apresiasi untuk segala hal yang telah diperjuangkan oleh orang lain, bagaimana cara mendukung kreativitas sesama, tentang disiplin harus lebih menghargai waktu, tentang keikhlasan, dan tentang bagaimana menjadi pribadi yang rendah hati.

"Sebagai masyarakat desa, kami belajar banyak hal positif dari mereka. Bagi kami siswa-siswi yang datang ini bukan sebagai orang asing tetapi sebagai saudara dan keluarga yang hadir untuk saling  menyempurnakan hidup kami," katanya.(ch)

Insert foto: Salah seorang dari 12 siswa Amerika terlihat enjoy memetik kopi dalam program live in di Langa

Thursday 21 July 2016


Vigonews.com, BAJAWA/FLORES – Refleksi Pertemuan Pastoral (Perpas) X para Uskup Regio Nusra mengungkap 12 tantangan kehidupan keluarga. Menurut Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota, masalah kehidupan keluarga menjadi isu trendy baik Gereja universal maupun gereja lokal.

Uskup Sensi mengungkapkan hal itu di sela-sela kegiatan penutup Perpas X, Kamis (21/07/2016) malam di Bajawa. Perpas X ditutup dengan misa kudus dengan selebran utama Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang, didampingi para konselebran Uskup Denpasar Mgr. Silvester San, Uskup Maumere Gerulfus Kerubin Parera, Uskup Larantuka Mgr. Frans Kopong Kung, Uskup Atambua Mgr. Dominikus Saku, Uskup Ruteng Mgr. Hubert Leteng, dan tuan rumah Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota.

Tantangan kehidupan keluarga, Kata Mgr. Sensi menjadi perhatian serius Gereja di Regio Nusra, dalam pertemuan yang mengangkat tema: “Pendidikan Iman dalam Keluarga Sebagai Wujud Kerahiman Ilahi”,  Tema ini merupakan sebuah refleksi atas berbagai persoalan di tengah umat dan biasanya pilih satu yang dinilai cukup trendy. “Jadi kami tidak hanya urus masalah kesalehan tetapi juga persoalan kemanusiaan,” katanya.

Karena itu, jelas Mgr. Sensi, Perpas juga melibatkan tidak hanya para uskup, tetapi juga pastor dan awam. Perpas yang dipusatkan di Kemah Tabor, Mataloko itu dihadiri 85 peserta yang terdiri dari utusan fungsionaris pastoral keluarga dari keuskupan-keuskupan, wakil pasutri dan kaum muda.

Masalah kehidupan keluarga direfleksi dalam 12 point sebagai tantangan keluarga-keluarga zaman ini, dibacakan pada misa penutup yang disampaikan oleh Christin Herman dari Keuskupan Denpasar . Disebutkan selain sukacita dan kegembiraan keluarga Kristiani, para peserta Perpas X menemukan sejumlah hal yang menjadi tantangan dan kendala dalam hidup keluarga.
 
Para Uskup Regio Nusra Ja'i bersama pada acara penutupan Perpas X di Bajawa
Tantangan-tantangan itu antara lain: masih banyak keluarga yang berpendapatan rendah dan bergaya hidup boros: Data BPS 2016: angka kemiskinan Propinsi NTT 1.160,530 (22,58%), NTB: 802,290 (16,54%), Bali 178.180 (4,25%); adanya anggota keluarga mencari kerja di luar daerah (migrasi) yang menimbulkan keretakan hidup berkeluarga; Kesibukan anggota keluarga baik akibat tuntutan hidup ekonomi maupun pengaruh teknologi modern yang menyebabkan jarangnya anggota keluarga untuk berkumpul dan berdoa bersama.

Tantangan lainnya adalah relasi suami istri kurang harmonis yang disebabkan berbagai faktor pemicu internal dan eksternal;  masih kuat tuntutan adat yang membebani hidup keluarga, seperti belis yang besar, ritus/perayaan dengan biaya mahal; adanya pasangan suami-istri yang terlibat dalam penyakit sosial (judi, narkoba, miras, pelacuran/perselingkuhan, dll).

Melemahnya kaderisasi dan pewarisan nilai-nilai kristiani kepada generasi muda; kurangnya persiapan calon nikah (pengatahuan, kemauan, fasilitas) dan kurang efektifnya pelayanan pastoral KPPK; perkawinan beda gereja dan beda agama yang berdampak negatif  pada pendidikan nilai kristiani bagi anak-anak.

Fanatisme agama berlebihan (menganggap agamanya paling benar dan merendahkan agama lain); mengalami lilitan budaya mayoritas karena menjadi minoritas di tengah mayoritas bukan Katolik; dan praktik perkawinan lokal yang bertentangan dengan perkawinan gereja, seperti kawin lari, kawin pintas, dan poligami.

Kegiatan penutup Perpas di Bajawa dimeriahkan dengan paduan suara dan tarian yang merepresentasekan daerah NTT dari SMAK Regina Pacis Bajawa. Dihadiri Bupati Nagekeo Elias Djo, Bupati Ende Marsel Petu dan Wakil Bupati Ngada Paulus Soliwoa selaku Ketua Panitia Pelaksana. Perpas yang berlangsung tiga tahun sekali itu berakhir dengan penyerahan cinderamata dan tarian ja’i bersama. Perpas berikutnya akan digelar di Keuskupan Atambua pada tahun 2019 mendatang. (ch)

Insert foto: Para Uskup foto bersama usai penerimaan cinderamata berupa lega dan parang khas Bajawa

Monday 18 July 2016


Vigonews.com, WOLOMEZE/NGADA – Sejumlah petani di Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze mengeluh karena tanaman padi yang baru ditanam sudah mulai terserang hama belalang. Kecemasan warga selalu dibuat panjang setelah pada musim tanam yang lalu sebagain petani di kecamatan itu juga dihantui serangan blas daun dan blas leher.

Pasca tanam pada musim tanam kedua tahun ini, sejumlah petani mengaku mulai gerah dengan serangan hama belalang. Setidaknya dua minggu terakhir tanaman padi diserang hama belalang.  Jika tidak segera diatasi maka dikhawatirkan akan menyerang areal lebih luas. Kondisi ini mencemaskan sejumlah petani yang kini sedang bajak, karena yang sudah tanam duluan kini terserang.

Keterangan yang dihimpung vigonews.com di Desa Nginamanu, Senin (18/07/2016), menyebutkan sejumlah petani kelimpungan karena khawatir kalau-kalau serangan semakin meluas. Sejumlah petani di P3A Ngasulima itu yang mengaku tanaman padi diserang belalang masing-masing Wilibrodus Wuse, Kornelis Nuwa, Yohanes Sai, dan Emanuel Tena.

Mereka mengaku masih bingung menghadapi serangan. Meski baru skala kecil, sebagaimana dikemukakan Wilibrodus Wuse yang baru dua minggu menanam di sawahnya, harus cepat diatasi sehingga tidak sampai meluas. Pihaknya berharap,  pengamat hama segera mengambil langkah sehingga secepatnya memberi solusi kepada petani agar  dapat menangani secara tepat.

Wilibrodus membenarkan hama belalang sudah menyerang tanam padi di sawahnya pasca tanam dua pekan terakhir. Dalam kondisi seperti sekarang ini yang dinilainya cukup rawan, Wilibrodus berharap pengamat hama lebih sering melakukan tugas  sehingga penanangan tidak sampai terlambat. Dia juga mengaku belum bisa mengambil tindakan apapun untuk semprot atau upaya lainnya.

Hal senada juga dikemukakan Yohanes Sai, dia juga mengeluhkan hal yang sama. Sawahnya yang belum lama ditanam terlihat mulai diserang belalang. Yohanes juga berharap ada solusi yang tepat sehingga pihaknya dapat mengambil langkah tepat pula untuk pengendalian hama di hamparan di kawasan lanskap itu.

Terkait dengan itu, PPL Desa Nginamanu Yohanes Donbosco Dua  membenarkan, bahwa beberapa sawah petani mulai diserang hama belalang. Memang, kata dia, masih dalam skala sangat kecil tetapi hal ini perlu dicarikan solusi secepatnya sehingga memberi rekomendasi yang tepat untuk pengendalian.

Tanpa bermaksud mengelak, ditambahkan Donbosco, pihaknya sebagai PPL juga belum berani menyarankan kepada petani apa solusi tindakan, kecuali sudah ada rekomendasi dari pengamat hama. Itu pertimbangan supaya tidak salah memberi solusi karena tupoksi berbeda.

Sementara pengamat hama saat ini belum bisa melaksanakan tugas karena sedang cuti hamil. Terkait dengan hal itu para petani tetap berharap agar pihak Dinas P3 segera menangani hal ini mumpung masih dalam skala kecil.

Luas areal sawah pada MT kedua tahun ini di Desa Nginamanu, tambah Donbosco  sekitar 50 hektar, yang tersebar di kawasan  Lankap, Maladhero, dan Tiwukoe. Yang terserang memang masih sporadis, tetapi perlu diantisipasi sehingga tidak sampai meluas.

Selain upaya itu, saran Don Bosco agar tokoh-tokoh masyarakat dan adat agar dapat berupaya dengan solusi budaya dalam nuansa kearifan lokal. “Kita mau supaya sesuai kearifan lokal masyarakat bisa juga lakukan upacara. Biasanya  hama tikus dan belalang bisa diatasi dengan solusi ini. Karena menurut kepercayaan lokal, semua makhluk itu sahabat,” saran Donbosco.

Dia juga mengingatkan petani agar rumput di pinggir sawah dan pematang tidak diatasi dengan semprot, sehingga tidak menjadi tambah parah. Kalau rumput sudah ada obat dan kering,  lalu belalang mau makan apa? Karenanya dia akan pindah ke padi yang tidak beracun. Yang hijau tinggal padi, makanya dia pindah makan daun padi. (ch)

Insert foto: Tanaman padi terserang hama belalang

Vigonews.com, SOA/NGADA - Wisata berkuda menyenangkan anak-anak kota, sama menyenangkan dengan bocah-bocah yang doyan berpacuan kuda alias joki. Tetapi tragis bagi bocah yang satu ini. Dia tewas mengenaskan dililit tali kuda dan diseret  kuda yang temperamental hingga 300 meter.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat tolak, Roland Gili, bocah kelas IV SDI Ngabheo, Desa Ngabheo, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada meregang nyawa setelah terseret 300 meter.  Ia seperti berjuang mati atau hidup - dan akhirnya tewas diujung tali kuda -  setelah diseret kuda tetangga karena kakinya terlilit tali.

Kok bisa? Itu mungkin pertanyaan yang bisa muncul bagi orang berakal sehat. Musibah bisa menimpa siapa saja, hanya perlu kewaspadaan. Tetapi siapa sangka bocah yang tidak berdosa ini harus berjuang dengan maut  diseret kuda dalam kecepatan tinggi?

Keterangan yang diperoleh vigonews.com di Soa, Senin (18/07/2016) menyebutkan na'as bagi Roland terjadi Sabtu (16/07/2016) ketika Aloysius Bei (40) tetangganya melewati halaman rumah Pius Ngai tidak jauh dari rumah korban. Waktu menunjukkan pkl. 19.00 wita dimana suasana  sudah mulai gelap di luar rumah.

Kapolsek Soa, Iptu (Pol) Arnol Nango kepada vigonews menjelaskan, Aloysius Bei petang itu menarik serta kuda kesayangannya pulang ke rumah agar diikat dekat rumah. Ketika melewati halaman rumah milik Pius Ngai, suasana sudah gelap. Saat bersamaan korban keluar dari dalam rumah melewati halaman. Karena sudah gelap bocah itu tidak menyadari di depannya terbentang tali ikatan kuda yang ujungnya sedang ditarik Pius. Saat itu korban menabrak tali. Korban kaget dan  kuda yang temperamental itu juga kaget kemudian lari berputar.

Dalam keadaan panik itu bocah itu seperti sulit menghindar dan kuda yang sedang ditarik berputar sehingga tali membelitnya. Sementara pemilik kuda semakin tak berdaya menguasai binatang kesayangannya itu yang juga berputar-putar. Pius sendiri gelapan karena suasana gelap tak bisa melihat apa yang terjadi, kecuali kuda yang terus meronta. Tak kuasa mengendalikan kuda yang terus beraksi,  ujung tali akhirnya terlepas. Saat itulah kuda miliknya seperti mengambil langkah seribu dan henglang. Saat itu, korban yang sebelumnya masih terjebak lilitan pun terseret oleh kuda yang berlari kian kencang.

Pius baru menyadari karena ada suara minta tolong dari korban yang terus terseret sepanjang jalan. Dia pun bangkit mengejar sembari berteriak minta tolong. Sejumlah warga yang belum tahu hal ikhwal pun keluar dan ikut mengejar namun kuda semakin kencang. Kuda baru berhenti setelah tarikannya tersankut dipohon. Beberapa warga mencoba mencermati korban yang belum dikenali.

Kondisi korban saat tersangkut sudah tak bernyawa lagi. Namun sejumlah warga yang memburu kuda agar berhenti pun mengenali korban. Bahkan orang tua korban, Siprianus Lou dan Mama Edel pun tak tau kalau yang jadi korban adalah putra mereka.

Suasana berubah haru setelah tahu kalau itu putra bungsu mereka yang bernama Roland Gili Lou, beberapa saat kemudian  seorang Mama tua menemukan celana yang tersangkut di pohon, yang kemudian dikenali sebagai milik korabn.

Saat ditumukan, bukan hanya pakaian yang koyak tetapi juga kepala, wajah dan sebagian tubuh korban. Makanya korban sukit dikenali lagi. Korban kemudian dibawah ke puskesmas untuk divisum.

Menurut Kapolsek Arnol Nango, pemilik kuda, Aloysius Bei sudah diamankan di Polsek Soa untuk melindungi diri, sekaligus mempertanggung jawabkan kejadian itu karena kelalaian telah menyebabkan orang lain meninggal dunia. Terkait proses hukum selanjutnya, pihak kepolisian, kata Arnol,  sejauh ini masih mendalami masalah itu. "Hanya dari keluarga korban sudah memui pemilik kuda agar masalah itu diselesaikan secara kekeluargaan. Upaya itu silahkan keluarga lakukan. Hanya proses selanjunya kita masih dalami lagi,' kata Arnol.

Dibagian lain, kata Arnol, kasus serupa sudah terjadi dua kali di Soa. Sebelumnya terjadi tahun 2007 silam dengan korban bocah berusia sekitar tiga tahun. Ketika itu bocah itu dinaikan ke atas punggung kuda oleh ayahnya, baru menyusul menaiki punggung kuda, binatang yang jadi sarana transportasi jaman dulu itu sontak berlari. Pada saat itu bocah itu pun jatuh dan terlilit tali kuda lanjut diseret hingga ratusan meter.

Terkai dengan hal tersebut, Arnol berharap masyarakat hati-hati dengan hewan peliharaan. Apalagi terhadap anak-anak, jangan sampai mereka menjadi korban kalaian orang dewasa.

Sementara salah seorang tokoh Soa yang juga Kepala Desa Piga, Eduardus Meo Atu, ketika bincang-bincang dengan vigonews.com menyayangkan peristiwa yang membawa korban pada seorang anak.

Setelah menceritakn kronologis kejadian, Edu begitu dia biasa disapa mengatakan apa yang dialami Ronal Gili adalah musibah fatal dan bagi orang Soa dianggap mati golo atau tidak wajar.

Terkait dengan itu, Edu mengatakan jenasah pun tidak masuk rumah. Selain itu sudah dilakukan upacara untuk mengetahui kenapa dia mendapat musibah. Dalam upacara itu menurut kepercayaan masyarakat setempat biasanya dapat mengetahui penyebab kematian.

Waktu upacara biasanya diketahui kesalahan apa yang pernah dilakukan semasa hidup. Apa ya yang dilakukan bocah ingusan ini sehingga harus dibayar dengan nyawa - menurut kepercayaan turun temurun? Ternyata diketahui bocah ini pernah curi ubi. "Jadi bisa saja yang punya ubi caci maki, sumpah serapah dan itu bisa kena musibah," cerita Edu.

Makanya ada ungkapan setiap perkataan kita adalah doa, dan itu akan terjadi. Jadi jagalah mulut, karena mungkin orang yang disumpah serapa itu orang dekat kita. Atu mungkin orang yang tidak dikenal sekalipun tak baik menyumpahin orang. (ch)

Foto: Ilustrasi

Wednesday 13 July 2016


Vigonesw.com, BAJAWA/FLORES – Kopi glondong merah asal daerah Indikasi Georafis (IG) dataran tinggi  Bajawa diduga diselundup para pengepul ke luar daerah IG. Ironisnya, kasus penjualan kopi glondong dengan harga sangat murah itu terjadi setelah Pemerintah Ngada menetapkan Perda No 6/2016 tentang perlindungan kopi Arabica Flores Bajawa (AFB) sebagai produk specialty.

Sumber vigonews.com di Golowa Barat  menyebutkan,  praktik penyelundupan kopi glondong merah itu sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Hanya saja selama ini para ‘pelelang’ kopi dari dari daerah IG dataran tinggi Bajawa itu selalu berjalan mulus mengingat belum ada perda yang mengatur.

Namun hingga Perda tersebut diberlakukan pada Maret 2016 lalu, praktik penyelundupan itu pun masih nyaman-nyaman saja, terutama memasuki musim panen 2016. Ternyata pihak penegak hukum belum mengetahui ikhwal perda dimaksud. Boleh jadi, ini menjadi cela bagi para penyelundup untuk beraksi berkedok ketidaktahuan para penegak hukum. Bahkan masyarakat pun ada yang  mengaku belum mengetahui kalau ada perda yang mengatur tentang hal itu.

Terkait dengan kasus penyelundupan kopi glondong merah dari IG dataran tinggi Bajawa mendapat reaksi dari  Koordinator Komunitas Pencinta Kopi Ngada (Kompak), Klemens Babo. Menjawab vigonews.com,  Rabu (13/07/2016) Lembo begitu dia biasa disapa membenarkan ada dugaan praktik penyelundupan.

Dikatakan Lembo, modus penyelundupan itu membeli kopi dengan sistem ijon kepada para pemilik uang di luar daerah. Kopi glondongan diangkut dengan mobil boks langsung dari para petani kopi kemudian bergerak menuju ke Ende dan Manggarai. Ketika tiba di tempat tujuan kopi-kopi itu baru diproses menjadi produk lain. Tetapi Lembo juga mengatakan, ada yang menggunakan kopi itu menjadi produk AFB copian alias palsu karena bukan diproduksi dari IG dataran tinggi Bajawa dengan SOP.

Menurut Lembo harga kopi yang diijon itu sebesar Rp 3.000 – Rp 3.500/kg glondong merah. Sedangkan harga standar kopi glondong merah seharusnya Rp 4.500 – Rp 6.000. Jika ini benar maka akan sangat merugikan petani kopi di daerah IG dataran tinggi Bajawa.

Lembo berharap perhatian dari pemerintah daerah agar serius untuk menegakkan perda. “Jangan sampai Perda dibuat hanya untuk dipajang. Jadi kita sangat berharap supaya upaya penegakan hukum dilakukan serius. Ironis kalau yang kita dengar ada yang belum mengetahui bahwa perda ini sudah berlaku. Jadi perlu terus disosialisasikan sehingga publik dapat mengetahui dan ikut mengawasinya,” tegas Lembo.

Terkait dengan ijon kopi glondong merah kepada pemilik uang di luar daerah merupakan pelanggaran Perda No 6/2016 tentang perlindungan kopi Arabica Flores Bajawa (AFB) sebagai produk specialty. Pasal  60 Perda itu menyebutkan setiap orang dilarang mengeluarkan untuk memperjualbelikan kopi gelondong merah dari kawasan IG (indikasi Geografis) keluar wilayah daerah. Pelanggaran terhadap perda tersebut diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan atau danda paling banyak 50 juta rupiah. (ch)

Insert foto: Kopi glondong merah

Vigonews.com, BAJAWA/FLORES – Musim panen 2016, petani kopi Ngada yang tergabung dalam berbagai UPH di bawah naungan Koperasi MPIG bakal mengekspor 1,5 juta liter Kopi HS Basah, atau sekitar 18,7 miliar. Meningkat dari tahun sebelumnya Rp 8,1 miliar. Dari panen perdana musim panen 2016, sudah diekspor melalui Indocom Citra Persada sekitar 33 ribu liter lebih atau setara Rp 400 juta lebih. 

Awal musim panen 2016,  Koperasi Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) mengirim 33.560 liter kopi HS basah ke eksportir -  Indocom Citra Persada di awal musim panen 2016. Pengiriman kopi senilai Rp 400 juta lebih itu dilepas oleh Kadis Pertanian Perkebunan dan Peternakan (P3) Kabupaten Ngada, Korsin Wea,  Rabu (13/07/2016) di Ngalisabu, Bajawa.

Pelepasan  kopi lebih dari 33 ribu liter itu disaksikan Ketua MPIG Leonardus Naru, Ketua Koperasi MPIG bernardus Bere  beserta staf, serta staf Dinas P3 selaku fasilitator. Sekitar pkl. 14.00 wita, tiga truk yang mengangkut kopi itu bergerak dari kantor Koperasi MPIG di jalan bawah, Ngalisabu.

Sebelum acara  pelepasan tiga truk kopi yang sudah diproses menjadi HS basah itu, didahului dengan ritual zia ura ngana guna minta restu leluhur dalam proses pengiriman. Pengiriman dilakukan melalui pelabuhan Reo selanjutnya menuju Surabaya. Pihak Indocom yang sudah menjalinkan kerja sama sejak tahun 2005 - sebagai jejaring MPIG -  akan melakukan proses lebih lanjut menjadi kopi green bean untuk diekspor ke Amerika dan Aropa.

Pada acara pelepasan, Kepala Dinas P3 Korsin Wea mengatakan, pengiriman kali ini adalah kopi hasil panen tahun 2016 dan masih akan berlanjut dengan pengiriman susulan  hingga bulan September mendatang. "Setiap awal musim panen kita selalu buat acara pelepasan yang juga ditandai dengan ritual adat. Setelah kirim perdana setiap awal musim panen, setiap minggu akan selalu ada pengiriman dua kali seminggu ke Indocom," jelas Korsin.

Dikatakan Korsin, 'ekspor' kopi dilakukan melalui Indocom, karena perusahaan ekspor itu memiliki lisensi sebagai eksportir. Pihak Indocom selaku eksportir juga masih melakukan proses lanjutan dari kopi HS basah, HS kering hingga proses akhir menjadi kopi green bean sebagai kopi layak ekspor. "Hal ini karena UPH di bawah koperasi MPIG belum memiliki sarana untuk proses hingga menjadi kopi green bean, sehingga kita belum bisa kirim kopi yang disebut kopi OC atau kopi beras itu" katanya.

Seremonial ekspor kopi Ngada musim panen 2015 lalu (dok)
Untuk pengiriman perdana  musim panen 2016 ini, jelas Korsin, terkirim sekitar 33.560 liter HS basah atau setara dengan  Rp 419.500.000 dengan harga perliter Rp 12.500. Kopi HS basah masih diproses lagi menjadi HS kering, yang jika dikonversikan maka 3,5 kali HS basah sama dengan seliter HS kering. Dari HS kering diproses lagi menjadi kopi green bean (kopi OC) atau kopi beras yang siap diekspor dan siap digoreng untuk dikonsumsi.

Korsin menjawab vigonews.com memprediksikan pada musim panen 2016 akan mampu menghasilkan 1,5 juta liter atau setara dengan 18.750.000.0000. Hasil ini baru menyasar 12 persen atau sekitar 500 hektar dari  5.000 hektar fungsional yang ada. Sementara potensi yang belum tergarap sekitar 11 ribu hektar lebih.

Kopi dari hasi panen perdana musim 2016 berasal dari 14 UPH dan 109 sub UPH dengan jumlah petani 1.800 orang. Jika total hasil panen tahun ini 18,7 miliar, maka setiap petani mendapat hasil masing-masing Rp 10, 4 juta dengan rata-rata lahan 30 are. Karena dari 500 hektar lahan fungsional baru diproses menjadi kopi bermutu melalui MPIG sekitar 12 persen atau sekitar 500 hektar. (edj)

Insert foto: Ekspor perdana kopi musim panen 2016


Tuesday 12 July 2016


Vigonews.com, LANGA/BAJAWA – Pergaulan Orang Muda di Langa sudah sangat memprihatinkan. Demikian terungkap sharing kelompok mini midi tingkat SMP, SMA dan Ektra (Mahasiswa dan profesi Kerja) pada forum Langa Youth Day (LYD)  hari kedua di kampung Boradho.

Kegiatan ini diikuti oleh 475 orang muda Langa dari ketujuh stasi yakni Bela, Beja, Boradho, Langagedha, Bomari, Borani dan Wolokoro mulai dari tingkat SMP,SMA dan Ektra.

Dalam acara diskusi itu,  Orang muda dibagi dalam kelompok sesuai tingkatan pendidikan untuk menggali permasalahan dalam pergaulan orang muda masa kini seiring perkembangan globalisasi dan modernisasi khususnya di wilayah paroki Langa.

Selama berproses, sesuai laporan dari masing-masing tingkatan yakni SMP, SMA dan Ekstra ditemukan  permasalahan  diantaranya tentang penyalahgunaan perkembangan tehnologi diantaranya Internet, HP, Televisi dan media sosial lainnya.

Akibatnya banyak orang muda  yang berpacaran ditempat-tempat gelap sehingga tidak sedikit juga yang hamil di luar nikah, banyak yang terlibat kasus kriminal, dan membuat orang muda menjadi lebih egois.

Selain itu juga orang muda diberi kesempatan untuk mencari solusi dalam menjawabi persoalan ini diantaranya menyibukkan diri dalam kegiatan-kegiatan positif  di antaranya bergabung dalam organisasi positif  yang kemudian diperkuat dengan pilihan  ayat-ayat
Kitab Suci di antaranya Mat.5:13-16, 18:8-9, 13:18-20, Luk. 15:31-32, Amsal 3:27 dan ungkapan adat diantaranya: Su'u papa suru, sa'a papa Laka, Bela mae Deke mote mae Ngazo, Kolo setoko, Aze setebu, Laa netu zala page nono wesa, dan Fiki nono dhiri dan Lina pia kisa.

Sementara itu  Direktur Global Workshop Matt Colaciello dalam kesempatan bicaranya mengatakan sangat berterimakasih dan apresiasi kepada Orang Muda Langa yang menyelenggarakan acara Langa Youth Day ini.

 Direktur Global Workshop Matt Colaciello (kiri)
Matt demikian dia biasa disapa mengatakan bahwa kehadirannya di Langa bertujuan untuk mempelajari kehidupan Remaja dan Orang Muda Langa, Ekonomi Lokal masyarakat Langa, Langa Trekking Community, dan Isu Minoritas di Indonesia.

Dengan hadir bersama orang Muda di Langa, lelaki kelahiran Florida- Amerika ini menjadikan media pembelajaran bagi orang Muda di Amerika melalui Video, Music, cerita dan sharing pengalaman bagi orang muda Amerika karena di Amerika tradisi dan ilmu adat leluhur sudah hampir punah. Dan media pembelajaran ini  tidak hanya dari Indonesia saja namun juga dari India dan Afrika Barat.

Dia juga melakukan sharing tentang kehidupan orang muda di Amerika dan ini menjadi bahan refleksi bagi orang muda Langa khususnya.

Selain itu juga dia mengatakan bahwa  pengaruh tehnologi tidak hanya menimbulkan hal-hal negatif namun banyak hal-hal positif yang bisa didapatkan jika masing-masing pribadi mampu menggunakan tehnologi tersebut secara baik.

Sementara itu pastor moderator OMK paroki Langa juga menegaskan bahwa orang muda harus kembali memaknai pergaulan sebagai ungkapan kasih dengan berpedoman pada sukacita Injil dan norma-norma adat istiadat yang berlaku di Langa.(ml)

Insert foto: Orang Muda Katolik Langa dalam kegiatan LYD